Meruangkan ‘Nietzsche’ di Tubuh Pelajar
Rabu, 20 September 2017
Tambah Komentar
Saya akan menyimpulkan, siapa yang mengkaji pola-pikir nietzsche, sebenarnya dia sedang menemukan dirinya didalam teks nietszche, yang secara tersembunyi menolak kehadiran dunia yang telah ditegakkan secara sistematis, teratur, ia inginkan menjadi pahlawan bagi ‘kemanusiaan’ dengan cara mengutuk keduniaan, karena tatanan kedudukan senantiasa ‘dikuasai’ oleh jiwa-jiwa ambisius yang terpajang, dan seakan ingin mempertahankan kemanusiaan; padahal dunia itu tujuannya adalah demi kesejahteran secara jasad dan rohani, namun kenyataan tidak sejalan dengan itu—, manusia yang berwatak kehendak berkuasa— dan kenyataan itu, perlu ditompang dengan agama, yakni gerakan moral dan etika yang dibentuk, hal itu, maka pengide ini, secara tersembunyi mempunyai hasrat ingin menguasai versi nabi.
Gerakan nabi, atau cita-cita nabi, adalah menjadi pengatur yang orientasinya menata moral, dengan dua dasar, yakni rukun keimanan, dan rukun keagamaan. Dari keduanya, maka membuat struktur bangunan, yang akan berjalan dengan kemanusiaan, dan hidup dengan cara kemanusiaan, yakni, tidak ambisus terhadap kehidupan dunia—dalam arti, sains; sebab perkembangan sains akan menciptatkan paham individual dan terpajang jelas perbedaan manusia. Tuntutan nabi, atau ketua kelompok, adalah kedudukan sama-sama menjadi manusia. Tapi kenyataannya, setelah sains melesat, maka manusia akan sibuk kepada dirinya sendiri dengan menekuni keilmuannya, proses terus menerus, dan menerus, sampai pada akhirnya, kematian menghampiri tubuhnya, dan Nietzche tidak menerima proses itu. Tidak menerima proses bahwa keharusan alur dunia, yang didalam pola-pikir manusia, harus seperti itu. Nietzche tidak menerima itu. Maka jadilah, ketidak-terimanya, sudah tentu penolakan. Sudah tentu, itulah yang disebut nihilisme.
Segala tatanan yang dibuat adalah kepentingan kepada yang lain, dan yang lain jika ditambah yang lain lebih, maka jadilah, kelainan demi kelainan. Sekali pun tujuannya sederhana: mengembalikan peran agama, tapi hal itu secara terotomatis akan menjelma nihil karena kenyataan-sains selalu berkembang, oleh karenanya tidak bisa dipungkiri, penolakan itu lamat-lamat menjelma alasan demi alasan. Padahal, esensinya sederhana: mengembalikan kedudukan manusia sebagai manusia.
Alasan demi alasan itu, menjadi berbagai sudut pandang, dan menjelma ajaran demi ajaran; orang yang tertular, karena melihat dirinya didalam teks Nietzsche, melihat pola-kerja secara real kedalam dirinya. Pola idealisme yang ingin menjadi nabi; ingin menguasai, tanpa melalui proses sistematis, menerobos proses sistem. Padahal selalu tidak bisa, selalu tidak bisa, nietzche, masuk dalam penilaian: tidak tersistem dan lepas dari suatu kesisteman. Apa yang dia sampaikan adalah sebuah teks yang memang ia bertemu dengan orang besar, dan kemudian membaca teksnya, mungkin tergiur karena membaca teks yang unik dan aneh, menerobos ke dalam relung-relung pemikiran, karena nietszche mencurahkan akal dan hatinya ke dalam teks– hal-hal itu kemudian menjadi teori-toeri terhadap kajian teks, karenanya orang tertarik dengannya.
2016
Belum ada Komentar untuk " Meruangkan ‘Nietzsche’ di Tubuh Pelajar"
Posting Komentar