Nasihat Kiriman Surat Dari-Nya (antara tahu dan kepemahaman)




Begitulah taufik, untuk memahami surat-Nya, kita penting mengerti bagaimana ‘lidah’ orang arab, bagaimana kita menangkap maksud dari lidah-lidah orang arab, maka sudah pasti penting mengkaji tentang gramatikal bahasa arab, itulah sebenarnya, Fik, gunanya mengkaji ‘gramatikal’ bahasa arab yang tujuan akhirnya adalah mampu membaca surat dari-Nya, sehingga setiap hari kita merasa yakin bahwa kita disurati oleh-Nya.

Ringkas kata, untuk memahami itu tidak gampang, harus menggunakan cara-cara, jika pun tidak menggunakan cara, tentu bisa-bisa saja, asal jangan kamu ‘nyatakan’ apa yang kau tangkap, dan kau merasa bahwa kamu disurati oleh-Nya.

Memang benar saat masjid mengaji, alias si qori membaca ayat-ayat al-quran, atau membacakan deretan kata-kata dari bahasa arab yang itu disebut surat, memang layak disebut surat, dan boleh diartikan sebagai surat dan si pembaca laksana tukang post yang sedang membacakan surat.

Surat itu memang ditunjukan kepadamu, ditunjukan juga kepadamu, diserahkan juga kepadamu, karena kamu mempunyai ‘telinga’ untuk mendengar tukang-post itu. Dan ternyata, mendengar pun bukanlah perkara yang mudah, Taufik. Apalagi mendengar yang itu bukan dari bahasa ibumu, tentu engkau harus berpacu proses untuk menangkap hal-hal tersebut.

Jika keilmuan bahasamu—apalagi tentang bahasa arab—berarti engkau belum layak dikatakan ‘si penerima’ surat dari-Nya, sekali pun engkau mampu ‘mendengar’ surat dari-Nya.

Mendengar pun membutuhkan pengetahuan, Taufik, apalagi islam yang sudah sampai ke negeri kita, di desamu, yang mana bahasa daerah sangat jauh dengan bahasa arab, maka terjadilah jalinan bahasa itu sesuatu yang tersistem dan ketat oleh karenanya seringkali pondok pesantren konsentrasi pada kajian alat, tujuan dan sering digemborkan adalah mampu membaca kitab.

Kenanglah, membaca kalau sekedar membaca pun bisa—bukankah kamu bisa membaca al-quran? namun soal tahu, apalagi paham, inilah perkara yang tidak mudah. Inilah perkara yang penting untuk dipahami lebih lanjut.

Memang, untuk mendapatkan ‘paham’ itu tidak gampang dan ringkas, tidak mudah dan mulus, butuh perjalanan waktu untuk memahami. Saran saya, tetap buatlah ‘nyantai’ dengan keislaman, yang pasti jangan lupakan realitasmu—anggap saja itu tanggung jawab ‘ulama’ atau orang yang telah berstatus ‘Kiai’ yang menjelaskan: maka ingatlah tatkala kiai menjelaskan, maka pastinya dia menyertakan referensi, penjelasan surat-Nya melalui referensi kitab yang lain, semisal, dia mau berbicara al-quran maka yang disadarkan untuk pembicaraan adalah tentang kitab tafsir jalalain, yakni kitab yang menerangkan dan kita diseretkan waktu pada masa kanjeng nabi muhammad.

Surat yang paling terang dan wajib ‘kan al-fatihah, dan engkau mengetahui ‘makna’ fatihah, maka cobalah itu diterapkan: kamu dibacakan pak pos (imam), lalu kamu menjadi pak pos buat telingamu sekaligus pendengar melalui dirimu dan itu bertujuan kepada-Nya, yang menciptakan langit dan bumi: bersamaan dengan itu engkau di sebut ibadah (menghamba kepada Tuhan) dan kau dikenai pahala.

Jika tidak, maka saat engkau mendirikan shalat, maka engkau dikenai pahala.

Jika kamu tidak ‘paham’ al-quran dan kamu membaca, maka engkau dikenai pahala.

Tumpukan pahala itu, kelak dimasukan surga. Seringkas itu, Fik.

Kalau kamu melanggar apa yang diperintahkan tuhan, maka engkau dikenai dosa. Letaknya dosa, neraka, yang apinya menyala-nyala, jika kau menolak tentang keberadaan api yang menyala-nyala maka kau telah mendustakan tentang sura-Nya. Bahasa lainnya, kau tidak percaya dengan kitab-Nya.

Lalu untuk memahami apa yang itu disebut ‘surat’ sesungguhnya yang datang dari-Nya, itu bukanlah perkara yang mudah, itu perkara yang dibutuhkan pengetahuan. Sekali pun kau sudah yakin bahwa kau disurati oleh-Nya (karena memang surat-Nya dibacakan oleh si imam oleh dirimu sendiri) tapi kamu tidak ‘paham’ maksudnya, bukankah engkau sudah ‘menggerayang’ sedikit-sedikit mana yang tetangkap. Bersyukurlah, fik. Dan gunakanlah gerayanganmu tersebut, lamat-lamat, pasti memicumu untuk lebih memahami detail-detail surat-Nya. Yakinlah, bahwa menuntut ilmu dari lahir sampai liang lahat. Yakinlah dengan statusmu, yakni mencari pemahaman. Berarti pada ranah kepemahaman. Sebab soal paham itu bukanlah perkara yang ringan dan mudah. Dan jika itu memberatkanmu, ingatlah al-quran itu andai kata di taruk di gunung atau benda lain, pasti hancur. Ingat juga status-sosialmu, ingatlah siapa dirimu, ingatlah bagaimana batas kemampuanmu, ingatlah bagaimana realitasmu. Jika itu memberatkan akal dan hatimu, mohonlah kepada-Nya, mudahkanlah, yang pasti jangan lupakan tentang surat-surat dari-Nya, jangan lupakan Allah itu maha mengetahui, Allah itu maha waspada, Allah itu maha perkasa, Fik.

Awasilah gerak-gerik ‘pemikiranmu’, jedak dan perhatikan ‘apa yang dimau’ oleh akalmu. Tanyakan, berserta jawablah tentang tujuannya:

Kenapa aku harus ‘paham’ tentang surat dari-Nya? Supaya saya paham.

Kenapa aku harus ‘paham’? supaya damai.

Kalau mau damai; damailah, tak usah ribet-ribet menggali surat-surat-Nya.

Jika kau bertanya: bukankah kita wajib ‘memahami’ kitab-Nya?

Jawabku, salah. Yang wajib kita itu harus ‘meyakini’ bahwa allah menurukan kitab-Nya.

Jika kau bertanya: bukankah ‘menyakini’ harus mengetahui-secara pasti apa yang diyakini?

Jawabku, syukur kalau kau mengetahui secara pasti, yang jelas, yakin itu sesuatu yang sederhana, Fik. Kamu yakin, sudah. Biarlah keyakinanmu mengantarkanmu pada ‘peraihan’ keilmuan keyakinan yang bertujuan, mengokohkan akar-akar pohon yakinmu.

Begitu ya...

Belum ada Komentar untuk "Nasihat Kiriman Surat Dari-Nya (antara tahu dan kepemahaman) "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel