KITAB SAFINATUN NAJAH: RUKUN ISLAM: SEJAK DULU ‘RUKUN ISLAM’ ADALAH LIMA.







Rukun islam itu lima, saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kedua, mendirikan shalat, ketiga, memberikan zakat, keempat, puasa di bulan ramadhon, kelima, haji di bait-allah, bagi yang mampu perjalananya.


Kita mengaji karena kita mengulang, apa yang telah kita ketahui, supaya kita lebih paham terhadap apa yang telah kita ketahui. Bahasa lainnya, kita mengasah apa yang telah kita ketahui. Sebenarnya, sekali pun kita tahu, tapi kadang kita melalaikan apa yang kita tahu, kalau saya tanyakan: apakah sudah hafal kitab mabadi fikih? Padahal itu kitab dasar lho.. selanjutnya, apakah hafal dengan kitab ini: safinatu najah (kapal keselamatan)? Padahal kita lama mengenal, dan mengetahui, harusnya kita hafal. Namun, sebenarnya kita hafal, hanya saja tidak hafal secara redaksi, yakni secara kitab, yang berbahasa arab, karena kita berbackgone bukan dari bahasa arab, melainkan bahasa Indonesia atau pun jawa, atau yang lainnya.

Sekarang, karena kita zamannya informasi, sekaligus zamannya ‘terbuka’ terbuka—orang mencari di internet lho. Orang bisa tinggal klik di internet, dan muncul apa yang mau dicari—maka mengaji kitab dasar, bagi saya, itu sangat penting, karena kita sering terjebak kepada hal-hal yang bukan dasaran lagi, melainkan cabang-cabang atau ranting-ranting dari dasarnya pengetahuan.

Oke, kembali ke kitab:

Rukun islam itu ada lima, yang pertama, syahadatain, yakni dua kesaksian. Bahasa mudahnya: kita harus menjadi saksi. Menjadi saksi layaknya kita berada di meja pengadilan. Layaknya kita sedang berdiri menjadi saksi untuk kasus tertentu. Oleh karenanya, karena kita menjadi saksi, maka kita mengerti, kita memahami apa yang disaksikan. Bisa dimengerti? Kita harus mengerti apa yang kita hendak utarakan sebagai pelaku saksi atas suatu perkara. Terlebih lagi, kita harus hati-hati mengucapkan apa yang kita ketahui, karena kesaksian itu akan dipertanggung jawabkan oleh hakim. Jadi, kita penting, sekali lagi, mengetahui tentang siapa allah, dan siapa kanjeng nabi Muhammad. Caranya? Ya belajar, sinau, membaca-baca, dan jangan lupa bertanya: sebab ilmu tentang islam itu ‘kayaknya’ sederhana, tapi kalau nggak ada yang membimbing, itu menjadi sukar dan sulit, menjadi rimba belantara karena luasan dari keilmuan islam itu sendiri. Bisa-bisa, terjebak pada satu tema keislaman saja, padahal, untuk menjadi muslim, dibutuhkan seluruh pengetahuan tentang kemuslimannya. Pendek kata, mempunyai guru, berarti mempunyai orang yang membimbing kita untuk memahami keislaman. Begitu ya.

Soal syahadatain, saya lebih suka menganoligakan tentang realitas: siapa allah itu? maka allah itu yang menciptakan langit dan bumi. Ayo kita keluar ruangan, lalu melihat langit dan bumi: yang menciptakan itu adalah allah. begitu, ya. Selanjutnya, siapa nabi muhammad dia adalah utusan dari allah. Allah mengutus manusia untuk menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah. sudah begitu saja, jangan diribet-ribetkan, jangan di buat payah, yang pasti, nabi Muhammad itu menjadi cerminan untuk perilaku dan peribadhaan kita, begitu ya.

Kemudian, shalat, zakat, puasa di bulan romadhon, dan haji bagi yang mampu: zaman sekarang, kita telah mengetahui itu kan? sangat terang tentang hal tersebut, hanya saja, kalau ditanyakan hapal tidak dengan kitab seperti kitab mabadi fikih atau safinatun najah? Jika diseperti itu, bisa jadi kita haapal, tapi di buka seklai lagi, insyaallah kita mengerti, jadi, jika persoalannya tidak hapal, maka, sekarang, kita penting menghafalkan tentang apa yang kita ketahui, penting dihafalkan tentang apa yang kita dapati.

Sekarang, tujuan saya menyampaikan bab ini, yakni mengingatkan ulang, sekaligus, mengajak, yuk kita menghafalkan apa yang sebenarnya telah kita hafal, dengan menggunakan teks arab, karena ibadah itu senantiasa menggunakan bahasa arab: kalau kita hapal, insyallah, kita akan mendapatkan ‘esensi’ dari keislaman: yakni, tentang kedamaian, kepasrahan, dan keselamatan. Caranya bagaimana, ya kita menghafalkan dengan menuliskan, sambil itu, tetap di hafalkan. Sebab, pengetahuan islam, sejak dari dulu sampai sekarang, ya seperti begitu-begitu saja—jika pun ada tambahan, maka itu penyesuaian terhadap pengembangan zaman. Nah, sebelum kita sampai untuk ‘menyesuikan’ islam yang sezaman, maka kita penting sekali lagi, lebih mengenali, tentang dasar-dasar keislaman.



Rabbi zidni ilma warzuqni fahma. Amin..

Belum ada Komentar untuk " KITAB SAFINATUN NAJAH: RUKUN ISLAM: SEJAK DULU ‘RUKUN ISLAM’ ADALAH LIMA. "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel