PUISI-PUISI HIDAYAT TF
Kamis, 23 Februari 2017
Tambah Komentar
Sebuah Arah Yang Sungguh
Kemana kau mengarahkanku sungguh--iyakah kau sungguh menuntunku
Padahal satu kalimatmu yang kuhapal sungguh--
Lihatlah aku, begitu ragu dengan diriku
Juga meragukan kalimat terangmu
Walau kau mengisyaratkan tentang tujuan
Namun itulah akhir dari perjalanan
Katamu, "Kau itu peragu, sangat peragu!
Beranilah, ambilah resiko, setiap langkah punya mata yang terarah.
Yakinlah dengan-Nya, kita pun akan kembali kepada-Nya; dan kau paham itu 'kan?"
Jawabku, "Mengapa juga 'si ragu' begitu melekat pada diriku? Dan aku, laksana tak berdaya membuang dalam diriku;
Kiranya ini adalah ketentuan-Nya, bagaimana aku bisa menghindar dari takdir-Nya."
Katamu, "Kau berani berkata-kata tentang-Nya.
Jika kau sungguh berani: buanglah diri-Nya.
Urusilah dirimu. setelah itu, barulah kau berbicara tentang ketentuan juga takdir-Nya.
Aku pikir, kau 'meremehkan' dengan menegembeli atas nama-Nya.
Aku pikir, kau 'begitu' melekatkan-Nya dalam dirimu,
Tapi kau lupa bahwa kau melekatkan-Nya."
Jawabku, "oh kini aku tahu arahanmu. mengajakku berkata-kata, guna mengobati luka yang mendera dalam dadaku. Benarlah kiranya aku melekatkan-Nya, namun lupa bahwa aku melekatkan-Nya."
Katamu, "Begitulah takdir-Nya; dan lukamu itu terjadi karena 'salah-paham' kau mengenali pemikiranmu. Dan aku adalah tabib yang sesuai untuk luka-lukamu, dan itu sebabnya, kau berjumpa denganku. Dan tiada yang sempurna pengobatannya kecuali karena-Nya."
Sekarang, tancapkan dalam kening-pemikiranmu tentang-Nya
Tiada arah kecuali mengarah pada-Nya
Seluruh arah adalah bias-bisa kepada-Nya
Seluruh arah adalah ranting, cabang, daun yang mengarah tetap kepada-Nya
Itulah keimanan kita
Itulah kepercayaan kita
Yakinlah dengan apa yang kau percaya
Tak ada catat kau mempercayainya
Bila pun nyatamu luka dan sarat duka
Bukankah itu suatu kewajaran dan ada hikmahnya
Tidakkah kau percaya bahwa dia telah merencana?
Tidakkah kau percaya bahwa dia telah menentukan arahnya?
Pahamilah, arah dari segala arah adalah kepada-Nya
Jika jalannya teramat sukar, kembalilah pada dunia nyata
Bertanyalah tentang arah yang hendak kau arahkan
Dan sungguh, ending dari arah adalah mengarah kepada-Nya
Dan aku mengulang-ulangi diksiku
Guna kau ingat dari tiapan langkahmu
Kau memang harus mempunyai arah
Dan akhir dari segala arah
Tiada arah yang lebih pasti kecuali kembali pada-Nya
Itulah keimanan kita
itulah arah kita.
2017
PERTEMUAN
Kami berjumpa di ujung masa aku dalam kuasanya
Setelah itu adalah rindu yang ganjil tercipta
Laksana tiada kata yang tepat sebagai obat kecuali kata-katanya
Walau faktanya katanya lebih mengajakku berpikir yang berpasrah
Dan kelebatan rindu tidak pernah kurasa kecuali kepadanya
Rindu yang ganjil, tanpa gairah tapi ingin bersama
Dan serbuan cinta tidak pernah kurasa kecuali kepadanya
Cinta yang ganjil, yang menjadikanku bertanya: apa arti dari cinta yang sesungguhnya
Kami berjumpa pada masa yang tak pernah kuduga
Laksana menyeretku untuk selalu datang kepadanya
Kini, dia adalah motivasi tiap-tiapan langkah
Yang kepadanya segala soal pecah
Katanya, “di terima, terima saja.”
Kini, aku mengikatkan diri kepadanya
Yang darinya kudapatkan kemudahan berkata-kata
Kataku, “ini darinya, lewat jari-jemariku dia menuntunku.”
Saat jariku selesai merangkai kata, saat kubaca ulang:
Inilah pertemuan baru, aku dengannya.
Dan kami berjumpa pada kata-kata
Yang dari jemariku kusampaikan maksudnya
Yang dari maksudnya, kukembalikan padanya
Dan atas kehendak-Nya, kami berjumpa.
2017
Pembicaraan Tentang Keistimewaan
Jika ada yang bertanya tentang apa keistimewaanmu kepadaku
Aku pasti tersenyum, lalu berkata: dia menjadikan aku-ada.
Jika ada yang mengorek tentang: "apa itu maksud dari 'menjadikanmu ada'?"
Jawabku, saat bersamanya 'aku' benar-benar ada, dan dia bersembunyi dari 'keadaanku'
Dan aku tidak bisa menghelak atau mengalihkan ketiadaanku
Aku selalu ditarik keluar untuk kedirianku, untuk pengakuanku
menjelma keakuanku.
Dan bersamanya, aku laksana didekatkan dengan filsuf perancis
Rene Descartes yang berlabel rasio dengan klaim:
Aku berpikir maka aku ada.
Dan bersamanya, aku tak sanggup menyembunyikan 'keakuanku'
Laksana dipaksa berkata: Inilah aku...! Aku ini...! Inilah aku..!
Jika ada yang bertanya tentang apa keistimewaanmu kepadaku
Aku pasti tersenyum, lalu berkata: dia itu sederhana; dia memang pengasuh, tapi dia bersikap sederhana.
Jika ada yang mengejar, "Apa itu maksud dari sederhana?"
Jawabku, penampilannya tidak layaknya syeikh atau bergaya kearaban
Jika ada yang bertanya kenapa engkau mengistemewakannya?
Jawabku, karena kalimat tanyanya merekat dalam diriku.
Jika ada yang mengejar, "kalimat apa maksudmu itu?"
Jawabku: "Apa tujuanmu sesungguhnya? Sesungguhnya apa tujuanmu? Ya! Apa tujuanmu?"
Jika ada yang mengejar, "Mengapa kalimat itu bisa merekat dalam dirimu?"
Jawabku, "Karena itulah esensi dari seluruh-waktuku. Itulah esensi dari perjalanan waktuku, dan dia menanggap tentang titik-sakit diriku."
Jika ada yang bertanya, jadi, apa keistemewaannya kepadaku
Jawabku, dia mengantarkanku pada tempat yang itu juga adalah tujuannya.
Jika ada yang mendesak dengan bertanya, 'tujuan apa yang kau maksud?"
Jawabku, tujuan dari segala tujuan, yakni kembali pada-Nya.
Bersama itu kami berjalan bersamanya.
2017
Selubung Dunia Kata-Kata
Bersama kesatuanku kepadamu
Aku tuliskan rangkaian kata untukmu
Menangkap diksi menjaring kata
Dalam dunia kata-kata
Mencurahkan gumpalan rasa
Atau mengeksiskan keakuanku
Melucukan sekali lagi keduniaanmu
Yang menjalin ikatan denganku
Sebab aku dibekali tanya olehmu
Diserang oleh kata-kata
Kukembalikan menjelma kata
Bersama kata aku tuliskan diriku
Meluncurkan diri kepadamu
Yang tak bersayap atau berpindah tempat
Aku datang kepadamu
Ke tempatmu yang paling sunyi dan sendiri
Jika ada yang menyaksi
Kataku, bukankah mereka sekedar menyaksi
Bersama kata aku serahkan diriku
Beginilah keakuaku, tanpamu:
Jadikah aku seperti sekarang ini?
Kiranya aku duduk dengan para penyair
Jadikan puisiku semacam ini?
Kiranya aku tak berjumpa denganmu
Jadikah puisiku semacam ini?
Bersama keakuanku yakni bersatu denganmu
Jadilah puisiku, adalah puisimu
Jadilah kataku, ya! itu katamu
Bersama dengan itu: aku matai kata-kataku
Mencari petunjuk dari diksi-diksi yang mencurah
Lewat jari-jemariku
Dan aku berpikir: inikah darimu?
Jawabku, apalah arti kalimat itu:
Kiranya puisi ini adalah petunjuk
Mengapa kusibukkan tentang siapa yang menunjukkan?
Tidak! Aku telah percaya:
Bahwa seluruh puji dikembalikan pada-Nya
Seluruh kata diserahkan kepada Dia yang menguasai semesta.
2017
MENYURAHKAN PUISI
Jika ada yang bertanya, 'mengapa kau curahkan puisi kepadanya?'
Jawabku, aku memang menyurahkan puisi padanya, tapi yang lebih kencang membaca adalah diriku, entah dirinya
Jika ada yang bertanya, 'mengapa kau tampakan diri melaluinya?'
Jawabku, aku memang selalu menunjukan diri kepadanya, apa masalahnya dengan penampakan ini, dengan puisi ini:
Puisi adalah wujud yang lain dari rahasia aku bersamanya
Puisi adalah wujud yang lain perjumpaanku dengannya
Jika kau berkata, 'apa arti sopan bagimu?'
Jawabku, sopan adalah penghindaran untuk bertemu.
Sayang, saat aku berjumpa dengannya:
Dia laksana mengebom pemikiranku, mengubah persepsi makna sopan dalam diriku
Jika kau berkata, 'apa arti puisi buatmu? Sehingga harus sampai kepadanya?'
Jawabku, 'apa artinya diriku, bagimu, sehingga kau bertanya kepadaku.'
Jika kau mendesak, 'apa arti puisimu buatmu? sehingga, harus, benar-benar sampai kepadanya?'
Jawabku, 'seperti saat aku bersamanya, yang diajak mewujudkan 'keakuanku': begitulah makna puisiku:
Menunjukan 'keberadaanku'
Menyatakan 'keadaanku'
Mengabarkan, 'Aku ini memang ada! Benar-benar ada!
aku ini penting. Benar-benar penting! ya, aku pun penting aku pikirkan"
Jika kau mengorek lebih dalam dan berkata, "Apakah sejauh ini engkau laksana tidak-ada, dan benar-benar tidak dipikirkan oleh dirimu?"
Jawabku, benar! karena itu, aku bertemu dengannya. Sebab itu, aku gembira saat bersamanya. Ya! Bersamanya aku ada."
Jika kau menggali lebih dalam dan berkata, "Sesunguhnya apa yang menjadikanmu laksana tidak-ada, dan laksana tidak penting dipikirkan oleh dirimu?"
Jawabku, "Karena aku lahir dalam serba keadaan, serba kecukupan, dan digiring ke serba kemapanan, sehingga apalah yang penting bagiku, untuk diriku sementara aku telah tercukupkan dengan seluruh apa-pun yang menyelimuti keadaanku.
Tapi ternyata, aku tidak mempunyai apa-apa
Semua itu adalah selimut buat tubuhku
Dan dia mengetahui itu
Semua itu adalah selimut buat jasadku
Dan dia mengetahui itu
Semua itu adalah baju-baju dalam akal dan hatiku
Dan aku lupa bahwa aku penting menjalankan seluruh gerak-gerikku
Membajui diriku
Menyelimuti tubuhku
Dan dia memperingatkanku, mengajarkanku, berkata penuh:
"Kau harus mementingkan dirimu! Kau penting menyelamatkan keakuanmu."
Dan jika kau bertanya ulang, “Mengapa engkau menyurahkan puisi kepadanya?”
Jawabku, aku memang menyurahkan puisi padanya, yang sebenarnya aku menyurahka puisi buat diriku.
Demikianlah kepentinganku.
2017
Belum ada Komentar untuk "PUISI-PUISI HIDAYAT TF"
Posting Komentar