Memimpikanmu: Kau Datang Mengawasi Tidurku
Kamis, 23 Februari 2017
Tambah Komentar
Seketika kau masuk di ruang kamarku—kamar yang sebenarnya bukan dari kamarku; karena kamar itu kamar yang berselambu—dan aku mengetahuimu kau berada di sampingku saat aku terbangun karena mendengar suaramu; yakni engkau sedang berbicara dengan gurumu; engkau bicara lewat trans-komunikasi (Tidak menggunakan handhphone, namun berkomunikasi—ini tentang mimpi, dan segalanya bisa terjadi, dan semuanya bergerak cepat, berirama dalam intrumen yang tidak mudah dituliskan)
Aku tentu gembira, kau datang kepadaku—atau sebenarnya aku yang berada di kelambumu, sebab kamarku tidak ada selambu; namun dalam bingkai diriku, kau berada di kamarku, seting kamarnya tetap menjadi kamarku, yang mana kitab-kitab begelatak dan menumpuk di samping tubuhku, di atas ranjang bersama diriku—
(Sebab akhir-akhir ini aku jarang berkomunikasi denganmu, jarang bertemu dengan pak guru, saya memutuskan relasi kepada orang-orang yang sebenanrya menggembirakan; berbicara langsung denganmu akhir-akhir ini terasa hampa dan engkau begitu tenang menanggapiku. Berjumpa dengan pak guru terhambat realitas dan itu membuatku payah, antara ingin datang yang ‘tertahan’; sebuah pertahanan yang aneh, bukan berarti aku tidak mau datang, kataku, memang waktunya, aku mengehentikan. Belum lagi, tentang cintaku, cinta kepada perempuan; yang laksana kandas tanpa hubungan lebih lanjut, yang mungkin karena ketergegabahanku menyatakan ‘makna’ dari ganjilnya kecintaanku. Belum lagi tekanan terhadap ‘kenyataanku’, tekanan terhadap ‘kebodohanku’, tekanan terhadap ‘keekonomian’, tentang ‘kepesimisan’ kehidupanku, dan ‘keanehan’ jalinan keduniaanku) ketika kau datang, maka laksana penghibur dan membuatku lega bukan main. Oleh karenanya, dengan segera aku rentetkan kalimat tanya kepadamu.
(Sesunguhnya dalam mimpi: kecepatan pertanyaan, laksana beriring-dengan realitas yang pernah terbaca, realitas yang pernah terjadi, hanya saja, dalam kesempatan ini, aku tumpahkan kepada dirimu, segilir yang teringat dan tercatat saat aku terbangun di pagi hari adalah)
Kenapa kau datang bersama dengan gurumu (mbah mun)?
Kenapa kau datang bersama dengan para muridnya mbah mun, yang kemudian mereka ‘menginap’ di rumahnya mbah munawir (tentanggaku), hanya kau yang masuk kamarku, dan kau yang tidur denganku, hanya kau yang bersama dengan diriku—
Namun dalam dunia mimipi, kecepatan bersama realitas dan kenangan, membaur: sebelum ini, aku mulai mematai atau berupaya mengetahui tentang pondoknya mbah mun, aku amati tamu-tamu yang datang bersinggah di pondoknya, yang itu tersiar di media sosial, tentu disana ditawarkan tentang ‘penampakan-penampakan’ muridnya; sayangnya, muridnya itu kurang jelas siapa yang turut bersamamu berkunjung ke rumahku, kecuali Bahaudin dan Adikmu. Sebab memang berkunjung ke rumahku, tapi menginap di tempatnya Mbah Munawawir—ingat, Mu-nawir—; mereka berdesak-desakan atas nama ‘munawir’.
Kemudian aku tanya:
Sudahkah berkunjung ditempatnya (Pak Guru)? Kataku.
Jawabmu: Ya! Dia memang tenang.
Selanjutnya engkau keluar, dan jasadku tertinggal—ini dunia mimpi, yang mana aku tidak mengetahui kemana dirimu pergi; yang pasti, jasadku masih tertinggal, dan salah satu personil yang datang bersamamu, memasuki kamarku dan menawarkan lagu-lagu yang mana aku tidak mengetahui deretan lagu-lagu, katanya sih bagus-bagus. Katanya sih enak-enak. Tapi bagiku, deretan lagu yang kudengar, tidak membuatku enak, tidak membuatku nyaman untuk mendengarkan. Hingga kemudian, terputarlah lagu dari Band Bip—hehe mimpi mimpi sembrawut dan tidak-karuan jelasnya; sekali pun demikian, aku gembira, karena aku melihatmu, lebih terang dan nyata dibanding memandang fotomu; lebih puas dan lega di banding memandang fotomu lama-lama.—lagu dari band adalah Sejuta Puisi. Hahaha
Begini liriknya:
Untuk 1000 puisi
Takkan cukup ungkapkan rasa cintaku dan rindu
Takkan cukup ungkapkan sayangku padamu
Walau sederhana, ku rangkai kata-kata untukmu
Walau apa adanya, kucipta puisi untukmu
Hingga kemudian, aku terbuai dalam lagu-lagu, sampai tidak sadarkan diri, sampai-sampai engkau memegang diriku sambil berkata santai: bangun.
Dan ternyata, yang kulihat adalah ibuku.
Aku tersenyum, lantas mengamati benar-benar tentang ibuku, maka teringatlah sebuah peristiwa, di saat kita bertemu; jalan utamanya adalah ibuku; andaikata dulu ibuku tidak memberikanku oleh-oleh yang itu untukmu, tentu kita tidak akan bertemu.
Lebih dari itu: oh duniaku, ini, dunia macam apa ini? dunia sarat tentang mimpi, dunia tentang jaringan, dunia tentang sesuatu yang itu tidak-realistis namun terpikiran olehku, dan lebat dalam pemikiranku: oh duniaku, terkesan lucu dan aneh, terkesan aneh yang nyata. Terkesan tidak berguna, tapi aku butuhkan, Karena itu mengelebet dalam diriku, laksana mengerat dalam pemikiranku. Oalah duniaku, terkesan misteri buatku. hehe
Untuk mengakhiri tulisanku: maka kataku, yang menjadi kegembiraan adalah karena aku bertemu denganmu, dan kau yang mengunjungiku. Hehe (dikunjungi lewat mimpi saja ‘kok’ ya gembira banget, padahal kalau ‘kenyataan’ terakhir kau melempem bersamanya. Padahal banyak orang yang menjalin secara nyata juga biasa, ealah dikunjungi mimpi saja ‘kok’ ya gembiranya bukan main.)
Jawabku, sebab dalam mimpi maka terspesialkan dalam dunia-ku, yang mana aku aku tidak sekedar menerima tentang proses mimpi; laksana sebuah realitas yang cepat, padat, dan simpel, namun dalam kurun waktunya, tidak sesimpel kalau dikatakan simpel. Yang pasti itu membuatku gembira dan senang.
Katamu, begitu kamu gembira dan senang!
Jawabku, ya!
Katamu, begitu kamu gembira dan bahagia!
Jawabku, ya! Bukankah rumus gembira, bahagia, senang, puas dan lain sebagianya adalah mudah. Tapi durasi waktu, perjalanan-realitas itulah yang menjadikan manusia harus terus menerus mengisi sesuatu untuk ‘gembiraan yang baru’ bahagia yang baru, senang yang baru, puas yang baru. Sudah, begitu saja: intinya: aku bertemu dengannya, layaknya realitas dan itu aku gembira.
2017
Takkan cukup ungkapkan rasa cintaku dan rindu
Takkan cukup ungkapkan sayangku padamu
Walau sederhana, ku rangkai kata-kata untukmu
Walau apa adanya, kucipta puisi untukmu
Hingga kemudian, aku terbuai dalam lagu-lagu, sampai tidak sadarkan diri, sampai-sampai engkau memegang diriku sambil berkata santai: bangun.
Dan ternyata, yang kulihat adalah ibuku.
Aku tersenyum, lantas mengamati benar-benar tentang ibuku, maka teringatlah sebuah peristiwa, di saat kita bertemu; jalan utamanya adalah ibuku; andaikata dulu ibuku tidak memberikanku oleh-oleh yang itu untukmu, tentu kita tidak akan bertemu.
Lebih dari itu: oh duniaku, ini, dunia macam apa ini? dunia sarat tentang mimpi, dunia tentang jaringan, dunia tentang sesuatu yang itu tidak-realistis namun terpikiran olehku, dan lebat dalam pemikiranku: oh duniaku, terkesan lucu dan aneh, terkesan aneh yang nyata. Terkesan tidak berguna, tapi aku butuhkan, Karena itu mengelebet dalam diriku, laksana mengerat dalam pemikiranku. Oalah duniaku, terkesan misteri buatku. hehe
Untuk mengakhiri tulisanku: maka kataku, yang menjadi kegembiraan adalah karena aku bertemu denganmu, dan kau yang mengunjungiku. Hehe (dikunjungi lewat mimpi saja ‘kok’ ya gembira banget, padahal kalau ‘kenyataan’ terakhir kau melempem bersamanya. Padahal banyak orang yang menjalin secara nyata juga biasa, ealah dikunjungi mimpi saja ‘kok’ ya gembiranya bukan main.)
Jawabku, sebab dalam mimpi maka terspesialkan dalam dunia-ku, yang mana aku aku tidak sekedar menerima tentang proses mimpi; laksana sebuah realitas yang cepat, padat, dan simpel, namun dalam kurun waktunya, tidak sesimpel kalau dikatakan simpel. Yang pasti itu membuatku gembira dan senang.
Katamu, begitu kamu gembira dan senang!
Jawabku, ya!
Katamu, begitu kamu gembira dan bahagia!
Jawabku, ya! Bukankah rumus gembira, bahagia, senang, puas dan lain sebagianya adalah mudah. Tapi durasi waktu, perjalanan-realitas itulah yang menjadikan manusia harus terus menerus mengisi sesuatu untuk ‘gembiraan yang baru’ bahagia yang baru, senang yang baru, puas yang baru. Sudah, begitu saja: intinya: aku bertemu dengannya, layaknya realitas dan itu aku gembira.
2017
Belum ada Komentar untuk "Memimpikanmu: Kau Datang Mengawasi Tidurku "
Posting Komentar