NGAJI MABADI FIKIH: Esensi Pembacaan Dalam Al-fatihah dan Suratan Dalam Al-Quran





Membaca apa setelah iftitah?

Yakni, membaca Al-Fatihah dan membaca Surat dalam Al-Quran kemudian rukuk.

Diingatkan kembali, bahwa tatkala shalat, menggunakan madhab imam syafi’I setelah membaca doa pembukaan (iftitah) dilanjutkan dengan membaca surat al-fatihah dan surat dalam al-quran, dan kajian kali ini tentunya berkenan dengan praktek ibadah. hal yang praktis, yang sebenarnya telah kita ketahui, telah kita lakasanakan, terlebih lagi, bahwa kitab mabadi fikih ini teruntuk kelas pemula, tekhusus buat anak-anak, dalam memahami agama islam. Namun, karena kitab ini diterangkan langsung, maka ‘prosesnya’ dijelaskan ‘secara’ lambat. Yang bertujuan, mengingatkan kembali, tentang pengetahuan yang nempel pada diri kita. Ringkasnya, tatkala membaca iftitah, maka membaca al-fatihah dan selanjutnya, membaca sebagian surat dalam al-quran.

Sekarang, kalau kita benar-benar mengikuti madhab imam syafi’I, maka setelah takbiratul ihram, membaca iftitah lalu alfatihah dan sebagian surat, oleh karenanya, tatkala shalat, baiknya jangan terburu-buru; persiapkan matang-matang untuk menjalankan shalat, caranya, ya kita harus memenjemen waktu, harus mengendalikan waktu, harus mempunyai waktu, dan jangan lalaikan bahwa ada ‘kewajiban’ yang harus ditunaikan.

Sesungguhnya, kalau kita telah ‘merasakan’ bahwa ibadah adalah kewajiban, yakni ibadah layaknya tatkala kita lapar maka makan, maka ‘kewajiban’ adalah sesuatu keharusan yang harus ditunaikan, sayangnya untuk ‘mendapatkan’ hal tersebut tidaklah gampang. Pernah saya tanyakan kepada imam masjid:

Kataku, sudahkah engkau mendapatkan kelezatan dalam ibadah? Artinya, ibadah selayaknya engkau lapar. Selayaknya hewan yang membutuhkan makanan. Sebab saya menjalani ibadah laksana sebuah tekanan dan ‘keharusan’ yang terdukung oleh lingkungan atau opini lingkungan untuk menjalankan sesuatu yang disebut ‘kewajiban’

Jawabnya, dia terdiam. Merundukan kepala. Tersenyum. Lalu menggeleng pelan.

Selanjutnya kalau dipikir-pikir ulang, maka untuk mendapatkan itu adalah proses, secara terus menerus dan memupukkan pengetahuan terhadap sesuatu yang disebut dengan keimanan, berserta kemapanan terhadap eksistensi kemanusiaan. yang pasti, untuk mendapatkan ‘kelezatan’, kita harus ‘memahami’ apa itu lezat makanan? Namun dalam keilmuan islam, kelezatan yang seperti apa?

Jawabku, kalau kita senantiasa ‘mengontrol’ waktu untuk ibadah, maka disitulah sudah mendapatkan ‘kelezatan’ dalam ibadah, soal tambahan rasa terhadap ibadahnya, itu perkara lain. Ringkas kata, jangan diperibatkan dengan ‘diksi’ lezat, yang pasti, kita harus melaksanakan ‘sesuatu’ yang diwajibkan. Begitu ya..

Kembali ke kitab.

Membaca al-fatihah, karena ini kitab fikih, maka harus membaca al-fatihah, soal membaca; mari kita bahas: Apakah yang dimaksud dengan membaca? Sejauh ini, apa yang kita tangkap dengan istilah membaca? Membaca dalam hati, membaca yang dipelankan, membaca yang digremengkan, membaca yang di suara keraskan. Itulah respon yang kita tangkap terhadap sesuatu yang dibaca. Yang pasti, sesuatu yang dibaca adalah surat al-fatihah. Harus ada surat al-fatihah, dan itu bertekskan bahasa arab. Harus menggunakan bahasa arab: sekarang penting mana ‘makna’ atau ‘teks’? Jawabku—seperti yang telah saya uraikan; dalam agama islam— teks didahulukan.

Ketika teks telah diketahui, dari itu, kita penting belajar sekali lagi untuk memahami teks, yang lamat-lamat, teks tersebut harus didayakan untuk mengetahui ‘makna’ dari teks. tujuan memahami teks, tentunya supaya kita ‘mengetahui’ apa yang kita utarakan. Kita mengetahui apa yang kita bacakan. Begitu ya…

Selanjutnya, membaca surat dalam Al-Qur’an.

Memang, Al-fatihah adaah bagian surat dalam al-quran, namun maksudnya disini adalah suratan selain al-fatihah. Kenapa? Karena memang telah diajarkannya begitu. Kalau diselidiki lebih lanjut, maka bisa ketemu begini

Surat al-fatihah adalah titik tekannya berkaitan dengan pensyukuran atau permintaan hal global kaum muslimin—hal itu saya sandarkan kepada awal surat dan akhir surat; yakni permintaan global sebagaimana orang-orang yang terdahulu. Fungsi utamanya, doa global. Sementara suratan yang lain, taruklah suratan dalam juz amma, misalnya, bacaan suratan an-nasr, maka kepentingan ‘pendengar’ atau tujuan dari pembacaan adalah tentang pertolongan, yang mana hal tersebut lebih spesifik dibanding suratan al-fatihah yang global tersebut.

Selain itu, kita, akan berkutat ketat terhadap ‘pertahanan’ atau ‘penjagaan’ Al-Quran, sebab setiap muslim, ditutut untuk hafal secara teks, gunanya, yang paling utama, menjalankan ibadah shalat. Dengan itu, secara otomatis, kita dianjur-wajibkan menghafalkan al-quran.

Ringkat kata, apa yang kita kaji ini adalah lebih mengingatkan tentang apa yang telah kita ketahui, yang intinya: setelah membaca doa iftitah selanjutnya membaca al-fatihah lalu suratan dalam al-quran.

Rabbi zidni ‘ilma warzukni fahma. Rabbana latuzihg qulu bana ba’da idhadaitana wahablana milladunka rahmah innaka antal wahab. Amin.

Belum ada Komentar untuk "NGAJI MABADI FIKIH: Esensi Pembacaan Dalam Al-fatihah dan Suratan Dalam Al-Quran "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel