Nasihat: Keadaan Hati Muslim: Zamanlah yang Membedakan






Taufik, keadaan hati setiap muslim itu berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Setiap zaman, pastilah berbeda keadaannya; jangan kau samakan keadaanmu dengan orang-orang yang itu bukan pada zamanmu; zamanmu, tentu itulah ‘proses-proses’ keadaanmu.

Bukankah zamanmu adalah zamannya informasi dan pengetahuan yang telah mbelarah dan manusia menjadi berkeahlian ‘spesial’-‘spesial’, dan zamanmu dibutuhkan ‘perakuan’ dan sikap materialistic yang kuat, demi tujuan menyelaraskan zamannya; menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan pokoknya, dan sekarang, kebutuhan pokok bukan hanya sekedar:

Makanan

Pakaian

Rumah.

Bukan sekedar itu, taufik, tapi ada juga kebutuhan pokok yang lain, yakni: Hiburan. Jangan anggap remeh tentang hal yang disebut hiburan itu, sungguh, di masa ini hiburan pun menjadi ‘kebutuhan’ pokok, sebabnya, karena semakin banyaknya-informasi, orang-orang bingung memilih informasi.

Semakin banyak perakuan diri, orang-orang semakin mengakukan-dirinya,

Semakin banyak yang bersikap materialistic, orang-orang pun turut serta.

Kalau tidak seperti itu, maka menjadi budak dan suruhan ke sana-kemari, selain itu, di dalam diri, akan tertarik dan merasa ‘ngiler’ ingin memiliki namun tertahan karena tidak mempunyai, alasannya, karena hal itu mengganggu ‘kebutuhan-individu’ yakni ketenangan diri:

Bukankah yang kau maksud ketenangan diri, adalah bahwa tidak ada apa-apa kecuali-Nya, dan hatimu puas dengan apa-apa yang telah ditakdirkan oleh-Nya?

Namun zaman sekarang, tatkala kamu tidak mampu menyesuaikan zamanmu; mempunyai technology canggih, kendaraan, media, televise, internet, maka diam-diam dirimu tertarik dengan itu dan kemudian hari mengatakan: oh dengan adanya itu, sungguh itu mempermudah pengetahuan!

Jawabanku, kamu laksana keluar dari goa, layaknya para ashabul-kahfi, yang tertakjub dengan kehidupan; begitulah kehidupan, Fik, kita tidak bisa menghelak dari proses ‘majunya’ zaman.

Zaman abasiah adalah contohmu, tancapkan, itu dalam kening dan hatimu, zaman abbasiah—saat umat islam telah merdeka kedudukannya, maka yang incar selanjutnya adalah tentang ekonominya (ini di masa Harun Ar-Rasyid) selanjutnya,tatkala ekonomi telah mampan, maka yang diincar adalah pengetahuannya (ini masa Al-Makmun); di sini, ilmu islam meroket dan sibuk dengan keilmuannya, orang-orang sibuk dengan sesuatu yang disebut ilmu. Kesibukan ilmu terjadi, karena tidak ada dorongan selain untuk itu, dengan kata lain, banyak umat yang menganggur, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk berpikir dan merenung, wal-hasil, untuk mengikat yang dipikirkan lagi direnungkan, maka mereka menuliskan kitab-kitab, mereka mengajarkan, maka melesatlah aliran ajaran-ajarannya.

Sekarang, mari dipersempit tentang keadaan hati, yakni hatimu, yang engkau hidup di zaman technology juga informasi, juga hiburan:

Jika kau nilai keadaan hatimu menurut ilmu keislaman, maka keadaanmu disebut masih ‘galau’ terhadap status ‘keduniaanmu’ dan status ‘keilmuanmu’. Cara mengobatinya, maka kencangkan duniamu dan kencangkan keilmuanmu. Soal ilmu: maka engkau harus terus melatih ilmu penampakan dan ilmu yang tidak Nampak (yakni, pemikiran), karena bagi umat islam, ilmu yang tidak Nampak (ilmu kegaiban) itu penting, sangat penting: sebab, iman itu adalah sesuatu yang gaib namun ada, Taufik.

Zaman boleh saja berkembang, melesat, melejit, menyerbu, tapi keadaan hati tetaplah keadaan hati yang dipengarugi oleh zamannya. Karenanya, jangan begitu terpancing dengan hal-hal luar yang menggoda sesuatu yang engkau kejar. Jadilah egois—karena pada dasarnya, manusia memang mahluk yang egois—yang sosialis: tapi tetapkan arah sosialmu pada ranah-ranah agama: sungguh untuk saat ini, itulah yang harus kau pentingkan, menjadi sosialis dalam ranah ‘keagamaan’: bukankah engkau mengetahui tentang keindahan yang ditawarkan agama? Terlebih lagi, ilmu dasarmu belum kuat: apa itu ilmu dasarmu? Yakni kebutuhan pokokmu: sandang, pangan, dan papan, juga keilmuan dasar, untuk membutuhi dirimu.

Giringkan ‘keegoisanmu’ pada ranah keilmuan—zaman sekarang, menuntut orang untuk menjadi spesialis-spesialis, walau pada dasarnya, dan engkau mengetahui, bahwa untuk menjadi spesialis dibutuhkan ‘keumuman’ sebagai syarat menjadi spesialis. Kencangkan, ilmu keumumanmu, setelah itu, secara otomatis, engkau pasti akan memilih sesuatu yang kelak orang-orang akan menyebutnya dengan spesialis. Begitu ya…

2017

Belum ada Komentar untuk " Nasihat: Keadaan Hati Muslim: Zamanlah yang Membedakan "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel