Kanjeng Nabi Muhammad-



Kanjeng Nabi Muhammad-- Bukankah kau mengetahui sifat-sifat kanjeng nabi Muhammad? Apakah sudah benar-benar kau tunaikan kepersifatannya itu? oh sesungguhnya makna ‘mengetahui’ dari kata-katamu. Jangan-jangan ‘mengetahuimu’ itu sekedaran bahwa kau mengetahui, sekedaran angin lalu bagi pemikiranmu. semestinya kau menjalankan itu—ah dasar, yang bebal akalnya---, bukankah beliau ialah panutanmu. Sesungguhnya apa makna ‘panutan’, Taufik? Jangan-jangan kau tidak benar-benar mengikuti kanjeng nabi Muhammad, terlebih khusus pada sifatnya itu.



Kau tahu sifat beliau jujur: jadi, sudah berapakah kebohongan yang kau tunaikan, Taufik? 

Kau tahu sifat beliau amanah, jadi sudah berapakah pelanggaran yang kau tunaikan, Taufik?



Atau bersama dengan data-pengetahuanmu, pembacaan-pembacaanmu pada teks-teks, menjadikan dirimu berupaya untuk menentangnya, yang itu secara perlahan-lahan, dan pelan. Ah tidakkah kau merasa diawasi, Taufik? memangnya sejak kapan kau lepas dari pengasawan, Taufik? atau kau merasa bangga diri, bahwa kau orang yang berpengetahuan lalu bersamaan dengan itu, kau bersiap-siap untuk menentang data pengetahuanmu.



Atau, bersamaan dengan data pengetahuanmu, kau mempunyai kesempatan untuk melanggar apa yang kau tahu itu. maka sekarang, kembalilah mengingat kanjeng nabi Muhammad: mengingat dalam arti, bukan Cuma sekedar mengingat doang, Taufik. namun juga menjalankan sebagaimana data-data yang kamu terima itu. bukankah ilmu-praktis-islam itu tidak payah-payah amat? Dan bukankah pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran kanjeng nabi Muhammad, seringkali hal-hal sederhana pada kehidupan, Taufik? 



Begini saja, andaikan kau berani jujur—hehehe sebuah istilah yang kayaknya mudah, tapi untuk di zaman seperti ini, pastilah kepayahan dan kesukaran, namun begitulah yang terjadi pada kanjeng nabi Muhammad: jujur, jujur, dan jujur. Dan syarat kau jujur itu, tentu dengan kata-kata.—pastilah hebat. super hebat. hehe 



Lha sekarang, bagaimana denganmu, Taufik? yang gemar menulis, yang menuangkan kata-kata. maka dari itu, kejujuran bagimu ialah samar-samar, bukankah begitu, Taufik? bukankah di zaman seperti seakrang ini, banyak orang yang sibuk dengan kata-kata, dan pastinya dituntut untuk berkata-kata:



Entah itu secara tekstual, maupun secara ucapan. Sementara kanjeng nabi Muhammad, jujur dalam berkata secara ucapan.



Namun zaman telah terjadi, sekarang, orang-orang tertuntut untuk menulis dan menulis. Orang-orang diajarkan menulis-ini-itu di sekolahan dan kata-kata bertebaran di mana-mana. Apakah setiap kata yang bertebar itu tidak jujur? Renungkalah Taufik, ingatlah, kau pelajar hermenetik, kau pelajar filsafat, yang disana ada kajian analisis teks. sementara di zaman kanjeng Nabi, tahun 600 masehi, manusia belum begitu uplek terhadap kata-kata atau tekstual. Kecuali di beberapa tempat yang telah ada pengetahuan tekstual. Ingat juga, bahwa Mekah, waktu itu: suatu tempat yang kurang peradaban, suatu tempat yang ‘tertinggal’ keberadabannya dibanding tempat-tempat yang lain: sebutlah romawi, mesir, yunani, india, dan cina.



Dan untuk lebih praktis, Taufik, saranku: 



Tetaplah tunaikan apa-apa yang kanjeng nabi ajarkan itu—kau mampu membaca al-quran, kau mampu membaca hadist, dan kau mampu membaca teks-teks, kamu mampu membaca—semampu dayamu, tunaikanlah. Jangan diberat-beratkan: lihatlah secara total kanjeng nabi Muhammad: ingat, selain utusan Allah, beliau itu orang yang bijak, Taufik.





2017

Belum ada Komentar untuk "Kanjeng Nabi Muhammad-"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel