Pengertian Filsafat
Jumat, 29 Desember 2017
Tambah Komentar
Saya akan mencoba menuruti ‘perkembangan’ zaman, yakni zamannya referensi. Kali ini saya akan membahas tentang pengertian filsafat. Maksudnya upaya untuk mengerti. Pengertian itu, akar katanya tentu arti. Diumbuhi pe dan di akhiran dengan an. Tujuan kata itu tentu bermaksud: sebagai kata petunjuk untuk yang di artikan. Yakni filsafat.
Dan kali ini, tawaran referensi yang saya paparkan ialah buku Prof. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum dengan sub judul Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra. Lalu buku filsafat umum, Dr. Zaprulkan, dengan sub judul sebuah pendekatan tematik.
Di era yang praktis ini, tentu pendahuluan yang telah saya paparkan laksana tidak berguna. Sebab orang-orang terburu ingin mengetahui tentang pengertian filsafat. Maka mari kita buka itu dengan:
Pengertian Filsafat
(Ahmad Tafsir: 9) Poedjawijatna (1974:1) menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari Yunani. Kata Yunaninya ialah philosophia. Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan Sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dank arena itu lalau berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi, menurut namanya saja filafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijaksanaan.
Zaprulkan (2012: 3) menyatakan bahwa secara historis-sosiologis, istilah filsafat berasal dari Yunani, philosophia. Philo berarti cinta, dan Sophia berarti kebijaksanaan (yang mencakup pengetahuan, keterampilan, pengalaman, intelegensi). Jadi filsafat berarti mencintai kebijaksanaan; the love and pursuit of wisdom.
Begitulah kata dasar dari filsafat. Yang kalau ditelusuri lebih jauh tentnag definisi satuan kata tentang filafat pada buku-buku yang itu bersifat filsafat umum. Atau kajian khusus filsafat, pastilah bakal menemukan arti-arti tersebut.
Arti-arti tersebut, buat kalangan filsafat (pelajar filsafat atau pegiat filsafat) sudah sangat sering, hanya saja, ketika keluar dari kalangan filsafat, kesan dari filsafat terkesan kesan yang aneh dan bahkan negative, apalagi di Indonesia, yang mayoritas muslim: anggapan ini buruk, sebab tokoh yang sering digemari dan sering dikaji, Imam Ghozali mengecam tentang filsafat. Jangan artikan kata kecam disini begitu sangat buruk. Yang pasti, bahwa filsafat itu kurang baik. Baik dalam arti , tentang pemikirannya. Hal itu juga disampaikan oleh tokoh islam lain, Ibnu Khaldun; namun pengaruh Imam Ghozali, yang mendarah daging (Agaknya begitu: sebab di setiap pesantren, yangmana tingkat tinggi, atau kelas yang tinggi baru diajari tentang pemikiran Imam Ghozali) sebabnya lagi, latar belakang manusia Indonesia sarat dengan ‘rasa’, dan filsafat itu kelas permaianannya sarat dengan rasio. Sarat dengan akal. Dari dasar itu, tentu saja: ketidak-cocokan bakal terjadi.
Selanjutnya, bagaimana kata filsafat itu muncul. Zaprulkan (2012: 4) menyampaikan bahwa menurut tradisi filafat yang tua, konon istilah Yunani Philosophia digunakan Phythagoras untuk menyebut gerak pencarian akan kebijaksanaan dan kebenaran yang bisa dilakukan manusia. Kebijaksanaan dan kebenaran yang bisa sempurna hanya ada pada ilahi, sementara manusia yang terbatas sudah merasa puas dengan menegaskan diri sebagai pencinta dan bukan pemilik kebijaksanaan dan kebenaran utuh. Dengan akal budinya, manusia hanya mampu mendekatkan diri keapda kebenaran utuh. Ia tidak akan pernah meraihnya secara lengkap dan sempurna satu kali untuk selamanya.
Dengan ungkapan begitu, maka di sini sudah digiring juga terhadap pengertian filsafat. Sekali pun sebenarnya juga, kalau menurut saya, pengertian yang menyeluruh dari filsafat, dikembalikan pada kata dasarnya. Philo dan Sophia.
Itu sebabnya, kemudian (Zaprulkan: 2013; 5) menyampaikan bahwa filsafat merupakan sebuah kegiatan pencarian dan petualangan tanpa henti mengenai makna kebijaksanaan dan kebenaran dalam pentas kehidupan, baik tentang Tuhan Sang Pencipta, eksistensi dan tujuan hidup manusia, maupun realitas alam semesta.
Dan menurut (Fu Yu lang: 2007; 2) menyampaikan bahwa filsafat adalah pemikiran yang sistematik, reflektif tentang kehidupan. Setiap orang yang belum mati tentu saja masih hidup. Tetapi tidak banyak orang yang yang berpikir secara reflektif tentang kehidupan, dan lebih sedikit lagi rang yang berpikir reflektif sekaligsu sistematik. Seorang filsuf harus berfilsafat, maksudnya, ia harus berpikir secara reflektif tentang kehidupan, dan kemudian mengungkapkan pemikirannya itu secara sistematis.
Begitulah kata Fu Yu Lang, dalam bukunya filsafat cina. Saya sebutkan, di atas supaya lebih menegaskan bahwa definisi yang berbeda dari filsafat seringkali membuat para pelajar filsafat kepayahan sendiri menentukan definisi filsafat; atau pengertian filsafat, itu sebabnya harus kembali ke akar katanya. Itu saran saya. Namun untuk lebih mengungkapkan makna filsafat dari Fu Yu Lang, akan saya tambahi lagi. Dia menambahkan:
Jenis pemikiran ini disebut reflektif karena mengambil kehidupan sebagai objeknya. Teori tentang kehidupan, teori tentang alam semesta dan teori tentang pengetahuan semuanya muncul dari corak pemikiran ini. teori tentang alam semesta muncul karena alam semesta adalah latar belakang (background) kehidupan—panggung yang di atasnya drama kehidupan kehidupan berlangsung. Teori tentang pengetahuan muncul karena pemikiran merupakan pengetahuan itu sendiri. Menurut sejumlah filsuf barat, supaya dapat berpikir, pertama kali kita harus menemukan apa yang dapat kita pikirkan; artinya, sebelum kita mulai berpikir tentang kehidupan, pertama kali kita harus ‘berpikir tentang pemikiran kita’. Teori-teori semacam itu seluruhnya adalah hasil pemikiran filsafat. (Fu Yu Lang: 2007; 2)
Dan untuk menutup perjumpaan ini (anggap saja sebuah perjumpaan), maka saya akan menutup dengan mengikuti Stephen Palmquist, pada buku Pohon filsafat, yang ia awali dengan mempertanyakan filsafat, dan setelah menguraikan berbab-bab kemudian, pada akhirnya dia mempertanyakan lagi tentang: apa itu filsafat?
Jawabnya, barangkali itu karena semua manusia yang berpikir mempunyai filsafat tentang sesuatu, meskipun banyak yang tak mau repot-repot melakukannya dengan secermat-cermatnya. Masalahnya adalah bahwa kebanyakan orang tak pernah melampaui tahap ‘filsafat saya’. Dengan kata lain, walau pun banyak, kalau bukan kebanyakan, orang telah membangun sudut pandang filosofis khas bagi mereka sendiri, sangat sedikit orang yang sungguh-sungguh berusaha memperluas sudut pandang pribadi sedemikian rupa sehingga bisa diakui telah memiliki jangkauan penerapan yang sah yang melampaui opini pribadi mereka. Namun tahap ini amat penting jika kita pernah memahami hakiki filsafat. Filafat saya harus melampaui ‘filsafat saya’ dan harus menjadi filsafat sebelum saya bisa dengan benar berkata, ‘Saya seorang filsuf’.
Belum ada Komentar untuk "Pengertian Filsafat"
Posting Komentar