Kiai Desa





Sesungguhnya apa kepentinganmu dengan mengungkapkan tentang Kiai Desa, mengupyek-upyek tentang sejarah Desa. Ya, sesungguhnya apa kepentinganmu? Apa yang hendak kau capai dengan mengungkapkan hal tersebut?


Jawabku, aku mempunyai daya untuk mengungkapkan itu. Mempunyai jari jemari untuk mengungkapkan itu.


Baiklah kalau begitu, namun pertanyaanku, untuk apa kau mengungkapkan itu? Tujuannya untuk apa, sehingga kau ungkapkan perihal status Kiai Desa?


Jawabku, sesungguhnya ini untuk ketenangan jiwaku (gayane ketenangan jiwa), untuk ketenangan pemikiranku. Alih-alih membicarakan tentang kiai desa, padahal ada besitan, bahwa bagaimana dengan Kiai Desa: tatkala orang-orang mengetahui Kiai Desa, maka orang-orang tentu akan bekerja sama perihal nama yang disematkan itu: Kiai Desa. Namun, alasanku mengungkapakan ini, pertama, untuk mengetahuai tentang kiai desa.

Apa itu kiai desa?

Mengapa disebut dengan kiai desa?

Apa tugasnya dari kiai desa?



KIAI DESA
Study Kasus Di Desa Wargomulyo



Kiai Desa adalah seorang yang berpengetahuan agama, yang itu berada di desa.

Yang dimaksud dengan berpengetahuan agama ialah setidaknya 'mengetahui' tentang agama.

Mengapa di sebut Kiai Desa? Jawabnya, karena beliau berada di desa. Dan ada 'hubungan' antara desa dan kiai. Kiai yang distatuskan oleh orang-orang desa, itu sebabnya namanya menjadi Kiai-Desa.

Sejarah awalnya, tentu, tentang penarikan Mbah Ibnu dari jawa ke Lampung (tepatnya, dari Kabupaten Metro ke desa Wargomulyo). Mbah Ibnu (Orang-orang sering menyebut: Mbah Benu) itu orang yang berpengetahuan agama--secara spesifik saya tidak mengetahui secara pasti apa kehebatan Mbah Ibnu tentang agama: tentangkah Tafsirnya, Tentangkah Fikihnya, atau tentang yang lainnya-- yang tiba di Desa Wargomulyo laksana memangku Masjid. Maksudnya memangku masjid ialah beliau bertempat tinggal di sekitar masjid, tepatnya, di depan Masjid. Lalu beliau menjadi imam sekaligus mengajari agama islam di Masjid atau di rumahnya. Dengan begitu, beliau bersibuk pada keislaman, bersamaan dengan itu beliau disebut dengan Kiai Desa.

Alasannya, karena masjid itu Masjid pusat di Desa. Alasan masjid pusat, karena keberadaannya berada di pusat keramaian desa. Lebih-lebih, dahulu kala (Sekitar tahun 1960 Masehi) status desa belum ramai benar. Karena itu Masjid, tentu saja, orang-orang datang ke Masjid menunaikan shalat, khususnya shalat jumat.

Terlebih lagi, alasan beliau menjadi Kiai Desa, karena beliau ditarik dari 'lurah' yang itu dengan dana (dana desa) yakni orang menjual tanah lapang (lapangan) untuk mengambil beliau. Lalu beliau di garapi sawah, Bengkok? (Soal bengkok desa, saya kurang mengetahui secara pasti berkaitan dengan urusan Pak Yai): yang pasti, dari Pak Kiai dapat 'jatah' untuk garapan sawah. Itulah awalnya.

Itulah kejadian awal, keberadaan Kiai Desa: pekerjaannya, sawah, karena rata-rata di era (Sekitaran 1940-1950 Masehi) masih berkutat ketat perihal kesawahan. Berkutat ketat pada pertanian, itulah yang terjadi di Desa Wargomulyo. Sekali pun di tahun itu, di Jakarta mulai agak maju (Alasannya, tentu karena orang-orang Eropa telah bersinggah; tentu saja, membawa alat-alat modern, seperti radio, sepeda motor, bahkan televisi dan juga alat-alat teknology lainnya.)

Mbah Benu juga bertani, ke sawah, kotor-kotoran, kecehan, lendut-lendutan, dan kalau waktunya shalat, maka pulang, menunaikan shalat. Waktunya mengajar, maka mengajar. Konon, (Saya diceritakan, lupa siapa yang menceritakan) bahwa dulu di sampingnya atau belakangnya Pak Lurah Sanusi, ada Madrasah dan Mbah Benu ngajar di sana juga. Kemudian, Madrasah pindah ke samping masjid, Mbah Benu ngajar juga. Selain itu, Mbah Benu kalau malam juga mengajar mengaji, mengajari alip-bak-tak dan paginya mengajari kitab. Itulah kiai desa wargomulyo, Mbah Benu.

Tapi itu masa lalu, masa yang telah berlalu. waktu yang telah terjadi. dan kita tidak bisa mengembalikan waktu yang telah terjadi. Faktanya, mbah benu telah tiada. Namun, status kiai desa, tidak pernah (atau memang bakal menjadi menjadi) hilang begitu saja: ada yang mengganti, ada yang meneruskan, yang itu mempunyai gelar: Kiai Desa. Demikian.

**

Ah Taufik… taufik… sibuk sekali memikiran hal itu, orang-orang di desamu juga mengetahui itu kok fik.

Kataku, kalau orang mengetahui, harusnya ada jalinan antara kiai dan desa. Ada interaksi antara kiai dan desa. Tujuan dari interaksi ialah begini: umamnya kiai ialah rakyatnya pak lurah. Rakyat itu butuh ketenangan jiwa (atau batin) dan obatnya tentu ada pak Kiai, selanjutnya Rakyat juga butuh ketenangan raga (kerja) dan obatnya tentu dari pihak lurah. Lurah yang mengarahkan atau setidaknya perhatian penuh dengan rakyat.



Alah Taufik… Taufik… sibuk sekali dengan hal itu, lihatlah dirimu. Compang-camping pemikiranmu. Lebih baik, sibukkan saja pada dirimu: selamatkan dirimu, pada api Neraka atau ganasnya api (materi) dunia. Begitu saja, Fik. Hidup seimbang. Begitu, Fik. Toh kamu bagi desamu adalah apa? Apem? Lemper?, toh kamu bagi desamu, tentang agama, itu berperan sebagai apa? Sekedar jamaah lho, Fik. Sekedar jamaah saja, gayamu terlalu berpikir tentang itu. Saranku: jadilah jamaah yang baik yo, Fik.


Belum ada Komentar untuk " Kiai Desa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel