Sayyid Qutb Memikirkan Negara
Rabu, 13 Desember 2017
Tambah Komentar
Saya akan berusaha mencari tahu, bagaimana sosok Sayyid Qubt ini mulai berkecimpung atas nama politik negara, atau bahasa lainnya, Sayyid Qutb memikirkan Negara. Atau menjadi salah satu manusia yang berperan pada negara, sampai-sampai dia harus di hukum atas nama negara, dan bahkan beliau berakhir di tiang gantungan. Artinya beliau di hukum mati.
(Dan data-data barusan itu, saya dapatkan dari membaca, membaca sumber-sumber yang berserakan pada teks-teks, pada tulisan-tulisan yang ada di internet, lalu saya mendownload dan saya baca-baca. Membaca tentang beliau, membaca lewat teks-teks. Pembacaanku beragam, namun identik dengan jurnal atau pun skipsi atas nama beliau. Artinya, teks yang membahas tentang beliau; bahkan teks-teks yang itu dari beliau –arti dari beliau yakni teks yang dibuat oleh beliau, lalu ada yang menerjemahkan dan saya membaca itu; walau pun belum sempurna, walaupun belum total, setidaknya telah saya baca-
Ketika beliau sampai di hukum mati oleh negaranya, Mesir, pastilah beliau ‘mempunyai’ sesuatu yang itu berkaitan atau berhubungan dengan negara. Atau bahkan mungkin beliau mencita-citakan suatu negara, yang itu tidak terjadi pada saat beliau hidup.
Yang jelas, sekarang, saya berusaha untuk memahami bagaimana beliau, Sayyid Qutb (julukannya mungkin yang lebih terhormat, buat orang indonesia: Kiai Sayyid Qutb) memikirkan Negara.
Dengan dasar: alat apa yang menjadikan beliau memikirkan negara? Jawabanku, tentu karena beliau menulis. Sebagaimana yang sudah sering baca, bahwa beliau itu menulis, yang awalnya pada majalah-majalah atau telah menulis bergenre sastra, lalu beliau menjadi orang-akademisi dan bekerja pada instansi pemerintahan dan menjawab sebagai menteri pendidikan (mungkin tentang menteri pendidikan) lalu beliau study banding di Amerika dan setelah itu beliau menulis tentang penglihatan Amerikanya dan ditulis ‘mungkin’ dengan gaya sastra.
Begini. Biasanya orang sastra itu, menyukai renungan yang mendalam, dan berasaskan tentang kemanusiaan, keadilan, kebebasan serta kemerdekaan, atau bahkan berupaya mengungkapkan dirinya lewat tulisan, atau bahkan mencari dirinya lewat sastra—ini pun pengalaman saya sebagai penulis. Artinya, kegiatanku yang menulis--
Dan setelah melihat Amerika—tentu ini pertemuan dari arah Timur (mesir) dan Barat (Amerika)—beliau melihat kekuatan terbesar untuk orang Timur, harus menjadi orang Timur. Janganlah orang timur menjadi barat, karena orang timur mempunyai karakteristik dan gaya yang berbeda dengan orang barat--lebih-lebih keberadaan Sayyid Qutb itu di masa globalisasi; atau pada era filsafat, telah menemukan zaman logosentris. Yakni aliran logosentris—maka hal itu laksana (seakan) bertolak belakang dari keislaman, yang senantiasa mengajak pada realitas yang fakta, yakni keberadaan praktek islam yang dianjurkan untuk dilangsungkan secara terus menerus; seperti halnya shalat, maka keberadaan shalat lima-waktu itu mengajak untuk terus menerus berinteraksi dengan tetangga-tetangganya. Itu juga didasari bahwa setiap muslim itu bersaudara. Bersamaan dengan itu, beliau, Kiai Sayyid Qutb, atau setelah melihat perbandingan antara Timur dan Barat; beliau memilih bergabung pada organisasi muslim yang besar di mesir. Yakni ikhawanul Muslimin.
Karena itu organisasi keagamaan—di indonesia pun ada organisasi keagaamaan, seperti NU atau Muhammadiyah, ini contoh yang paling besar—tentu pola kerja organisasi keagamaan islam bekerja sesuai fakta, laksana ada persekatan atau perbedaan bahwa negara ya negara, agama ya agama. Namun, mungkin, bagi Kiai Sayyid Qutb, negara itu harus melebur menjadi satu. Negara harus menyatu bersama agama. Karena orang-orang Timur, berbackrgone kental dengan keagamaan. Sejarah telah membuktikan bahwa pergerakan keagamaan monoteisme itu lebih kuat di arah timur di banding Barat. Terlebih khusus, Timur yang dimaksud ialah mesir. Sebab mesir –setidaknya—pusat peradaban keislaman (artinya lewat jalur pengetahuan; sebab kekuatan politik. Pastinya bakal terkuatkan lewat jalur pendidikan): dengan seperti itu, maka upaya Kiai Sayyid Qutb, bersama organisasinya berusaha lebih kuat kepada keislaman. Atau laksana mengembalikan pada peran keislaman yang itu berdiri sendiri. Berdiri sendiri, karena keislaman itu telah sepaket untuk menjalani kehidupan. Keislaman itu telah sempurna untuk mengatur yang namanya keadilan, kebenaran, kebaikan, kesejahteraan, dan lain sebagainya.
Dan penyebaran dakwah—atau upaya penyampaian Kiai Sayyid Qutb—tentu pada tulisan dan ceramah-ceramahnya, yang tujuannya menguatkan tentang ‘keimanan’ orang-orang muslim. Dengan begitu, maka, mungkin secara otomatis, bakal diklaim bahwa begitulah konsep kenegaraan menurut Kiai Sayyid Qutb.
Dan tujuan tulisanku ini, bermaksud untuk mengetahui, bagaimana Kiai Sayyid Qutb memikirkan sesuatu yang disebut Negara. Demikian.
Belum ada Komentar untuk "Sayyid Qutb Memikirkan Negara"
Posting Komentar