Selamatkanlah Dirimu
Rabu, 20 Desember 2017
Tambah Komentar
Selamatkanlah Dirimu -- Kau semakin liar menjalani roda-kehidupan, bukankah sudah kukatakan berulang-ulang: selamatkanlah dirimu. Selamatkanlah dirimu. Sejahterakanlah dirimu. Jangan begitu mengurusi diri-diri yang lain, sesungguhnya dirimu itu butuh pengobatan, Taufik. pikiranmu itu butuh kelurusan, Taufik. Pemikiranmu butuh kejernihan, Taufik. maka baiknya, gunakanlah waktu seefektif mungkin yang tujuannya menyelamatkan dirimu. Jika kau melihat lingkunganmu sarat dengan masalah, maka lihatlah dirimu, pun sarat masalah. Masalah utamamu itu ada pada pemikiranmu, Taufik.
Jika pemikiranmu tenang menjalani kehidupan, maka yang lain pun akan terasa tenang. Ingatlah, saat kau berbicara atas nama masyarakat, tentu jawabannya berkaitan dengan masyarakat. Sekarang, anggap saja, tugas dialogmu telah usai. Tugasmu menjadi Socrates itu telah selesai, sekarang jadilah filosof yang lain, yang itu sesuai dengan gerak-gerik zaman. jadilah seperti mereka, Taufik. syaratnya, tentu kau penting menyelamatkan kedirianmu.
Kau mungkin selalu berharap supaya orang-orang menjalankan keislaman, maka janganlah begitu berharap tentang itu, tapi harapkanlah dirimu sendiri menjalankan keislaman. Bukankah keislamanmu itu masih porak-poranda? Dan perlukah aku dedel-duelkan tentang keporak-pondanya dirimu. Itu tidak penting. Yang penting, jalankanlah keislamanmu itu sendiri: ikhlaslah dalam berislam.
Dan kau mungkin berharap supaya orang-orang sejarhtera, maka lihatlah dirimu, sudahkah kau menjadi orang yang sejahtera? Jadi, bagaimana kau mampu mensejahterakan orang-orang tatkala dirimu tidak sejahtera. Mari ukur, sejahtera itu apa? Ingatlah, sejahtera itu bukan hanya tentang ukuran materi, Fik, melainkan kesertaan ruhani. Nah pada bagian ruhani, yakni pemikiranmu itu pun belum sejahtera; lalu bagaimana kau begitu mendapatkan tentang sejahtera orang-orang? Lebih-lebih statusmu itu apa? Statusmu itu belum jelas, Taufik. maka perjelaskanlah statusmu.
Kau tentu pelajar filsafat, maka tunaikanlah itu secara total, selamatkanlah dirimu.
Kau tentu pelajar islam, maka tunaikanlah itu secara total, selamatkan dirimu.
Ya:
Selamatkanlah Dirimu
Ingatlah, kalau kau sendiri selamat, maka segala hal-hal yang nampak atau sesuatu yang menjadi fenomena itu terlihat biasa; begitulah keharusannya. Dan aku mendengar kau berkata kepada yang lain:
Sekali pun kau sibuk pada arah sosial, tapi kau membutuhkan sesuatu untuk mempertahankan pengetahuanmu, itu sebabnya aku menganjurkanmu untuk mengulang ngaji. Dengan seperti itu, ilmu pastilah bakal terasah dan tidak berkarat. Ilmu semakin berkilau dan jernih. Itu sebabnya, sibukkanlah dirimu juga dengan ilmu.
Memang ilmu sosial itu pertemuan secara total kepada manusia, namun dari pertemuan total itu, kau sendiri membutuhkan asumsi atau asupan pengetahuan, yakni dengan cara: menginterasikan kepada muridmu.
Ingatlah tujuan pertama pengetahuan, tentu dinikmati oleh si empunya, oleh si pengajarannya. Murid ialah bias. Bias dari gurunya. Begitulah alurnya.
Dan itu sebabnya, aku menganjurkanmu—mengingatkanmu—untuk mengupayakan konsentrasilah pada apa yang menjadi targetmu, yakni keselamatan diri.
Jika ada yang berkata, kalau begitu berarti kau sangat individualis.
Diamlah.
Jika ada yang berkata, mengapa kau sangat mementingkan dirimu sendiri, itu namanya egois.
Diamlah.
Sebab, kenalilah, Taufik, apa-apa yang sering kau lakukan ini—bagi orang—mungkin laksana tidak ada wujudnya, tidak ada bekasnya, sementara keadaan orang-orang mengharapkan sesuatu yang membekas, sesuatu yang terlihat wujudnya. Dan wujudmu, wujud menyampaikan itu: belum jelas. Dan aku tahu, alasanmu tidak menjelasakan itu, yakni karena dirimu kurang status, dirimu kurang adanya pemberhentian tempat untuk kau kerjakan. Sebabnya lagi, karena kau masih menjalin pada system pengetahuan. Itu sebabnya, selesaikanlah sytem pengetahuanmu, dengan begitu: pertahapan tentang selamatmu, semakin dekat, semakin tertangkap. Renungkanlah..
Jika pemikiranmu tenang menjalani kehidupan, maka yang lain pun akan terasa tenang. Ingatlah, saat kau berbicara atas nama masyarakat, tentu jawabannya berkaitan dengan masyarakat. Sekarang, anggap saja, tugas dialogmu telah usai. Tugasmu menjadi Socrates itu telah selesai, sekarang jadilah filosof yang lain, yang itu sesuai dengan gerak-gerik zaman. jadilah seperti mereka, Taufik. syaratnya, tentu kau penting menyelamatkan kedirianmu.
Kau mungkin selalu berharap supaya orang-orang menjalankan keislaman, maka janganlah begitu berharap tentang itu, tapi harapkanlah dirimu sendiri menjalankan keislaman. Bukankah keislamanmu itu masih porak-poranda? Dan perlukah aku dedel-duelkan tentang keporak-pondanya dirimu. Itu tidak penting. Yang penting, jalankanlah keislamanmu itu sendiri: ikhlaslah dalam berislam.
Dan kau mungkin berharap supaya orang-orang sejarhtera, maka lihatlah dirimu, sudahkah kau menjadi orang yang sejahtera? Jadi, bagaimana kau mampu mensejahterakan orang-orang tatkala dirimu tidak sejahtera. Mari ukur, sejahtera itu apa? Ingatlah, sejahtera itu bukan hanya tentang ukuran materi, Fik, melainkan kesertaan ruhani. Nah pada bagian ruhani, yakni pemikiranmu itu pun belum sejahtera; lalu bagaimana kau begitu mendapatkan tentang sejahtera orang-orang? Lebih-lebih statusmu itu apa? Statusmu itu belum jelas, Taufik. maka perjelaskanlah statusmu.
Kau tentu pelajar filsafat, maka tunaikanlah itu secara total, selamatkanlah dirimu.
Kau tentu pelajar islam, maka tunaikanlah itu secara total, selamatkan dirimu.
Ya:
Selamatkanlah Dirimu
Ingatlah, kalau kau sendiri selamat, maka segala hal-hal yang nampak atau sesuatu yang menjadi fenomena itu terlihat biasa; begitulah keharusannya. Dan aku mendengar kau berkata kepada yang lain:
Sekali pun kau sibuk pada arah sosial, tapi kau membutuhkan sesuatu untuk mempertahankan pengetahuanmu, itu sebabnya aku menganjurkanmu untuk mengulang ngaji. Dengan seperti itu, ilmu pastilah bakal terasah dan tidak berkarat. Ilmu semakin berkilau dan jernih. Itu sebabnya, sibukkanlah dirimu juga dengan ilmu.
Memang ilmu sosial itu pertemuan secara total kepada manusia, namun dari pertemuan total itu, kau sendiri membutuhkan asumsi atau asupan pengetahuan, yakni dengan cara: menginterasikan kepada muridmu.
Ingatlah tujuan pertama pengetahuan, tentu dinikmati oleh si empunya, oleh si pengajarannya. Murid ialah bias. Bias dari gurunya. Begitulah alurnya.
Dan itu sebabnya, aku menganjurkanmu—mengingatkanmu—untuk mengupayakan konsentrasilah pada apa yang menjadi targetmu, yakni keselamatan diri.
Jika ada yang berkata, kalau begitu berarti kau sangat individualis.
Diamlah.
Jika ada yang berkata, mengapa kau sangat mementingkan dirimu sendiri, itu namanya egois.
Diamlah.
Sebab, kenalilah, Taufik, apa-apa yang sering kau lakukan ini—bagi orang—mungkin laksana tidak ada wujudnya, tidak ada bekasnya, sementara keadaan orang-orang mengharapkan sesuatu yang membekas, sesuatu yang terlihat wujudnya. Dan wujudmu, wujud menyampaikan itu: belum jelas. Dan aku tahu, alasanmu tidak menjelasakan itu, yakni karena dirimu kurang status, dirimu kurang adanya pemberhentian tempat untuk kau kerjakan. Sebabnya lagi, karena kau masih menjalin pada system pengetahuan. Itu sebabnya, selesaikanlah sytem pengetahuanmu, dengan begitu: pertahapan tentang selamatmu, semakin dekat, semakin tertangkap. Renungkanlah..
Belum ada Komentar untuk " Selamatkanlah Dirimu"
Posting Komentar