NGAJI KITAB MABADI FIKIH JUZ 1: SHALAT: Memanusiakan Kemanusiaan dari Manusia.


Apa makna dari iqomi sholat?

Maknanya, melakukan beberapa ‘shalat yang lima’.

Apa itu ‘shalat yang lima’?

Shalat yang itu, sholat subuh, duhur, asar, magrib, dan isya.

Awalnya, telah saya katakana, bahwasanya kitab fikih mabadi fikih, adalah kitabnya orang pemula atau kitab untuk anak-anak, namun tetap saja, bisa dipakai buat orang tua, atau pun orang-orang yang telah berpengetahuan tentang keislaman lebih. Tujuannya: mengingatkan.

Kita juga, mengaji ini, tujuan utamanya, adalah mengingatkan, mengingat-ingat, bukankah al-quran juga berfungsi sebagai pengingat-ingat: ingat-ingat tentang apa? Tentang yang sebenarnya kita mengetahui, bahwa kita itu berada di bumi yang satu, atas mana komunitas yang satu, yakni komunitas manusia.

Oleh karenanya, kita penting saling mengasihi dan menyayangi; atua telah sering kita dengar bahwasanya peran manusia itu, harusnya saling asah, salih asih dan saling asuh—asuh di artikan sebagai mengasuh. Orang yang megasuh namanya pengasuh—

Kembali kepada yang kita ingatkan, yakni bab shalat!

Kita, sebagai muslim, telah mengetahui, bahwasanya shalat seperti apa yang telah kita laksanakan, yakni adanya pergerakan tubuh serta kalimat-kalimat yang diucapkan, menurut yang telah diajarkan oleh gurunya masing-masing. Ringkas kata, kita telah mengerti kan bahwasa shalat seperti yang telah kita ketahui.

Tadi kita melakukan shalat, kan? Itulah shalat.

Dalam bab ini diterangkan ada kata, yakni iqomis shalat, yang secara bahasa diartikan, berdirinya shalat. Maksudnya, tubuh kita harus berdiri. Oleh karenanya, isyarat didalam al-quran, tatanan bahasanya, juga iqomis: dirikanlah. Bahasa jawanya, ngadeko. Ngadek.

Shalat, tentu, itu ada kaitannya, dengan sejarah para nabi. Apakah para nabi sebelum Kanjeng Nabi Muhammad tidak melakukan shalat? Tentu melakukan. Sebab, sebagiamana telah kita ketahui:

Shalat secara bahasa artinya, doa.

Doa, tentu bisa dilakukan dengan cara apa-pun, durasi waktu kapan-pun. Boleh berdiri, boleh tidur, boleh duduk, dan kita bisa melakukan doa. Bukannya begitu? Namun, kita telah mengetahui, bahwasanya, tiangnya agama adalah shalat. Agama yang dimaksud tentu agama yang umum, namun lebih spesifiknya agama islam:

Tiangnya agama islam, shalat, gerakan sholat, shalat yang berdiri, shalat yang mengikuti aturannya Kanjeng Nabi. Itulah shalatnya orang agama islam. apakah agama lain tidak melakukan shalat? Tentu melakukan, namun perbedaan yang paling jelas adalah: bahwa shalatnya kaum muslim adalah senantaiasa harus berdiri. Harus berdiri. Kecuali bagi orang yang sakit. Harus memang iya, tapi tetap saja ada pengecualian.

Oleh karenanya, sekali pun zamannya sarat dengan dunia-jaringan, dengan dunia-internetan, dunia-maya, agama islam, menarik-narik manusia untuk memanusiakan kemanusiaannya, yakni, berkumpul dengan manusia yang lain, dengan cara melakukan shalat, itulah kedahsyatan tawaran shalat. Shalat senantiasa mengajak untuk bertemu dengan orang lain, dalam agam islam, minimal, dan itu sangat minimal, dilakukan shalat jamaah, seminggu sekali, yakni shalat jumatan. Dari itu, menganjurkan umat muslim, untuk berkumpul dengan muslim yang lain.

Selanjutnya, melakukan shalat yang lima. Maksudnya, shalat lima waktu.

Kita sebenarnya telah mengetahui kan, tentang melaksanakan shalat lima waktu. apalagi di zaman sekarang. Telah gampang. Shalat lima waktu, telah diukur, telah dimudahkan, telah mempunyai jam, tidak repot-repot mengukur matahari, orang-orang yang pintar dalam islam, membuat table tentang waktu ‘masuk’ shalat. Telah ada jam waktunya shalat.

Kita sebenarnya telah mengetahui itu, hanya saja, sudahkah kita benar-benar mau menjalankan tentang shalat lima waktu itu.

Katamu, berat.

Jawabku, kalau belajar, ya bisa.

Belajar dalam arti, tidak harus dipaksakan, Harus! Harus! Harus! Ingatlah rumus belajar, yakni bertahap-tahap. Dengan perhapananya, maka shalat lima waktu akan dengan mudah dijalankan.

Terlebih lagi, sesungguhnya shalat itu untuk dirinya sendiri. Kita ibadah, itu untuk diri kita sendiri. Bukan untuk yang ngadani, atau yang ngomati, tapi ibadah itu untuk diri kita sendiri. Jadi, kalau kalian adalah para penyeru—muazin--, maka bersabarlah kalau jamaahnya sepi. Tetaplah bersyukur, masih ada saja kok yang kembali kepada agama. Ingat, Allah Maha Perkasa.

Katamu, kalau masjidnya indah, tapi jamaahnya sepi, kenapa harus dibaguskan?

Jawabku, janganlah resah terhadap hal itu, tetap bersyukurlah kalau kamu bisa ‘meramaikan’ masjid, Kanjeng nabi telah memprediksi hal itu kok, janganlah khawatir. ingatlah, ibadahmu untuk dirimu. Agamamu untuk dirimu. Damaimu adalah untuk dirimu. Kau ingat itu. jadi, tetaplah melakukan shalat, kalau bisa jamaah, kalau bisa menjaga shalat jamaahmu: tujuanmu, tentu lilahita’ala. Sudah seringkas itu. Jangan buat neko tujuanmu, itu godaan. Jangan sombong dengan ibadahmu, itu godaan. Pokoknya, niatmu, lilahita’ala. Begitu.

Mudah-mudahan Allah mengiring kita atas kehendak-Nya untuk menunaikan ibadah, lilahitaala. Amin.

Belum ada Komentar untuk " NGAJI KITAB MABADI FIKIH JUZ 1: SHALAT: Memanusiakan Kemanusiaan dari Manusia. "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel