NGAJI MABADI FIKIH: DOA QUNUT: Konfirmasilah Pengetahuan yang Telah Ditahui





Apa yang dibaca tatkala I’tidal akhir dalam sholat subuh?

Bacaan dalam qunut—yang artinya—Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan seperti orang yang telah engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah engkau berikan padaku. Dan peliharalah aku dari kejahatan yang engkau pastikan. Karena sesungguhnya engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum atas engkau. Sesungguhnya tidaklah hina orang-orang yang telah engkau beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang engkau musuhi. Maha berkahlah engkau dan maha luhurlah engkau. Segala puji bagi-Mu atas yang telah engkau pastikan. Aku mohon ampun dan kembali (taubat) kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat, berkah dan salam atas nabi Muhammad beserta keluarganya dan sahabatnya.


Apakah kalian sudah mengerti makna dari doa qunut? Sebenarnya bukan itu soalnya di zaman sekarang: yakni, maukah kita mencari makna dari lafad doa qunut? Sebab di zaman informasi ini, ‘pengetahuan’ berserak-serak dan kita mau tidak mengambil dan mengamalkannya?

Mau, atau suatu kekarepan, dalam diri kita untuk belajar, apakah benar-benar terselip di dalam diri kita untuk ‘sekali lagi’ memahami apa-apa yang telah kita ketahui. Zaman sekarang, zaman media, pasti, banyak orang yang hapal dan lanyah dengan qunut, namun karena sangking terbiasanya, sangking ‘akrabnya’, sangking ‘terbiasanya’, sangking ‘seringnya’ kadang kala kita ‘lalai’ untuk mengulang apa yang telah kita ketahui. Bukankah begitu?

Shalat memang menggunakan bahasa arab, tapi zaman informasi, zaman ilmu ‘telah’ berkuasa—maksudnya dengan mudah ilmu diakses—untuk mengetahui makna tinggal ‘klik’ maka ketemu, yang selanjutnya dengan ‘pengetahuan’ itu, diserap dalam pikiran, lalu dipraktekkan. Dan praktek itu kita paham tentang maknanya: itu, kalau, mau.

Mau, atau suatu kekarepan, dalam diri kita untuk belajar, apakah benar-benar ‘ada’ kemauan? Sayangnya, kadangkala kita berbangga, bahwa kita telah ‘mengetahui’ yang selanjutnya, enggan mengulang apa yang telah diketahui. Padahal, orang yang tahu belum tentu tahu. Orang tahu, belum tentu paham. Dan orang paham belum tentu memahami. Begitulah kehidupan: bukannya begitu?

Jika awalnya, kecil, kita belajar qunut dengan menghafalkan, sekarang, maka belajarnya mengonfirmasi ‘pengetahuan’—mengonfirmasi qunut—dengan pengetahuan yang bertujuan ‘pemahaman’, dengan cara mengetahui maknanya. Jadi, tatkala menjalankan shalat, ‘pikirannya’ sambil menggerayangi makna dari bacaanya tersebut. menggerayangi berarti, berusaha ‘menangkap’ sekaligus ‘mengingat’ suatu teks-terjemahan.

Begini:

Kalau kita menjadi makmum, maka kita berusaha menangkap tiap-tiap ‘kata’ yang dibacakan oleh imam, dengan pengetahuan-kenangan yang kita miliki. Semakin orang itu ‘banyak’ pengetahuan, maka pertalian kenangan akan semakin lebat: missal, berilah petujuk sebagiamana orang-orang yang Engkau beri petunjuk. Siapa orang-orang tersebut: yakni orang-orang yang sholeh, siapa orang-orang yang sholeh, yakni orang-orang yang tertera dalam al-quran, siapa mereka? Yakni para nabi. Setidaknya begitu. Atau, mengingat orang-orang sholeh yang terdekat dengan lingkungan atau keberadaan tubuh kita.

Katamu, ini sholat atau negeri-fantasi? Shalat kok banyak berpikir begitu?

Jawabku, ini sholatnya si pelajar yang berusaha ‘menjaga’ pelajarannya, dan bahkan menyempurnakan pelajarannya. Sebab, ilmu kalau tidak diamalkan: bagaimana bisa bertambah.

Katamu, apakah harus dalam shalat? Shalat kok banyak ‘angan-angan’?

Jawabku, ketika kita mengetahui ‘makna’ dari setiap lafat, maka secara otomatis menggiring ke suatu ‘realitas lain’ yang kita pikirkan, dan realitas itu sesuka kita, karena realitas itu sesuai dengan ‘data-pengetahuan’mu.

Mpun…! Kembali ke kitab,

Ayo, sekali lagi, belajar, berusaha memahami apa-apa yang telah kita ‘ketahui’, akuilah bahwa kita belum ‘memahami’, ingatlah, tujuan dari agama adalah kebahagiaan untuk manusia, sebab tawaran agama adalah memanusiakan manusia selayaknya manusia. Missal, kecilnya:

Wudhu dilaksanakan, supaya manusia membersihakan dirinya, wudhu itu tujuan utama untukmu sendiri.

Shalat di laksanakan, supaya manusia menghormati ‘kebutuhan’ waktu kemanusiaannya, istirahat sejenak.

Zakat dilaksanakan, supaya kalau engkau punya harta maka berilah orang yang tidak punya, karena kita sama-sama manusia.

Puasa dilaksakan, supaya kita merasakan status orang-orang yang payah makan.

Dan sebenarnya, telah banyak leraian hal-hal semacam itu, yang mengurai tentang agama itu, untuk memanusiakan manusia dari kemanusiaannya. Soalnya: apakah kita mau belajar? Itu pertanyaan penting di zaman sekarang. Karena kita tahu, seakan-akan sudah selesai dan engkau ‘mengulang’ yang bertujuan ‘paham’ dengan agama.

Rabbi zidni ilma warzukni fahma. Amin.


Belum ada Komentar untuk "NGAJI MABADI FIKIH: DOA QUNUT: Konfirmasilah Pengetahuan yang Telah Ditahui "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel