Nasihat Tetaplah ‘tancap-kokohkan’ keimanan
Minggu, 26 Februari 2017
Tambah Komentar
Tetap tancap-kokohkanlah keimanan, Fik, ingatlah, keimanan itu letaknya bukan hanya pada wujud belaka, melainkan sesuatu yang didalam, yakni yang berada di dalam dirimu, di dalam hatimu; semakin engkau memahami tentang keimanan dan menguat, maka engkau akan mengerti bahwa semua adalah alur yang dialurkan, semua adalah satu ke satuan, dan kehidupan manusia dengan seluruh pernak-perniknya akan tetap kembali kepada realitas; realitas yang sesungguhnya, dimana jasad dan ruh itu bersatu, menyatu.
Dunia jaringan, memang, layaknya meluncurnya ‘ruh’ dari tempat ke tempat lain; menjadikan ‘perpindahan’ komunikasi dengan sesuatu yang acak dan tidak terkendali, namun, manusia, sebagaimana telah engkau saksikan dan engkau ketahui, bahwa mereka membutuhkan realitas yang benar-benar real.
Nah, realitas yang benar-benar itu membutuhkan aturan yang bagus—jika kau berkata bahwa ‘manusia’ telah membuat aturan untuk hidup sosialnya, ketahuilah aturan yang dibuat oleh manusia, atau undang-undang tentang kemanusiaan itu, sangatlah rapuh, sebab orientasinya adalah ‘kesejahteraan’ umum; pembicaraannya adalah berkaitan dengan keumuman, sementara manusia itu, selain manusia sosial adalah manusia individual.
Keimanan itu adalah sesuatu yang sangat individual, Fik, sesuatu yang tersimpan di dalam diri manusia, yang bergentayangan dalam pemikiran manusia. Dan kau harus mengokohkan tentang jaring keimananmu, engkau harus mencapkan kuat-kuat tentang keimananmu; bersama dengan itu, maka hidupmu akan sangat realistis dan mudah berpikir.
Semua yang ada adalah kuasa-Nya.
Semua yang ada adalah kehendak-Nya.
Semua yang adalah direncanakan oleh-Nya.
Namun, keimanan kalau sekedar mempercayai tentang ‘ketuhanan’, maka itu sekedar menjadi konsep di dalam diri, oleh karenanya Islam menawarkan satu paket yang komplit: saat engkau mempercayai Allah, maka harus mempercayai tentang Rasul, mempercayai tentang Kitab-Nya, mempercayai Malaikat, mempercayai Akhirat.
Mari diselidiki lebih lanjut efek-efek dari itu: kalau kau percaya dengan itu semua, maka kehidupanmu, akan berprinsip yang selaras dengan prinsip-prinsip tersebut. jika kenyataan itu terlalu kaku menjalankan prinsip tersebu; kenanglah, bahwa kenyataan itu adalah keumuman. Maka, engkau harus menguasai keagamaan secara individu, dengan begitu engkau tidak akan dipontang-pantingkan akan ‘keumuman’.
Semakin engkau kokoh terhadap individu, maka semakin engkau akan menjadi figur yang diumumkan. Begitulah rumusnya. Namun, jika itu telah menyerap dalam dirimu, tancapkan, bahwa mereka harus kembali mengimani apa yang ditawarkan islam, dengan berkata:
“Berimanlah kalian semua kepada Allah yang menguasai semesta raya, bahwa semua adalah milik-Nya, semua adalah kuasa-Nya; hidup yang terjadi memang telah terjadi dan ini telah diketahui oleh-Nya, karena Dia Maha Mengetahui. Jika kalian meniru, boleh meniruku, tapi tetaplah engkau harus berpatok kepada Kanjeng Nabi Muhammad; sebabnya itulah panutan kita semua, selaku orang yang berserah.”
Memangnya, kau pikir menjalani prinsip keimanan itu siapa? Untukkah orang lain, Fik, sambutlah bahwa keimananmu itu adalah untuk dirimu, untuk menyelamatkan pemikiranmu, untuk menenangkan pemikiranmu, begitu ya…
2017
Belum ada Komentar untuk " Nasihat Tetaplah ‘tancap-kokohkan’ keimanan "
Posting Komentar