NGAJI MABADI FIKIH: RUKUN SHALAT: Kita Telah Tahu kita Penting ‘Memahami’
Senin, 06 Februari 2017
Tambah Komentar
Berapakah rukun shalat?
Rukun shalat itu ada empat belas, yang pertama, berdiri bagi yang mampu. Kedua, niat, Ketiga, takbir al-ihram. Yang keempat membaca al-fatihah. Kelima, rukuk. Keenam, I’tidal. Yang ke tujuh, sujud. Yang ke delapan, duduk di antara dua-sujud. Yang kesembilan, tuma’ninah dalam segala hal. Yang kesepuluh duduk tasyadahud. Yang kesebelas, membaca tasyadud akhir. Yang kedua belas, membaca shalawat untuk nabi pada tasyahud akhir. Yang ketiga belas, salam. Yang ke empat belas, tertib.
Penting saya kabarkan bahwa yang kita kaji sekarang ini adalah tentang kitab fikih yang bermadhab imam syafi’I. Dan itu diajarkan kuat di desa saya, atau umumnya dari kalangan NU, ulama-ulama yang mengatas namakan NU, yang dipikir teramat cocok untuk kondisi Indonesia. Penting juga dikabarkan, bahwa syeh Umar Abdul Jabar, pengarang kitab mabadi fikih, mengiysaratkan teruntuk masyarakat Indonesia; lihatlah lho pola yang diajarkan, yakni bukan berpola nadhom atau syair, melainkan pola-dialog. Menurut saya, itulah yang cocok buat orang-orang Indonesia. Terlebih lagi, kitab ini sangat marak di penjuru Indonesia.
Kembali ke kitab.
Kita sebenarnya telah tahu tentang rukun islam, namun kalau kita ditanya tentang rukun islam, besar kemungkinan tidak tahu, karena pola kebiasaan kita adalah melaksanakan apa yang dititahkan guru, tanpa penting untuk menghafalkan—hal itu pun terjadi, karena, orang-orang Indonesia bukanlah orang-orang arab yang mempunyai tradisi kuat tentang hafalan; hal itu saya libatlah tentang proses syair, dan proses nasab. Di arab terkenal dengan tradisi persyairan, kemudian tradisi ke nasaban. Yang menurut pembacaan saya, dengan adanya kedua hal tersebut; maka terjadilah al-quran yang bahasanya sangat puitis dan al-quran terletak di dada-manusia, karena orang arab terbiasa dengan tradisi hafalan—sekali pun tidak hafal, tapi orang islam menjalankan tentang apa yang diketahuinya, kalau kita cek orang-orang shalat, maka shalatnya pun telah masuk dalam pengetauan islam, hanya saja, tidak dihapalkan tentang metode penghafalan data pengetahuan.
Begini:
Kita sering menjalankankan tentang keislaman, tapi kalau ditanya dalilnya, kita kurang terhadap dalil tersebut. Kalau ditanyakan, sebenarnya penting mana: dalil atau melaksanakan?
Jawabnya, tidak bisa dikatakan penting yang mana, keduanya mempunyai satu kesatuan yang saling berkaitan.
Zaman sekarang, banyak orang-orang yang mengetahui tentang ‘dalil’ tapi males juga menjalankan ‘perintah-perintah’ keagamaan; banyak lho… kalau gak percaya, tanyakan kepada orang-orang yang tidak melakukan shalat.
Katamu, apakah kamu mengerti ini sudah waktunya shalat?
Jawabnya, ya, saya mengetahui.
Katamu, kenapa engkau tidak melakukan shalat?
Jawabnya, nanti saya shalat. Yang pasti kita shalat kan.
Begitulah sebagaian dari perkataan orang yang mengetahui dalil. Selanjutnya:
Katamu, apakah kamu menyakini bahwa ada malaikat di sisimu?
Jawabnya, ya saya meyakini.
Katamu, kenapa engkau masih melakukan maksiat?
Jawabnya, saya manusia. Wajar kalau melakukan maksiat.
Lantas, bagaimana dengan orang yang tidak mengetahui dalil. Mereka sekedar melaksanakan apa yang dititahkan oleh gurunya. Mereka mempercayai apa yang disampaikan oleh gurunya.
Katamu, apakah kamu mengerti tentang kesolatan kamu?
Jawabnya, ya saya mengerti, tapi saya tidak benar-benar mengerti.
Katamu, apakah kamu tidak ingin mengerti sungguh-sungguh tentang shalat?
Jawabnya, ya saya ingin, oleh karenanya saya masih mengaji.
Mengaji baginya adalah support atau menggugurkan kewajiban untuk melakukan mengaji, namun tidak dihafalkan. Padahal, hafalan pengetahuan itu, untuk dirinya sendiri.
Oleh karenanya, penting sekali umat islam untuk menghafalkan data-data yang telah menyerap di dalam dirinya; saya pikir, banyak sekali data-data pengetahuan yang ada di dalam tiap-tiap muslim. Banyak sekali. Namun kembali ke kitab.
Bahwa yang saya sampaikan kali ini adalah tentang rukunnya islam, ada 14, mari kita kaji satu persatu:
Yang pertama, berdiri bagi yang mampu. Ringkasnya, agama islam itu tidak membuat payah umatnya, kalau tidak bisa berdiri, maka bisa tidur, bisa sambil berbaringan. Itu pun kalau sakit. Kalau masih mampu, ya harus berdiri. Berdiri! Harus. bagi mampu. Begitu ya.
Kedua, niat. Niat itu penting, niat itu laksana tujuan kita hendak pergi ke suatu tempat yang dituju. Pas hendak berangkat, disitulah niatnya diterapkan atau diucapkan atau dilafadkan.
Ketiga, takbir al-ihram. Ini maknanya, bukan takbir yang diharamkan, namun kalau sudah di sini, diharamkan untuk melakukan sesuatu kecuali ritual shalat. Harusnya konsentrasi terhadap sholatnya itu. allahu akbar, kita telah pasrah dan masuk ke pelaksanaan shalat. Harusnya. hehe. Kenapa, karena hal itu tidak mudah, untuk memahami ‘takbiratul ihram’ kita membutuhkan pengetahuan serta pengalaman terhadap beribadahan, bahasa lainnya, pentingnya ‘kuat’ iman. Yang pasti, ini namanya takbiratul ihram, yang banyak-hal diharamkan kecuali melakukan proses shalat. Untuk lebih mudah, allahu akbar, pasrah saja kepada Allah –apa yang dipasrahkan? Tentang semuanya yang berkaitan dengan individu: harta, isteri, anak, jabatan, dan lain sebagainya—begitu ya.
Yang keempat membaca al-fatihah. Soal ini, tentu telah jelas kan? maksud saya, sudahlah jangan dipayah-payahkan tentang proses ibadah, kalau mau payah maka sinau tempatnya, belajar adalah tempatnya. Begitu ya..
Kelima, rukuk. Keenam, I’tidal. Yang ke tujuh, sujud. Yang ke delapan, duduk di antara dua-sujud. Yang kesembilan, tuma’ninah dalam segala hal. Yang kesepuluh duduk tasyadahud. Yang kesebelas, membaca tasyadud akhir. Yang kedua belas, membaca shalawat untuk nabi pada tasyahud akhir. Yang ketiga belas, salam. Yang ke empat belas, tertib.
Saya berpikir, bahwa kita telah mengetahui tetang apa yang hal tersebut; dalam hal ini, tujuan saya adalah sekedar mengingatkan. Ayolah ingat kembali tentang praktek ibadah kita. Begitu.
Mudah-mudahan Allah mengiring kita menuju amalan yang bagus. Rabbana la tuzig qulu bana ba’da idhadaitana wahablana minladunka rahmah innaka antal wahhab. Amin.
Belum ada Komentar untuk " NGAJI MABADI FIKIH: RUKUN SHALAT: Kita Telah Tahu kita Penting ‘Memahami’ "
Posting Komentar