KITAB MABADI FIKIH: DUA HARI RAYA







Apa itu dua hari raya?

Dua hari raya yaitu, pertama Hari-Raya Fitri, pada awal hari dari bulan syawal, kedua, hari raya adha, pada hari ke sepuluh di bulan haji.


Untuk hal ini telah tahu, terlebih lagi ini adalah kajian yang berkelas dasar, yang sebenarnya, tidak harus diperpanjang, terlebih lagi harus dijelask satu persatu, sebabnya ini mabadi juz 1 adalah sangat praktis: metode yang digunakan, dialog, yakni tanya jawab. Pernyatann begitu, jawabanny itu. Kalau ditanyakan lebih lanjut tentu bisa, namun bisa disangkal dengan mudah, nanti, dibelakang akan ada babnya sendiri, sabar saja. kalau tidak sabar, maka kamu harus membuka kitabnya sendiri. Begitu.

Lha zaman sekarang, taburan kitab ada dimana-mana. Para penyampai ada dimana-mana, bergenyangan, tujuannya: ya, untuk menguatkan dirinya sendiri, sehingga penting untuk diamalkan. Ilmu, kalau tidak amalkan, maka ngangkrak di dalam diri, maka penting dicurahkan. Faktanya, banyak ulama yang mencurahkan pengetahuannya dalam bentuh kitab-kitab, entah menjelaskan atau memperinci kitab pokok.

Dan perlu dikabarkan sejenak, zaman sekarang, hari raya itu telah jelas dan dimengerti publik, isu tanggalnya, soal kepastiannya, itu belum jelas. Itulah yang terlihat dan kita alami, tatkala menjelang lebaran.

Nah, istilah di Indonesia, bukan idul fitri, namun lebaran. Tradisi lebaran Indonesia, tentu berbeda dengan tradisi lebaran di mekah, sebabnya, lha karena daerahnya berbeda, maka tradisinya berbeda, terlebih lagi, islam masuk di Indonesia melalui akulturasi. Wal-hasil ada tradisi sungkem, itu bagi orang jawa. Belum buat orang yang lain. Tapi yang pasti, tradisi main-main, mudik, berkeliling, ada di Indonesia. Dan itu khas di Indonesia.

Sebenarnya, dahula kala, yang populer itu lebaran idul-adha, dibanding didengan lebaran idul fitri. Lho kok bisa? Orang jawa mengatakan ‘besar’ yakni bulan haji, hari raya haji, bukan hari raja idul fitri. Hari raya idul fitri itu, dikatakan ‘syawalan.’

Yang pasti untuk zaman sekarang, kedua hal tersebut telah ‘jelas’, terpampang dalam tanggalan, dalam kalander, setiap orang sekarang mempunyai kalander, dulu? Tidak! Tidak semua orang. Sekarang, semua mempunyai kalender. Kalau terpajang, maka tersimpan dalam handphone atau seperangkat technology lainnya. Atau, malah diingatkan oleh televise, disiarkan oleh berita.

Dan berita pun musiman: menjelang masuk bulan hari raya besar islam, maka siarannya berkaitan kuat dengan ‘hari besar’: filmnya, iklannya, dan semuanya yang ada di televisi, internet, media-media, seakan-akan turut merayakan hari raya tersebut. dan kita diingat-ingatkan, terus menerus, sampai-sampai kita terlalu akrab dengan diksi atau macamnya tersebut. inilah zaman sekarang, orang-orang filsafat, sering menyebutnya dengan era hiperrealitas (melampui realitas yang sebenarnya).

Kembali ke kitab. Ke kajian fikih. Selanjutnya:

Bagaimana niat shalat idul fitri?

Niatnya—yang artinya—saya niat shalat dua rakaat idul fitri lilahitangala.

Sudah, untuk niat tidak tidak usah perpanjang lagi, telah saya uraian kemarin soal niat. Begita ya…

Rabbi zidni ilma warzukni fahma. Amin.

Belum ada Komentar untuk " KITAB MABADI FIKIH: DUA HARI RAYA"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel