Ngaji Mabadi Fikih: Sholawat Kepada Nabi: Kita Dianjurkan ‘Berdoa’ Untuk Nabi.
Kamis, 09 Februari 2017
Tambah Komentar
Apa yang dibaca setelah tasyahud akhir?
Membaca shalawat kepada nabi, bacaannya—yang artinya—Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad sebagaimana engkau limpahkan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad berserta para keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, di alam semesta, Engkaulah yang terpuji, dan Maha Mulia.
Sering saya sampaikan, bahwa dalam kajian ini adalah tentang mengulang apa yang kita ketahui, khususnya muslim bermadhab imam syafi’I yang tujuannya mengingatkan, namanya juga mengulang, maka yang mengulangkan apa yang telah kita ketahui, yakni tentang praktek ibadah; membacanya, tetap mengunakan bahasa arab, dan yang saya tawarkan adalah artinya, walau sebenarnya, kalau mau mencari artinya, telah banyak. Buku-buku terjemahan, atau terjemahan tuntutan risalah shalat lengkap, di sana telah ada. Namun, karena sekarang adalah mengaji, maka yang menjadi referensi adalah kitab. Bukankah kitab adalah istilah arab menyebutnya?
Jawabku, memang benar, kitab adalah rujukan buku, kalau orang arab menyebutnya, namun, kita telah menghormati yang namanya kitab dibanding buku. Bukankah realitas seperti itu? maksud saya, ayolah kita bicara kenyataan: mana yang lebih dihormati: kitab (bertulisan arab) atau buku (bertuliskan non arab)?
Yang pasti, lagi-lagi, tawaran saya, yang saya ingatkan adalah pentingnya, belajar: sebab setelah kita mengetahui maknanya, kita penting menelusuri apa yang ada dibalik makna tersebut: siapa nabi Muhammad? Kan begitu.
Mengapa beliau begitu dihormati sampai-sampai harus diberi salam kepada seluruh umat muslim.
siapa nabi nabi Ibrahim? Mengapa beliau harus disertakan dalam shalatawan ini: ada apa dengan beliau? Dan bagaimana keluarga beliau?
Untuk menjawab itu, maka kita penting untuk membaca, penting untuk mengetahui, penting untuk bertanya, penting untuk belajar.
Di zaman sekarang, zaman informasi, engkau bisa menelusuri tentang itu dengan mudah, engkau bisa menelusuri hal itu dengan cepat. Tinggal ‘klik’, maka terbuka tentang nama Nabi Muhammad. Tinggal ‘klik’ maka terbuka tentang Nabi Ibrahim. Inilah zamannya, zaman blak-blakan, zaman pengetahuan mbalrah. Zaman pengetahuan berserakan:
Tapi, karena itu, sekarang banyak godaan. Masjid dibangun besar-besar, setiap desa membangun masjid, tapi isinya: harusnya umat islam cerdas dengan ‘mblalaknya’ pengetahuan, bersama dengan kecerdasan itu, harusnya semakin taat. Tapi, ya: kenyataan tidak seperti teori-teori.
Banyak orang tahu, tapi tidak mau menjalankan pengetahuannya. Banyak orang yang tahu tentang keislaman, tapi tidak taat. Banyak orang yang tahu tentang keislaman, tapi tidak gregah untuk ke masjid.
Yang pasti, kita harus berjuang—berupaya—taat kepadanya, semampu kita (bukan berarti harus males-malesan; males belajar, males menerapkan ilmunya--, sekarang ampunilah dirimu, kalau engkau telah banyak meninggalkan perintah-Nya. Jangan malu kalau beribadah di muka umum, sungguh ibadah di masjid itu auranya berbeda tatkala beribadah di rumah. Sebab, masjid itu tujuannya untuk ibadah. masjid itu, tempatnya ibadah.
Sebelum saya tutup. Saya terangkan tentang bacaan sholawat ini:
Karena kita memang dianjurkan untuk bersholawat kepada nabi, bisa jadi, hari-hari biasa, atau waktu bukan shalat (yang berdiri, rukuk, sujud) kita tidak mendendangkan sholawat, maka dengan dimasukkan kepada ‘durasi’ shalat, maka setiap kita, mengucapkan sholawat, dengan itu, mudah-mudahan kita mendapat syafaat dari Kanjeng Nabi di akhirat kelak.
Rabbana la tuzig qulubana ba’da idhadaitana wahablana min ladunka rahmah innaka antal wahab. Amin.
Belum ada Komentar untuk " Ngaji Mabadi Fikih: Sholawat Kepada Nabi: Kita Dianjurkan ‘Berdoa’ Untuk Nabi. "
Posting Komentar