NGAJI MABADI FIKIH: AZAN: Panggilan yang Harus ‘dijawab’



Apa itu azan?

Lafad azan artinya: Allah maha besar. Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah. Saya bersaksi Muhammad utusan Allah. Ayo! Sholat. Ayo! Menuju kebahagian. Allah maha besar. Tidak ada tuhan selain Allah.


Kita telah tahu tentang arti dari kalimat azan, pengetahuan itu dikabarkan melalui media-media, melalui penceramah, pengajian dan kajian-kajian islam.

Dan kita sangat akrab dengan ‘azan’, yang kadang persoalannya, bukan tentang azannya, namun bagaimana kita mendengar seruan ‘azan’;

Sudahkah kita ‘merasa’ terpanggil tatkala mendengar azan?

Sudahkah kita ‘gregah’ hendak menunaikan shalat tatkala mendengarkan?

Sudahkah kita ‘tanpa-paksaan’, ‘tanpa-tekanan’ menjalankan shalat tatkala mendengarkan?

Atau jangan-jangan kita tidak benar-benar mengerti tentang makna dari lafat azan yang sesungguhnya ‘mengorek’ tentang keimanan serta pengetahuan individu; sekaligus menjadi ‘pengingat’ tentang dunia yang menawarkan gemerlap keindahan serta kesenangan.

Allah maha besar (karena semua ini adalah milik-Nya, Dialah Allah, begitu besar karena semua alam adalah kuasa-Nya) saya bersaksi (kesaksian ini ‘sesungguhnya’ membutuhkan pengetahuan dan interaksi dengan Allah; ingatlah tatkala menjadi saksi di pengadilan: saya menjadi saksi, bersamaan dengan itu: dia bersaksi) tidak ada tuhan selain Allah (berarti tuhan-tuhan yang kita tuhankan, itu tidak ada, kecuali Allah, yang menguasai seluruh alam, seluruh semesta, yang menggenggam setiap jiwa, yang merajai manusia) dan: saya bersaksi Muhammad adalah utusan allah (dan kita juga telah mengetahui bahwa karakter yang penting ditiru adalah sidiq—jujur—amanah –dapat dipercaya—tablig—menyampaikan—serta, fatonah –cerdas—kita tertuntut untuk itu, dan meneladani Kanjeng Nabi) Ayo! Sholat (kita diajak untuk bersama-sama menyerahkan diri kepada Allah yang menguasai seluruh jagat) Ayo! Gapailah kemenangan (kemenangan yakni, tentang hati kita, bahwa hidup memang telah digariskan oleh-Nya, apapun itu, terimalah, apapun itu jangan lupa tunaikan shalat, yakni mempasrahkan diri kepada Allah yang menguasai seluruh semesta) tidak ada tuhan selain allah (ini harus kita maknai, sekali lagi, tentang ‘keimanan’ kita, bahwa memang, tidak ada tuhan, melaikan allah)

Sekarang, masalahnya apa? Bukan tentang azannya, bukan pelaksanaannya, tapi bagaimana kita mengetahui serta memahami arti dari keazanan itu tersebut. Maka beruntunglah orang yang memiliki pengetahuan. Oleh karenanya, kita harus mencari ilmu, harus rajin sinau, harus rajin, membaca sekali lagi tentang keislaman; tujuannya, mengingatkan kembali tentang esensi agama.

Kalau dipikir-pikir, Kenapa kita harus beragama?

Jawabku, untuk memanusiakan manusia, yang mana tujuan dari agama adalah untuk menujukkan manusia dan mencapai kebahagiaan hidup.

Ringkas, kata, tujuan agama: mencapai kebahagiaan hidup.

Kalau dikatakan, apa yang dimaksud dengan ‘kajian’ ini, sebenarnya menunjukan tentang praktek azan; dengan dasar pertanyaan. Bagaimana lafad dari azan?

Jawabnya, seperti yang sering kita ketahui, menggunakan bahasa arab—begitulah bahasa arabnya. Allahuakbar dan seterusnya.

Ringkas dalam kajian ini seperti itu, namun karena ‘mengaji’ pun adalah sebuah proses, maka dilerai tentang keazannya, terlebih lagi, tujuan saya menyampaikan ini adalah tentang mengingatkan apa yang sebenarnya telah kita ketahui.

Mudah-mudahan bermanfaat dan kita menjadi orang yang taat. Rabbana la tuzig qulubana ba’da idhadaitana wahablana milandunka rahmah innaka antal wahab. Amin. 

Belum ada Komentar untuk "NGAJI MABADI FIKIH: AZAN: Panggilan yang Harus ‘dijawab’ "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel