Dunia dalam Teks Tentang Sayyid Qutb




Secara teks pandangan kenegaraan Sayyid Qutb menrujuk kepada historis keislaman, yakni di era nabi muhammad; yang mana al-quran menjadi ’patokan’ utama hukum terhadap kenyataan dan nabi muhammad sebagai patokan akhlak. Itu sebabnya, yang ditawarkan ialah kembali kepada al-quran dan hadist, menjadi patokan utama terhadap hal tersebut. Dengan dalil, bahwasanya kalau di era nabi muhammad itu, dengan adanya tauhid: memutuskan budaya-budaya yang ada seperti budaya Persia, Yunani, Cina, Romawi, sebab berkehendak (atau dikehendaki) menjadi budaya islam itu sendiri. Budaya islam, yakni sesuatu yang diarahkan oleh Allah SWT. Itulah yang disebut dengan manusia muslim. Itu sebabnya, Sayyid Qutb membagi dua ragam manusia: yakni Manusia Muslim dan Manusia Jahiliyah. Manusia muslim adalah manusia islam, masyarakat islam, manusia yang bertalian dengan kehendak Allah. Manusia jahiliyah adalah manusia yang enggan menjadi manusia islam. 



Dengan tali keislaman, sistem keislaman yang berlaku, maka teks yang diarahkan ialah menjadi murni manusia islam, dimana itu harus benar-benar menjalani rutinitas islam yang bermanhaj pada tali islam. Pada islam, tidak mengenal ’negara’, yang ada ialah kekuasaan yang tertinggi, dan bersamaan dengan itu, maka bakal dibentukkan tentang musyawarah. Sebagaimana hal tersebut pada Tafsir Fi Zillah Al-Quran. 



Istilah Negara itu terjadi karena perpecahan kelompok demi kelompok atas nama islam dan itu dipengaruhi oleh keberadaan manusia eropa, atau pada era kolonialisasi. Sekali pun demikian, mau tidak mau, manusia islam harus menjalani realitas yang sebenarnya, yakni menjalani sesuatu yang itu atas nama ’kenegaraan’; sebab keadaan fakta telah mempunyai kenegaraan. 



Namun disisi lain, keislaman mempunyai sistem tersendiri, mempunyai peranan tersendiri dan kelompok bersamaan dengan kelompok itu, manusia islam mampu mempunyai arahan terhadap hal tersebut. Artinya, diam-diam memutuskan tali ’kenegaraan’ terhadap ’negara’ yang terjadi. Dan menjadikan kelompok itu menjadi: manusia muslim. Maka bersamaan dengan itu, manusia-muslim (tentu saja, kelompok yang bergabung dengan Sayyid Qutb, yakni Ikhwanul Muslimin) harus mempunyai aturan dan jalan tersendiri (sistem politik), yang kemudian, tujuan akhirnya memiliki kekuasaan di Mesir, untuk jalan memperluas kekuasaan. Kekuasaan yang tunggal, yang itu berkaitan dengan kekuasaan atas nama islam. 



Kekuasaan islam itu disebut dengan sistem khalifah. Sebagaimana sistem khalifah yang terjadi di era-era kejayaan islam; yang semuanya, ’laksana’ tunduk pada satu pemerintahan. Seperti halnya, kekuasan yang terpusat pada era Bani Abbasiyah; dimana Madinah menjadi sentral kekuasaan, lalu berjalannya waktu, Bagdad (Irak) menjadi sentral kekuasan. Begitulah yang dikehendaki.



Namun pengaturan itu harus dibenahi, supaya tidak terjadi, kerusakan yang terjadi di era-era sebelumnya (di era kajatuhan kekuasaan islam; atau kehancuran kekuasan islam) yang disebabkan akan lebarnya kekuasaan, malah tidak terkontrol, dan para pemimpin menjadi orang-orang yang bermewah-mewahan terhadap keduniaan, bahasa lainnya, individualistik dan materialistik, dengan syarat, para pemimpin –ulil amri- harus berperan layaknya era-era nabi, yakni manusia yang itu Sidiq (cerdas), Amanah, Tablig (menyampaikan), Fatonah (cerdas). Sehingga manusia-manusia akan berjalan seperti halnya manusiawi yang dikehendaki oleh Allah: yang mana, di sana diterapkannya syariat (hukum-hukum) yang ada pada Al-Quran. Itu sebabnya, ada istilah manusia muslim, yang mana istilah itu diibaratkan persis di era Kanjeng Nabi Muhammad, yang harus dikontrol oleh Al-Quran. Sekali pun sekarang bukan eranya turun wahyu, namun setiap muslim mampu merasakan bagaimana interaksi dengan wahyu, karena al-quran itu telah ada. Itu sebabnya, disini Sayyid Qutb berharap setiap manusia islam berinteraksi dengan al-quran.



Sebab manusia muslim sudah berkaitan erat dengan al-quran, maka manusia muslim harus mengencangkan kemuslimannya, tidak sekedar pengakuan belaka terhadap tauhid, atau manusia sekedar mengakui tentang keislaman: melainkan harus total menjalani keislamannya.





Dipublikasikan tahun 2018

Belum ada Komentar untuk " Dunia dalam Teks Tentang Sayyid Qutb"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel