Menggambarkan Fakta Lewat kata







Sekalipun zaman sekarang banyak rekaman atau video; tentu saja hal itu di dapatkan karena adanya alat perekam. Maka ‘kata’ adalah penangkapan sesuatu yang terekam. 



Ah seharusnya, aku sudah membaca selesai perihal kata dan fungsinya. Kata dan pendalamnya. Atau pada dalam hal ini, semestinya saya telah mengalasi diri dengan kajian linguistic. Sehingga tidak terjadi kesalah-pahaman terhadap kata, asal-usul kata, tentang pengucapan kata, tentang sesuatu yang berkaitan dengn kata.



Ah harusnya, aku juga telah membaca psikoanalisis. Dan semestinya, sebelum psikoanalisis tentu saja membaca: psikologi. Benar-benar mengerti tentang psikologi Freud. Sebabnya, psikoanalisis itu tercipta karena terpengaruh oleh psikologi Freud. Kalau belum membaca Freud bagaimana harus sesegara mungkin membaca psikoanalisis.



Padahal ini tentang kata, atau ujaran. Pada kehidupan praktis, kehidupan yang itu sejak kecil; kehidupn alamiah. Anak-anak itu diajari oleh lingkungan, diajari oleh keadaannya untuk bicara, untuk berujar, untuk mengenal sesuatu. Yang tujuannya untuk membedakan satu dengan yang lain; untuk saling mengenal, dan untuk mendapatkan kesepahaman.



Itulah tujuan dasar dari komunikasi, yakni kesepahaman. Pahamnya satu dengan yang lain dengan realitasnya. Dengan realitas kongkrit yang dihadapi. Bukan tentang realitas semu, atau realitas yang maya. Melainkan relitas fakta. 



Namun keadaan sekarang, mampu menembus antara relitas kongkrit dan realitas semu. Itulah keadaan sekarang. Maka perlu adanya pembagian, realitas fakta dan relitas maya.



Dan kerja dunia atau kerja kehidupan ialah realitas fakta, sekali pun ditompang oleh realitas maya.



Realitas maya itu pun bisa diwakili oleh ide-ide, bisa diwakili oleh cita-cita. Yakni, orang lebih lama pada ide-ide, tpi mengabaikan fakta-fakta. Orang lebih lama pada pemikiran, tapi tidak seimbang dengan fakta-fakta.



Seperti halnya diriku, yang banyak menulis (banyak berkata-kata) namun kurang menjalin terhadap fakta yang sebenarnya; kurang memfaktakan jalinan fakta yang sebenarnya. Hingga kemudian, terjadilah, persis seperti kebingungan. Karena tidak menempatkan diri pada fakta yang sebenarnya. 



Agaknya ini, mampu dijadikan buku: tentang fakta yang sebenarnya, di era hiperealitas.



Yakni ketimpangan suatu ‘fakta’ yang terjerembab pada ide-ide; terjebak pada ide-ide. Buku yang itu disusun secar sistematis, yang kemudian di dukung dengan ‘kehidupan yang sesungguhnya: atau fakta yang sesungguhnya’.



Ah mendadak mengingatkanku pada semodel Immanuel Kant: beliau menulis tentang kritik rasio murni, dan kritik rasio praktis. Beliau menulis keadaan rasio atau akal murni dan kemudian ditompangi dengan keadan rasio praktis. Dan hal itu terjadi, karena dulu: adanya pertikaian antara rasionalisme dan empirisme.



Kasus saya, sekarang bukan tentang rasio dan empris. Tetapi perlawanan terhdap jerembab logosentrisme: yakni banyak terjebak pada arah tanda, namun kurang mengangkat terhadap kefaktaan.



Mendadak tulisanku ini, terkesan serius untuk mengangkat: fakta yang sebenarnya di era hiperrealitas, dan fakta yang seharusnya dijalani pada kehidupan alami. Tujuannya apa? Supaya tidak kebingungan dengan fakta-fakta yang ada. ealah karena saya tidak menggunakan sistematis yang tepat, malahan menjadi sesuatu yang seakan kebingunan dengan apa yang semestinya; alasannya, karena kurang hidup pada fakta yang sebenarnya.



Hal itu melihat durasi waktuku, yang terjebak pada arah-arah ideal: ideal di dalam diri. Yakni ingin mendapatkan kepuasan di dalam diri, itu lebih diutamakan dibanding ‘kepuasan’ secara fakta, di luar, yakni jalin menjalin dengan realitas yang ada. 



Dan ternyata, yang menjadikan diriku seperti itu ialah satu: kata!



2018



Belum ada Komentar untuk "Menggambarkan Fakta Lewat kata"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel