Realitas Sosial: Pengetahuan dan Keagamaan



Kalau tidak menjalin dengan orang lain, artinya, kalau kurang relasi (hubungan) dengan orang lain, tentu saja, nilai keperekonomian itu mampunya berdiri sendiri, dan pola yang gampang untuk mendapatkan seperti itu ialah dengan berdagang. 

Pola perdagangan adalah kasus dasar untuk bertahan hidup, sebab dengan perdagangan akan mudah untuk mendapatkan sesuatu; akan terjadi perputaran hidup yang wajar, dimana ada pendapatan dari hasil apa yang dijual. Tidak memperdulikan perihal bagaimana laku sosial yang terjadi. sebabnya, pembicaraan sosial atau gerakan sosial yang terjadi, atau dampak dari orang-orang yang sangat perhatian terhadap apa-apa yang ditampakan, atua mengarahkan pada nilai ‘keuangan’, itu berbeda kasus. 

Sebabnya, kasus dari kemanusiaan ialah bagaimana manusia itu mampu bertahan terhadap realitasnya. Realitas adalah apa-apa yang sedang berlangsung; sebab dalam kasus kehidupan, yang dibutuhkan ialah realitas yang sedang terjadi. realitas yang sedang terjadi itu, manusia membutuhkan makan dan pelengkapan-pelangkapan terhadap nilai-nilai harian; itu sebabnya, gerakan ini, sebenarnya menguntungkan orang-orang pertanian kalau menjaga diri terhadap ‘tawaran’ dunia yang menjadikan ‘pemikiran’ untuk mendapatkan ini dan itu; untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya tidak mampu untuk dijangkau, atau bahkan ‘tertarik’ yang itu demi kebutuhan yang itu untuk hiburan.

Inilah keadaan zaman sekarang; manusia seringkali merasa kurang hiburan, sehingga manusia membutuhkan hiburan. Kalau mayoritas masyarakat desa, atau umumnya, manusia indonesia, dalam hal ini adalah kaum petani; mampu menjaga diri untuk keinginan yang tidak mampu terlampaui, maka pergerakan ini akan mampu terencana dengan menyibukkan diri dengan perkara agama. Kedudukan keagamaan akan menjadi penghibur untuk ‘ketergaduhan’ terhadap informasi-informasi yang tersedia. 

Sementara itu, saat bersibuk pada keagamaan, maka dibutuhkan untuk menambahkan keilmuan dari keagamaan; sehingga proses menjalankan keagamaan tidak sekedar menjalani namun mengerti bahkan memahami; artinya orang tua juga turut serta untuk melambungkan pengetahuan, dengan seperti itu, maka anak-anak turut terdukung dari ‘kecerdasaan’ orang tua; lebih-lebih orang tua mengerti ‘kondisi zaman’, maka bakal kemungkinan, anak bakal tersuprotkan untuk hal pengetahuan. 

Dengan begitu, maka proses perdagangan tetap akan berjalan, namun pada hal ini; kemungkinan besar, yang diarahkan pada hal ini ialah kesadaran serta pengetahuan, yang itu terdukung dari kuasa. Kuasa pemerintahan. 



Ah mendadak saya menulis, berkaitan dengan kekuasaan. Sangat-sangat berhubungan perubahan sosial, yang diarahkan pada pengetahuan dan keagamaan. Kedua kata kunci itu, pengetahuan dan keagamaan laksana menjadi orientasi penting dalam pemikiranku; yakni merencanakan, yang itu diletakkan pada kasus kuasa. Pada skala pemerintahan, yakni pemerintahan skala desa umumnya. Artinya, memulai pergerakan dari pergerakan desa. Yang semula di mulai dari psikologi individu; atau kesadaran individual. Selain itu, gaya penulisan ini pun beleum sepenuhnya tuntas dan tersistematiskan. Ah diam-diam, saya masih berupaya untuk mencari pemikiranku, dan mengembalikan kepada hal-hal kecil, dan berharap dari hal kecil itu (skala desa itu), mampu tercapaikan kebahagiaan: yakni bahagia materi dan ruhani. Ah…

Belum ada Komentar untuk " Realitas Sosial: Pengetahuan dan Keagamaan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel