Pengaruh Bahasa Pada Pemikiran








Alah… Taufik, Taufik. Lagi-lagi, eluhanmu terkesan lucu untuk di zaman yang seperti sekarang ini, apalagi terkait: pengaruh bahasa pada pemikiran? Kalau mau itu, maka engkau tinggal mencari di google atau buku-buku yang membicarakan tentang hal tersebut. jangan engkau gunakan akalmu terus menerus, dan menggunakan memori dirimu untuk mengukur hal tersebut;

Carilah, kalau mau.

Carilah, kalau tidak puas dengan pendapatmu.

Bukannya engkau mampu berpendapat tentang pengaruh bahasa pada pemikiran, yakni pengaruh bahasa pada pemikiranmu, Fik. Tidakkah engkau merasakan adanya pengaruh bahasa buat pemikiranmu? Tidakkah engkau merasakan hal itu? atau kalau kamu, yang gayamu, apa-pun serba ilmiah, karena di zaman ini, zaman positivistic, zaman tatkala berbicara yang benar itu ukurannya adalah obejktif, yang itu harus mempunyai referensi yang jelas, dan seakan-akan orang-orang yang tidak mempunyai metode untuk ilmiah tidak dikatakan benar. Si benar adalah mereka yang pandai tentang ilmiah, adalah mereka yang sibuk dengan sorotan ilmiah, itulah si pandai dan benar; kalau tidak seperti itu, maka anggapannya salah.

Kataku, apa yang engkau pikirkan tentang pengaruh bahasa kepada pemikiran? Tentu itu benar, karena itu untuk pemikiranmu. Untuk dirimu. Paham itu, Fik. Berguna untuk dirinya sendiri. orang-orang paham itu untuk dirinya sendiri, begitulah ukuran, Fik.

Bahasamu itulah ukurannya dirimu, Fik. Sekarang, katakan padaku, apa pengaruhnya bahasa kepada pemikiranmu, Fik? Apakah engkau payah menjawab, jangan-jangan pertanyaanmu salah, Fik. Karena manusia itu sudah pasti berbahasa. Ada juga yang mengatakan, bahwa manusia itu manusia berbahasa. Tujuan berbahasa adalah untuk komunikasi, seringkas itu, Fik.

Tujuan bahasa itu berkomunikasi, Fik. Wal-hasil, tatkala engkau sinau dengan bahasa yang kamu lihat itu, tentu tujuan utamanya adalah berkomunikasi. Selanjutnya, untuk apa berkomunikasi? Seperti halnya dirimu, Fik. Untuk apa berbicara kepada orang? Tentu beragam-ragam tujuannya;

Ada yang sekedar basa-basi

Ada yang berdaya menyampaikan ide

Ada yang berdaya untuk mengetahui

Ada yang berdaya untuk saling keterpahaman.

Kalau engkau tidak puas dengan apa yang aku tawarkan kepadamu, maka baiknya, engkau membaca; tujuan membaca? untuk mengetahui. Tujuan mengetahui, untuk memahami. Tujuan paham, kamu akan mudah menerima hidup. Seringkas itu, Fik. Tujuan utama ‘pengetahuan’ itu untuk hidup itu sendiri.

Kenanglah di masa Yunani Kuno, orang-orang dengan kemapanan ‘agama’ yang dibuatnya, seakan-akan individu tidak berarti, individu tidak mempunyai nilai, individu tidak mempunyai hak untuk mengetahui, maka muncullah Socrates, yang mempertanyakan tentang hal-hal itu, yang berkesimpulan bahwasanya setiap individu mempunyai ukuran-ukuran dan ukuran-ukuran itu adalah batas keumuman. Lalu diteruskan oleh muridnya, Plato, diteruskan lagi oleh Aristoteles. Dan selanjutnya, di era Abab pertengahan: pengetahuan Yunani itu, dipadamkan—sudah jangan engkel-engkelan terhadap istilah ini—maka ilmu pengetahuan itu harus mengikuti gereja, ringkasnya, apa-pun itu harus, harus, berfokus pada gereja, keputusan gereja. Hingga akhirnya, terjadilah penyebutan zaman: zaman modern, begitukan orang-orang filsafat menyebutkan, saat akal mulai kembali berfungsi, yang itu muncul tokoh utamanya, Rene Descartes, selanjutnya, pengetahuan melesat kencang. Sampai-sampai orang-orang mengunggulkan tentang akalnya, hingga pada akhirnya, seringkali orang-orang menyebut postmodern—sesungguhnya istilah itu saya gunakan, karena saya tahu, engkau menyukai istilah itu—yakni kritik terhadap modern. Hingga akhirnya, geger-gegernya para filsuf terkonsentrasi pada satu hal: bahasa. Dan orang-orang menyebutnya dengan, filsafat analitik.

Namun, tetap saja, tujuan proses pengetahuan itu, untuk hidup itu sendiri, Fik. untuk paham terhadap pembacaan hidup. Seringkas itu. apakah engkau lalai di era para wali, tatkala menyebarkan agama, apakah mereka memaksakan orang-orang harus ‘plek’ dengan kaidah arab? dengan struktur bahasa arab? tujuannya, supaya mereka menjalankan apa-apa yang hendak ditujukan terhadap agama, yakni, esensi dari agama. Tapi sekarang, hahaha, sekarang memang zaman edan—mengikuti puisinya Ronggo Warsito—agama seakan-akan sibuk pada kata-kata, sibuk juga pada bahasa; hal itu terjadi, karena gelombang zaman menawarkan itu, filsafat analitik adalah bentuknya. Sehingga agama menjadi semacam bahasa, Fik. hehe agama menjadi semacam bahasa; dan aku, menawarkan kepadamu, jangan jadikan agama semacam bahasa. Tunaikalah bahwa agama untuk kedamaian, Fik.

Jika engkau mengejar sekali lagi, pengaruh bahasa pada pemikiran? Jawabannya, pemikiran itu menjadi sibuk pada bahasa, sibuk pada gramer dan tatatan keberbahasaan, sibuk pada diksi, dan sibuk pada kata-kata yang bertebaran. Dan saya menganjurkan kepadamu: hiduplah realistis, bahasa itu alat, Fik. ingat, bahasa adalah alat. Begitu ya…

2017

Belum ada Komentar untuk "Pengaruh Bahasa Pada Pemikiran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel