Selubung Pemikiran








Saat ‘ibadahmu’, ya, penghambaanmu, mulai kering dan sekali lagi tanpa makna; maka engkau penting mengetahui alasan-alasan yang menjadikanmu seperti itu? Engkau harus pandai mengetahui sebab musabab dan mencari jalan keluarnya, Taufik.

Saat engkau kering makna tatkala ibadah secara sosial, yang itu bertemu dengan orang-orang lain, maka berarti engkau penting menyendiri; tatkala engkau masih payah dalam menyendiri, berarti engkau harus berpindah ke tempat lain untuk menunaikan ibadah.

Bukankah sejauh ini, ukuran ibadah bagimu adalah tentang shalat; sesimpel engkau menunaikan shalat? Engkaukah lalai bahwa shalat itu adalah doa. Engkaulah lalai bahwa gerakan-shalat adalah bukti total penghambaan kepada Allah yang maha segala; yang sebelum itu, engkau harus menata baik-baik pemikiranmu, menjaga benar tentang pemikiranmu supaya tidak menyekutukan-Nya, tidak menduakan-Nya, ibadah rela karena engkau memang harus menghamba. Sesimpel itu, Taufik.

Tampilan kebaikan-kebaikan wujud atau pakaianmu adalah tentang bagaimana upayamu untuk memuliakan siapa yang hendak engkau temui; namun sekarang, kalau yang engkau temui adalah sosok cintamu dan dia telah menerimamu, bukankah dia akan menerimamu apa adanya, tidak menekankanmu, tidak mempayahkan dirimu;

dia mengerti dengan kondisimu,

dia memahami pada pemikiranmu,

dia mengetahui maksud hatimu.

Apalagi engkau beribadah kepada dia yang maha segala; tidakkah dia mengerti dengan sungguh tentang maksud-maksud dirimu. Ah engkau, perlahan-lahan meragukan bahwa Dia Maha Mengetahui.

Dan aku melihat, gelegat ragumu, engkau engkau mulai mengetahui bahasa dan berpengetahuan tentang kebahasaan, dan engkau berusaha meneliti tentang-Nya secermat-cermatnya, meniliti secara ilmiah dan objektif.

Kataku, islam (damai) tidak seribet pengetahuan objektif, Taufik.

Pasrah, tidak sepayah apa yang ada dalam pikiranmu, Taufik.

Sekarang, aku menganjurkanmu, mengingatkan kendala-kendala yang ada pada realitasmu;

Kalau engkau ragu terhadap penyembahanmu, berpindahlah ke tempat lain dalam hal ibadahmu; anggaplah dirimu seperti pengembara yang tujuannya adalah ibadah kepada-Nya. Ingat, tempat-tempat ibadah-Nya banyak, apalagi di Negara Indonesia, yang bermayoritas agama islam; tempat-tempat ibadah itu banyak. Kunjungilah. Kunjungilah. Kunjungilah. Ingat, bumi-Nya itu luas. Jangan kau anggap bumi itu seperti provinsimu belaka, jangan dangkal berpikir Taufik; bukankah engkau mengkaji yang itu bukan kajian biasa? Apakah sekali lagi engkau menyangkal apa yang engkau ketahui.

Lalu, bersamaan itu, jangan lalaikan undang-undang kemanusiaan; undang-undang kepentingan realitas. serta tetap mantapkan dirimu, tentang kepercayaanmu, jangan ragu terhadap apa yang engkau yakini; sungguh, di bumi nusantara ini, banyak orang yang sepertimu; banyak! Banyak! Banyak!

Orang yang ‘terkaburkan arah’ karena zaman, banyak.

Orang yang ‘terburamkan arah’ dan berupaya mencari jalan keluar, banyak.

Orang yang ‘terkakukan agama’ dan berdaya untuk mendamaikan pemikiran, banyak.

Maka bersabarlah dengan apa-apa yang menimpa pemikiranmu. Saranku, ayo! Kerjakan realitasmu. Kerjakan suatu pekerjaan yang ada pada kenyataanmu. Bersamaan dengan itu, pastilah engkau akan ‘nyaman’ kembali dengan apa-apa yang engkau pikirkan; engkau akan mengerti betapa ‘ilmu yakin’ itu dibutuhkan dan banyak mempunyai jaringan. Bukan jaringan ecek-ecek, bukan jaringan kecil. Melainkan besar.

Ingat, banyak ulama di Indonesia.

Banyak ulama di kampungmu.

Banyak orang benar di lingkunganmu.

Banyak orang baik di sekitarmu.

Ketahuilah, ketahuilah, ketahuilah.

2017

Belum ada Komentar untuk " Selubung Pemikiran "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel