Upaya Memahami Keakuan

"Perkenalkanlah dirimu kepadaku? Aku ingin mengujimu, apakah kau mengetahui dirimu."

Pertanyaan itu, persis pertanyaan yang kurang berarti di era kekinian. Di era yang telah terkumpulkan 'data-data' pribadi, yang dikirimkan kepada lembaga pendidikan.

Cari saja dataku dan perkembangan pemikiranku di lembaga-pendidikan Republik Indonesia, pasti ada. Pasti ada. Sebab instansi pendidikan memberikan laporan kepada lembaga negara. Itulah jalan mainnya.

Dalam tahunan, sekurang2nya begitu, setiap instansi-lembaga pendidikan mengirimkan laporan untuk didata. Dalam laporan tersebut, tercantum nama-nama. Termasuk juga namaku. Namaku yang berpendidikan. Namaku yang terikat oleh lembaga pendidikan.

DARI PENDIDIKAN ITU BISA DILIHAT BAGAIMANA NILAI-KU SECARA OBJEKTIF PERSPEKTIF PENGETAHUAN

Aku telah terdata. Aku telah mengumpulkan nilai-nilai. Negara mengetahui itu. Negara sangat mengetahui itu. Mulai dari SD sampai Kuliah. Nama dan nilaiku telah tertera jelas2. Sekurang2nya, begitulah ukuran pengetahuanku. Begitulah cara berpikirku. Dan dari tempat itulah (lingkungan saya tinggal) pemikiranku terbentuk. Itu secara objektif.

Secara subjektif, aku katakan begini:

Seakan dalam seting pemikiranku, mengarapkan kedamaian dan kebebasan. Itulah pengharapan saya: kedamaian dan kebebasan.

KEDAMAIAN

Saya berharap kehidupan itu damai dan saling mengalah. Kehidupan itu tidak rebutan namun saling mengasihi. Kehidupan bukanlah untuk saling bersaing dan membangga-banggakan. Di saat pemikiranku seperti itu, hasilnya:

Karena saya enggan rebutan, disitulah saya 'kurang' mengenal persaingan. Karena saya lebih mengalah dibanding yang lainnya.

Karena saya enggan bersaing, disitulah saya menjadi orang yang tidak mempunyai mental juara dan berefek tidak menjadi kebanggaan.

Karena saya tidak bersaing, disitulah saya menjadi orang yang tidak membanggakan. Alasannya, saya bangga kepada mereka kalau mereka bahagia.

Karena mereka sangat berharap untuk itu, dan mendapatkan itu.

ERA SEKARANG, EFEK YANG TERJADI PADA KEAKUAN

efeknya sekarang. Ya, efeknya sekarang. Sekarang saya harus berjuang mendapati 'kedamaian' diri sendiri dan mengutamakan diri sendiri. Alasannya, hidup itu secara langsung mesti menyelamatkan keakuan. Kedamaian sejauh ini yang saya terapkan ialah kedamaian untuk orang lain. Agar orang lain damai terhadap apa yang mereka raih.

Padahal disisi lain, saya mengharapkan itu juga. Karena saya mengharapkan, maka saya mengalah. Efeknya, saya malah kurang serius terhadap suatu hal untuk peraihan. Sebab, orang yang meraih itu menapaki tangga demi tangga (ujian demi ujian. Yang dari itu, mereka semakin belajar dan belajar.) Dan hasilnya pun, ternyata tidak seperti yang saya harapkan. Mungkin sedikit kecewa kepada mereka. Karena mereka kurang mampu.

Sekarang, saya berusaha untuk mendamaikan diri dari saya kecewa kepada mereka.

Siapa mereka? Adalah orang2 yang ada di sekitarku. Manusia2 yang ada disekitarku, yang didominasi ingin meraih apa yang diraih. Tepat disaat seperti itulah saya bertemu dengan Pak Haidar.

Saya kalah bicara dan kalah pengalaman plus pengetahuan. Yang kemudian, efeknya, saya selalu ditekan:

"Urusilah dirimu. Pikirkanlah dirimu. Jangan kau pikirkan tentang diriku. Pikirkanlah dirimu."

Kalimat2 itu laksana menjadi awal baru buatku. Dan saya berjuang keras (karena memang ini perlu dikerasi dan dikasari) untuk seperti itu. Mewujudkan hal tersebut.

KEBEBASAN

efek terkuat dari kedamaian, bagiku ialah kebebasan. Bebas dari apa? Bebas dari tekanan berpikir orang lain. Bebas dari mengutamakan pemikiran orang lain. Bebas dari upaya mendamaikan orang lain. Alasannya: karena saya sendiri secara pemikiran. Sakit.

Saya sakit. Dokter utamaku Pak Haida Buchori. Hanya dia yang saya patokkan untuk kontrol kesehatan. Saya sakit cara berpikirnya. Secara jasmani, saya baik2 saja, secara pemikiran inilah, saya renyek.

Saya seperti terjerat. Terjerat oleh pemikiranku sendiri. Terjerat oleh pengharapan. Yang berharap dan terlalu berharap kepada yang lain.

"Kenapa tidak kau harapkan dari dirimu sendiri?"

Aku tercengang.

"Kenapa kau begitu berharap kepada yang lain?"

Dan lewat kata, aku berdaya diri mendandani pemikiranku. Alih2 disampaikan kepada Pak Haidar, sebenarnya itu ditujukan utama buat diriku.

Begitu juga dengan kamu. Ya, kamu. Bisa jadi, kata2 yang kau keluarkan itu untuk orang lain, sebenarnya itu ditunjukan untuk dirimu sendiri.

Memahami diri sendiri, kesannya tidak begitu sukar, namun kalau perasaan dan intuitif itu digunakan: maka mampu menjadi upaya lebih memahami diri sendiri. Ilmu ini seringkali disebut dengan ilmu jiwa bahasa kerennya psikologi.
Ilmu yang mendeteksi kejiwaan, yang dihubungkan dengan data-data yang ada.

Sekurangnya begitulah kalau hendak memahami keakuan. Lewat fakta lalu diteliti.

2019

Belum ada Komentar untuk "Upaya Memahami Keakuan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel