Upaya Memahami Kehidupan

UPAYA MEMAHAMI KEHIDUPAN:

"Apakah perlu memahami kehidupan? Ya... apakah hidup perlu dipahami?" Tanya.

Ah jangan sibuk2 memikirkan hal itu. Kurang ada faedahnya juga, apalagi di zaman ini, kurang perlu, sebab yang paling perlu adalah mendapatkan uang, lalu menjalani hidup apa adanya. Kalau 'wayahe' iuran, iuran. Wayahe ibadah yo ngibadah. Wayahe mangan yo mangan. Wayahe puasa yo poso. Wayahe kerja ya kerja. Dan begitu seterusnya, tidak rumit2 tentang hidup. Bahkan tidak-begitu harus memahami tentang hidup. Hidup  itu:

Sebagaimana biasa diketahui dan dijalani. Mempunyai anak, anak besar, menikahkan anak dan menjadi mbah-mbah. Saat menjadi mbah-mbah, kematian itu semakin dekat. Kematian adalah kewajaran. Setiap manusia pasti (ya... pasti) mati. Begitulah hidup.

Dan hidup itu, butuh kerja untuk mempertahankan hidupnya. Hidup dirinya dan dirinya yang lain (pendampingnya), lalu anak dari dirinya (hasil dari percintaan keduanya). Kerja untuk mempertahankan pola-hidup itu sendiri, dan sekurang2nya tiap-tiap awak-awakan mengetahui itu. Bahkan tidak perlu rangkaian kata yang rumit, atau teori yang rumit. Ya, kalau bagiku: memahami hidup itu perlu, tapi sebenarnya, di zaman praktis ini, tidak perlu, jalani saja.

"Perlu, tapi tidak perlu... bagaimana maksudnya?" Tanya.

Huff... bagi orang yang sedang mencari, proses memahami itu perlu. Siapa pun itu orangnya. Yang butuh pemahaman, perlu. Siapa pun itu: para reporter, para pencari ilmu, para tukang kerja, para-para yang lain, bahkan para bujang dan nona yang ingin memahami 'calon' pendampingnya. Itu sangat perlu. Namun, bagi yang telah memahami, untuk apa harus memahami. Ah mendadak saya teringat ucapan (ya... ucapan. Kata yang diucap) dari Pak Haidar:

ORANG PAHAM BELUM TENTU PAHAM

waktu itu saya berkata begini:

Sebenarnya saya telah memahami hidup, Pak. Hidup begini-begini-begini (uraiannya di atas). Tapi mengapa saya seakan tidak memahami sesuatu yang disebut hidup.

Disisi lain, waktu itu saya masih terikat akan namanya sistem akademik. Tentu saja saya harus menyelesaikan proses itu, sayangnya pemikiran saya telah selesai. Saya telah mengetahui bagaimana saya berpikir (sekurang-kurangnya saya telah menyelesaikan visi utama saya, yakni mengetahui bagaimana saya berpikir. Maksudnya, saya mengetahui pola berpikir. Apakah berpikir mempunyai pola? Menurut saya ia. Sekurangnya penemuan saya terhadap pemkirian saya begini: pola pikir saya ialah pola pikir orang desa yang orientasinya kyai desa. Alasannya, karena saya agak lama berada pada naungan keislaman dan cenderung 'jarang' bekerja secara fakta).

Keluhan saya kepada Pak Haidar tentang pemahaman hidup itu sendiri. Walau pada kesempatan yang lain beliau berkata: "jalani saja." Maksudnya, jalanilah proses kehidupan. Pada kesempatan yang lain dikatakan: "Percayalah pada Gusti Pangeran." Maksudnya, kepada Allah SWT.

Yaps, seakan konsentrasi pemikiranku ada pada kehidupan. Kehidupan yang dipikirkan lebih. Kehidupan yang diinginkan oleh pemikiranku. Sekurang2nya, pemikiran yang mencari ideal.

Dan sekarang, sekurang2nya, secara individu saya melepaskan diri dari 'keinginan' (harapan) keidealan hidup, kecuali menjalani hidup itu sendiri.

"Jadi, apakah perlu memahami kehidupan secara utuh?" Tanya.

Jawabku, "Sebagaimana tadi telah kukatakan. Perlu bagi yang perlu memahami dan tidak perlu bagi yang sudah memahami. Yang sudah memahami, tinggal menjalani hidup."

2019

Belum ada Komentar untuk "Upaya Memahami Kehidupan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel