Tentang Membaca
Rabu, 26 September 2018
Tambah Komentar
Tentang Membaca - Saya membaca tokoh-tokoh filsuf kontemporer. Ternyata mereka itu rajin-rajin membaca. Saya telat membaca, memang dulu saya membaca. Tapi saya tidak mudeng-mudeng.
Saya mengklaim: saya itu tidak mudengan.
Memang saya dulu membaca. Bahkan rajin ke perpustakaan. Tapi kok ya saya membaca kosong
Artinya: Saya membaca sekedar membaca, tidak paham yang saya baca. Maksudnya: pengetahuan itu tidak menarik diriku untuk menyelusuri lebih jauh.
Memang sih dulu saat membaca saya merasa kurang dengan itu. Maka saya baca si itu. Ternyata, si itu yang dulu salah. Semestinya saya kejar yang awal saya ingin capai. Tapi saya tergoda sebelum mencapai yang ingin dicapai. Ternyata, saya mengakui: membaca itu tidak gampang.
Memang sih saya tahu, membaca adalah merapalkan kata demi kata. Dan layak disebut aktifitas membaca. Membaca itu mudah. Ternyata, itu tidak tepat. Artinya: membaca itu harus punyai ketepatan terhadap apa yang dibaca. Membaca itu harus punyai tujuan terhadap apa yang dibaca.
Memang sih saya telat menyadari itu, sangat telat. Apalagi membaca tentang para filsuf, oh sangat telat.
Tapi tetap saya baca: bahkan sekarang saya membaca era postmodern: era-era post, hyperrealitas, simulasi, dekontruksi, postrealitas, semiotic, dan tetek bengek kawan-kawannya. Hasilnya, kuliah jadi ajang sarat kebodohan, apalagi tentang pemikiran: tapi tidak juga lah, masih banyak yang tidak tahu kok (bolehlah saya sedikit bangga, sedikit saja).
Dari itu saya mengetahui, ternyata membaca tidak semudah mengatakan: baca.
Tentang Membaca
Membaca pada akhirnya ya memang seperti apa yang telah didengungkan membaca-baca yang lain, tidak sekedar membaca satu tok, puluhan bahkan ratusan. Namun terkadang benar, kadang tidak harus membaca sampai begitu banyaknya. Tapi rupanya, untuk menjadi orang-intelek harus membaca sebegitu banyaknya.“Kenapa harus begitu banyak membaca?”
Supaya tahu.
“Tapi tidak harus banyak membaca kan?”
Harus.
“Kok menekan begitu! Haruskah membaca?”
Harus.
“Kalau tidak banyak membaca bagaimana?”
Ya. Tidak bagaimana –bagaimana.
“Kalau sedikit membaca bagaimana?”
Bagus.
“Kalau sedikit sekali membaca bagaimana?”
Bagus.
“Kalau tidak membaca bagaimana?”
Ya! Tidak bagaimana-bagaimana. Sayangnya, hidup tidak bisa lepas dari membaca.Pasti membaca.
Kenalilah, bahwa tatkala kamu melihat teks. Bukankah itu disebut membaca? Bukankah teks berada dimana-mana. Disekitar jalan. Di ruko. Pada hape, gagdeg, pada apa-pun. Pasti banyak teks: bukankah itu termasuk aktifitas membaca.
Membaca, pelaku tukang baca, yang memahami bahwa dirinya butuh membaca. Tidak mudah untuk merasakan dirinya merasa butuh untuk membaca. Maka perlu dilatih untuk mendapatkan rasa butuh membaca. Yang kemudian, akan menjadi hasil: tambah rajin membaca. Membaca ranah-ranah yang telah saya sebutkan di atas: era post-modern. Membaca untuk lebih mendalami. Membaca supaya tepat dikatakan: paham. Dan saya membaca untuk tidak menjadi pinter. Tapi membaca karena kebutuhanku. Harusnya orang-orang begitu. Merasakan bahwa membaca itu adalah kebutuhan. Bukan paksaan untuk membaca.
Terakhir, apa yang saya dapatkan dari membaca tokoh-tokoh filsuf kontemporer. Membaca menjadi aktifitas keseharian. aktifitas rutinitasku. Ternyata, aku juga pembaca, sayangnya saya tidak memahami bahwa saya membaca. aha...
Selamat membaca...!
Belum ada Komentar untuk "Tentang Membaca"
Posting Komentar