Demokrasi dan Fungsi Kesejarahannya di Negeri Arab
Minggu, 30 September 2018
Tambah Komentar
Demokrasi dan Fungsi Kesejarahannya di Negeri Arab - Saya menulis ini mengikuti judul, sekedar judul yang dibuat oleh Pak Muhammad Abed Al-Jabiri: sebenarnya beliau menjelaskan hal itu, namun saya menuliskan dengan gaya saya. Dengan daya tangkap saya terhadap suatu ‘terma’ yang dibahas. Alasan ini saya buat, supaya saya nanti mau membaca dari apa yang Pak Muhammad Abed al-Jabiri. Membaca dalam arti, menangkap apa yang Pak Muhammad Abed Al-Jabiri ungkapkan.
Caranya, saya tulis judul besar. Lalu saya tuliskan sub-babnya.
1. Demokrasi sebagai Tuntutan di Negeri Arab
2. Syura Lain… Demokrasi Lain..
3. Demokrasi: Suatu Kelahiran yang Susah Payah
Namun bagi Negeri Arab, kelahiran Demokrasi menjadi sesuatu yang susah payah. Artinya susah payah, karena alasan yang telah saya katakan tadi: demokrasi itu dari budaya barat, dari olahan barat, sementara tradisi keislaman mempunyai ciri tersendiri; yakni syura. Dan kelak, di bagian yang lain akan dibicarakan bagaimana kerja syura di negeri arab itu sendiri.
Pada sejarahnya, kelahiran demokrasi itu adalah sebuah kelahiran yang susah, hal itu juga susah yang terjadi di Barat, di Yunani (Entah itu masih menjadi issue, atau sekedar pemikiran belaka; atau itu benar-benar terealisasikan oleh fakta.) sebabnya, tuntutan demokrasi adalah dari rakyat untuk rakyat. Yang bakalan menurunkan ‘derajat’ yang telah berlaku, yang biasanya digerakkan oleh struktur kekeluargaan, atau upaya bertahan dari keluarga-keluarga. Biasanya, sebuah pemerintahan begitu: turun temurun yang memimpin. Turun temurun menjadi pengganti.
Padahal, semestinya, kalau demokrasi itu benar-benar dibangun. Ialah setiap rakyat harus menjadi rakyat, dan dari kumpulan itu menjadi kumpulan dari rakyat yang sedikit menuju rakyat yang banyak.
Sebagaimana diketahui, bahwa bertemu dengan orang banyak, mempunyai kendali atas orang banyak, menjadikan diri (kemanusiaan) mudah tergoda; tergoda dengan kemanusiaan yang ada di dalam dirinya: suatu kebanggaan, suatu keunggulan, dan suatu kesenangan, dan tibalah masanya ‘manusia’ itu menjadi manusia yang sombong, yang membesarkan diri, bangga diri. Efek terkuatnya: ‘kelupaan’ akan status yang dibuatnya, yang tugasnya mewakili terhadap rakyat. Perwakilan.
Sebabnya, watak manusia itu berbeda-beda. Ketika perbedaan itu bertemu, semestinya dirinya harus mawas diri atas godaan yang terjadi. Itu sebabnya, kelahiran demokrasi adalah suatu kelahiran yang susah payah.
Selain prosesnya menuju demokrasi, ada yang ditentang dari demokrasi itu sendiri; yakni kekuasaan yang ada; kekuasaan yang enggan dibagi-bagi. Sebab, setiap manusia ‘diselimuti’ kehendak untuk berkuasa. Dengan berkuasa manusia itu mampu dengan mudah atas kehidupannya, ini di sisi lain. dengan berkuasa orang itu memerintah. Dengan memerintah, manusia itu ‘mengusai’ yang diperintah.
Itulah mengapa kelahiran demokrasi adalah suatu kehadiran yang susah payah.
Caranya, saya tulis judul besar. Lalu saya tuliskan sub-babnya.
1. Demokrasi sebagai Tuntutan di Negeri Arab
2. Syura Lain… Demokrasi Lain..
3. Demokrasi: Suatu Kelahiran yang Susah Payah
Demokrasi dan Fungsi Kesejarahannya di Negeri Arab
Dari rakyat untuk rakyat, itulah demokrasi. Di Indonesia juga menggunakan gaya-pemerintahan itu—karena ukurannya Negara, maka desa yang ada pada territorial Negara pun mengikuti, yakni di desaku, Wargomulyo; setidaknya saya juga ‘merasakan’ apa yang dinamakan demokrasi. Menjalankan suatu hal yang disebut dengan demokrasi. Namun sayangnya, seperti yang dikatakan oleh Pak Muhammad Abed al-Jabiri, bahwasanya demokrasi itu sering terjadi dikala pemilihan kerakyataan. Sekedar pada ‘pemilihan’. Hingga kemudian, ketika ditanyakan apa itu demokrasi? Maka jawabnya, keadilan. Persamaan. Sebabnya sejauh ini demokrasi yang dilaksanakan tidaklah seperti demokrasi yang diharapkan; alasannya, bisa jadi, rakyat kurang mengerti atau bahkan tidak menjalankan dirinya sebagaimana kerakyataannya. Sebenarnya, dengan keberadaan Agama Islam di Desa Wargomulyo, mampu tercipta alur Demokrasi-Islam; sebabnya, dalam islam, setiap individu itu mempunyai kesamaan derajat dengan individu lainnya; yang membedakan derajat adalah keimanan. Nah, inilah ukuran keimanan yang menjadi tolak ukur kemanusiaan. Dan kembali lagi menuju buku Pak Muhammad Abed Al-Jabiri—demokrasi.Namun bagi Negeri Arab, kelahiran Demokrasi menjadi sesuatu yang susah payah. Artinya susah payah, karena alasan yang telah saya katakan tadi: demokrasi itu dari budaya barat, dari olahan barat, sementara tradisi keislaman mempunyai ciri tersendiri; yakni syura. Dan kelak, di bagian yang lain akan dibicarakan bagaimana kerja syura di negeri arab itu sendiri.
Pada sejarahnya, kelahiran demokrasi itu adalah sebuah kelahiran yang susah, hal itu juga susah yang terjadi di Barat, di Yunani (Entah itu masih menjadi issue, atau sekedar pemikiran belaka; atau itu benar-benar terealisasikan oleh fakta.) sebabnya, tuntutan demokrasi adalah dari rakyat untuk rakyat. Yang bakalan menurunkan ‘derajat’ yang telah berlaku, yang biasanya digerakkan oleh struktur kekeluargaan, atau upaya bertahan dari keluarga-keluarga. Biasanya, sebuah pemerintahan begitu: turun temurun yang memimpin. Turun temurun menjadi pengganti.
Padahal, semestinya, kalau demokrasi itu benar-benar dibangun. Ialah setiap rakyat harus menjadi rakyat, dan dari kumpulan itu menjadi kumpulan dari rakyat yang sedikit menuju rakyat yang banyak.
Sebagaimana diketahui, bahwa bertemu dengan orang banyak, mempunyai kendali atas orang banyak, menjadikan diri (kemanusiaan) mudah tergoda; tergoda dengan kemanusiaan yang ada di dalam dirinya: suatu kebanggaan, suatu keunggulan, dan suatu kesenangan, dan tibalah masanya ‘manusia’ itu menjadi manusia yang sombong, yang membesarkan diri, bangga diri. Efek terkuatnya: ‘kelupaan’ akan status yang dibuatnya, yang tugasnya mewakili terhadap rakyat. Perwakilan.
Sebabnya, watak manusia itu berbeda-beda. Ketika perbedaan itu bertemu, semestinya dirinya harus mawas diri atas godaan yang terjadi. Itu sebabnya, kelahiran demokrasi adalah suatu kelahiran yang susah payah.
Selain prosesnya menuju demokrasi, ada yang ditentang dari demokrasi itu sendiri; yakni kekuasaan yang ada; kekuasaan yang enggan dibagi-bagi. Sebab, setiap manusia ‘diselimuti’ kehendak untuk berkuasa. Dengan berkuasa manusia itu mampu dengan mudah atas kehidupannya, ini di sisi lain. dengan berkuasa orang itu memerintah. Dengan memerintah, manusia itu ‘mengusai’ yang diperintah.
Itulah mengapa kelahiran demokrasi adalah suatu kehadiran yang susah payah.
Belum ada Komentar untuk "Demokrasi dan Fungsi Kesejarahannya di Negeri Arab"
Posting Komentar