Demokrasi: Fungsi dan Kesejarahannya bagi Negeri Arab
Minggu, 30 September 2018
Tambah Komentar
Demokrasi: Fungsi dan Kesejarahannya bagi Negeri Arab - Pada bagian ini, saya membaca teks-teks sebelum ini dari Pak Muhammad Abed Al-Jabiri. Yakni, Demokrasi sebagai tuntutan bagi Negeri Arab, Syura lain… demokrasi lai… dan Demokrasi: suatu kelahiran yang susah payah.
Tujuan membaca, untuk mengerti benang merah sehingga menciptakan: persekutuan dalam kekuasaan Manusia.
Dan yang saya tangkap (tangkap di dalam pemikiran saya, di dalam memori): bahwasanya pembicaraan ini berkaitan (saling kait mengait; berhubungan) dengan blok barat dan blok timur: antara eropa dan Arab . Antara filsafat dan agama. Yang mana, pangkalnya adalah Arab, dan yang menjadi sesuatu yang hendak ditarik adalah demokrasi eropa, untuk dijadikan arab namun tetap saja versi arab, bukan versi demokrasi sebagaimana yang diterapkan pada orang-orang eropa.
Ada partai yang memiliki ide
Ada pemerintah yang sah
Begitulah yang terjadi. dan begitulah proses yang kita jalani. Sejauh ini begitu, seakan partai itu mempunyai ‘pola’ kerja sendiri yang itu mendukung tentang pemerintahan yang sah.
Sekutu yang dimaksud, dan saya berupaya menebak, bahwa sekutu itu adalah blok yang dibuat sekumpulan rakyat dengan tujuan: entah itu menentang pemerintahan yang saha, atau mendukung pemerintahan yang sah.
Karena pada kasus yang ditawarkan Pak Muhammad Abed al-Jabiri itu belum terlaksana, waktu dia menuliskan, maka menurut saya, yang dimaksud dengan persekutuan dalam kekuasaan manusia begini:
Dia melihat bahwa pada proses demokrasi yang terjadi, harus ada sekutu terhadap kekuasaan yang berlaku, yang kemudian di kenal dengan partai-partai itu. tujuan partai-partai ialah mengumpulkan manusia yang sesuai dengan pemikiran manusia. dengan ide yang sama, namun kenyataan yang terjadi: seringkali partai menjadi sebuah system yang harus diikuti prosedurnya, orang-orang datang sekedar menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan ‘partai’.
Ah begini saja, untuk hal ini saya kepayahan mengungkapkan, lebih baik saya kutipkan apa yang dituliskan pak Muhammad Abed Al-Jabiri:
“mengubah bangunan kognitif orang Arab, mempermudah pembauran sosial dan perpindahan kekuasaan ke tangan elit-elit baru di setiap negara Arab, serta membuka jalan menuju persatuan Arab, merupakan fungsi kesejarahan bagi demokrasi di negeri Arab. Jadi, dengan tanpa ‘sekutu’ di wilayah kekuasaan manusia dan kemajemukan partai, yang berarti keragaan partai dan keragaman suara dalam satu partai maka tidak akan ada jalan menuju persatuan. Dan tanpa persatuan minimal dan hakiki di antara orang-orang Arab, niscaya tidak akan ada kemajuan dan kebangkitan di negeri Arab,” Kata Pak Muhammad Abed Al-Jabiri.
Saya sebenarnya kurang paham dengan hal tersebut, malah kurang mengerti: namun agaknya saya tertarik untuk membuat issu begini:
Tujuan buku ini bagiku asyik. Asyik karena ada upaya (Tentu saja menurutku) untuk memadukan antara timur dan barat, tapi tetap saja timur tidak kehilangan ketimurannya.
Dan ini menjadi jalan yang menarik untuk Indonesia, setidaknya untuk desa saya, dan lebih-lebih untuk pemikiran saya, dan mengatakan:
Di Indonesia itu sistemnya bagus. Hanya saja, manusianya itu, ya, kendala terbesarnya ada pada manusia yang kurang bagus menjalankan sistemnya. Sistemnya sudah musyawarah, menggunakan demokrasi, dan mayoritas penduduk adalah islam. tapi yang kurang itu adalah tentang pengetahuan. Kendalanya lagi, ada pada pengetahuan. Termasuk orang-orang yang kurang mengerti tentang tujuan dari pengetahuan. Sebabnya: kalau kita mengingat ulang pelajaran sejarha di abad Pencerahan, abad kebangkitan di eropa, itu terjadi karena pengetahuan, karena keilmuan. Maka lagi-lagi, untuk menjadi bangkit pentingnya keilmuan.
Namun penting juga dikabarkan, sebelum terjadi kebangkitan renaisanse di eropa, sebelum itu orang eropa terpuruk atau pad amasa kegelapan pengetahuan. Ketika islam atau kekuasaan keislaman menyetuh bagian eropa, akhirnya eropa bangkit.
Artinya, islam juga mempunyai ‘sesuatu’ model kebangkitan. Yakni, keimanan. Keimanan yang diajarkan dari Kanjeng Nabi Muhammad , yang dengan keimanan (kepercayaan) maka orang arab bangkit. Bangkit dan bahkan membangkitkan orang eropa, untuk lebih ‘tercerahkan’ kepada martabat-kemanusiaan. yang lama-lama, keislaman itu runtuh, keislaman itu terkalahkan oleh bangsa eropa. Itulah sejarahnya.
Dan yang saya ambil untuk Indonesia, termasuk di desa saya itu, termasuk diri saya sendiri:
Indonesia itu di dasari kuat oleh keagamaan (Sekali pun ada pengaruh hindu-budha, itulah yang menjadikan ‘unik’ dan ‘berbeda’ dibanding negeri Arab) yang tentu saja, kalau hendak ‘bangkit’ (apakah sejauh ini tidak bangkit? Kalau melihat bertebarnya kasus korupsi yang melanda petinggi-petinggi: apakah itu bangkit?) maka penting untuk mengikuti (atau lebih tepatnya: menerapkan) keimanan kembali. Dan kemudian, didukung dengan sains (sebagiamana orang-orang eropa), karena mau tidak mau, system pendidikan yang berlaku adalah mengikuti model orang eropa. Dan syarat untuk membangun itu adalah dengan upaya pengajar, dan kekuasaan yang menggerakan itu.
Ah semestinya, tema yang diujarkan adalah tentang: Demokrasi: Persekutuan dalam Kekuasaan Manusia, yang itu perspektifku. Yang itu mengaitkan dengan Indonesia, desa, dan diriku: tapi apa daya, saya kepayahan untuk mengungkapkan itu kecuali memaparkan apa yang telah saya paparkan. Demikian.
Tujuan membaca, untuk mengerti benang merah sehingga menciptakan: persekutuan dalam kekuasaan Manusia.
Dan yang saya tangkap (tangkap di dalam pemikiran saya, di dalam memori): bahwasanya pembicaraan ini berkaitan (saling kait mengait; berhubungan) dengan blok barat dan blok timur: antara eropa dan Arab . Antara filsafat dan agama. Yang mana, pangkalnya adalah Arab, dan yang menjadi sesuatu yang hendak ditarik adalah demokrasi eropa, untuk dijadikan arab namun tetap saja versi arab, bukan versi demokrasi sebagaimana yang diterapkan pada orang-orang eropa.
Demokrasi: Persekutuan dalam Kekuasaan Manusia
Kekuasaan manusia (Si penguasa, taruklah si presidennya) ketika mempunyai itu, maka di sana menyisahkan ‘para pemikir kerakyataan’, dalam bahasa kita, ada partai yang dibicarakan. Untuk hal ini, memudahkan:Ada partai yang memiliki ide
Ada pemerintah yang sah
Begitulah yang terjadi. dan begitulah proses yang kita jalani. Sejauh ini begitu, seakan partai itu mempunyai ‘pola’ kerja sendiri yang itu mendukung tentang pemerintahan yang sah.
Sekutu yang dimaksud, dan saya berupaya menebak, bahwa sekutu itu adalah blok yang dibuat sekumpulan rakyat dengan tujuan: entah itu menentang pemerintahan yang saha, atau mendukung pemerintahan yang sah.
Karena pada kasus yang ditawarkan Pak Muhammad Abed al-Jabiri itu belum terlaksana, waktu dia menuliskan, maka menurut saya, yang dimaksud dengan persekutuan dalam kekuasaan manusia begini:
Dia melihat bahwa pada proses demokrasi yang terjadi, harus ada sekutu terhadap kekuasaan yang berlaku, yang kemudian di kenal dengan partai-partai itu. tujuan partai-partai ialah mengumpulkan manusia yang sesuai dengan pemikiran manusia. dengan ide yang sama, namun kenyataan yang terjadi: seringkali partai menjadi sebuah system yang harus diikuti prosedurnya, orang-orang datang sekedar menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan ‘partai’.
Ah begini saja, untuk hal ini saya kepayahan mengungkapkan, lebih baik saya kutipkan apa yang dituliskan pak Muhammad Abed Al-Jabiri:
“mengubah bangunan kognitif orang Arab, mempermudah pembauran sosial dan perpindahan kekuasaan ke tangan elit-elit baru di setiap negara Arab, serta membuka jalan menuju persatuan Arab, merupakan fungsi kesejarahan bagi demokrasi di negeri Arab. Jadi, dengan tanpa ‘sekutu’ di wilayah kekuasaan manusia dan kemajemukan partai, yang berarti keragaan partai dan keragaman suara dalam satu partai maka tidak akan ada jalan menuju persatuan. Dan tanpa persatuan minimal dan hakiki di antara orang-orang Arab, niscaya tidak akan ada kemajuan dan kebangkitan di negeri Arab,” Kata Pak Muhammad Abed Al-Jabiri.
Saya sebenarnya kurang paham dengan hal tersebut, malah kurang mengerti: namun agaknya saya tertarik untuk membuat issu begini:
Tujuan buku ini bagiku asyik. Asyik karena ada upaya (Tentu saja menurutku) untuk memadukan antara timur dan barat, tapi tetap saja timur tidak kehilangan ketimurannya.
Dan ini menjadi jalan yang menarik untuk Indonesia, setidaknya untuk desa saya, dan lebih-lebih untuk pemikiran saya, dan mengatakan:
Di Indonesia itu sistemnya bagus. Hanya saja, manusianya itu, ya, kendala terbesarnya ada pada manusia yang kurang bagus menjalankan sistemnya. Sistemnya sudah musyawarah, menggunakan demokrasi, dan mayoritas penduduk adalah islam. tapi yang kurang itu adalah tentang pengetahuan. Kendalanya lagi, ada pada pengetahuan. Termasuk orang-orang yang kurang mengerti tentang tujuan dari pengetahuan. Sebabnya: kalau kita mengingat ulang pelajaran sejarha di abad Pencerahan, abad kebangkitan di eropa, itu terjadi karena pengetahuan, karena keilmuan. Maka lagi-lagi, untuk menjadi bangkit pentingnya keilmuan.
Namun penting juga dikabarkan, sebelum terjadi kebangkitan renaisanse di eropa, sebelum itu orang eropa terpuruk atau pad amasa kegelapan pengetahuan. Ketika islam atau kekuasaan keislaman menyetuh bagian eropa, akhirnya eropa bangkit.
Artinya, islam juga mempunyai ‘sesuatu’ model kebangkitan. Yakni, keimanan. Keimanan yang diajarkan dari Kanjeng Nabi Muhammad , yang dengan keimanan (kepercayaan) maka orang arab bangkit. Bangkit dan bahkan membangkitkan orang eropa, untuk lebih ‘tercerahkan’ kepada martabat-kemanusiaan. yang lama-lama, keislaman itu runtuh, keislaman itu terkalahkan oleh bangsa eropa. Itulah sejarahnya.
Dan yang saya ambil untuk Indonesia, termasuk di desa saya itu, termasuk diri saya sendiri:
Indonesia itu di dasari kuat oleh keagamaan (Sekali pun ada pengaruh hindu-budha, itulah yang menjadikan ‘unik’ dan ‘berbeda’ dibanding negeri Arab) yang tentu saja, kalau hendak ‘bangkit’ (apakah sejauh ini tidak bangkit? Kalau melihat bertebarnya kasus korupsi yang melanda petinggi-petinggi: apakah itu bangkit?) maka penting untuk mengikuti (atau lebih tepatnya: menerapkan) keimanan kembali. Dan kemudian, didukung dengan sains (sebagiamana orang-orang eropa), karena mau tidak mau, system pendidikan yang berlaku adalah mengikuti model orang eropa. Dan syarat untuk membangun itu adalah dengan upaya pengajar, dan kekuasaan yang menggerakan itu.
Ah semestinya, tema yang diujarkan adalah tentang: Demokrasi: Persekutuan dalam Kekuasaan Manusia, yang itu perspektifku. Yang itu mengaitkan dengan Indonesia, desa, dan diriku: tapi apa daya, saya kepayahan untuk mengungkapkan itu kecuali memaparkan apa yang telah saya paparkan. Demikian.
Belum ada Komentar untuk "Demokrasi: Fungsi dan Kesejarahannya bagi Negeri Arab"
Posting Komentar