Nasihat: Keimanan dan Keislaman






Taufik, apa yang engkau ketahui tentang keimanan? Bukankah engkau telah mengetahui tentang sesuatu yang disebut dengan keimanan? Yakni sekedar percaya! Sudahkah engkau benar-benar percaya terhadap sesuatu yang engkau percayai itu?

Jawabannya, memang pada dasarnya teramat mudah menjawab itu, namun ‘karakteristik’ manusia itu berbeda-beda; sifat bawaan yang telah digariskan dari-Nya itu berbeda:

jika kataku percaya adalah telah mempercayai dan itu telah terjadi, maka jika itu adalah jawabmu: bersamaan dengan sifat-sifat dan giringan watakmu, maka itu belumlah sempurna. Sebab engkau lahir dalam suatu kondisi keislaman yang berjalanan, maka efeknya adalah berjalan; bukan pada sibuk ranah-ranah teori.

Kenanglah, tradisi keislaman di zaman nabi—dan harus itulah yang menjadi cermin utama dirimu, selalu itu, sebab setiap ulama pun berdaya diri untuk meniru kanjeng nabi, tapi ternyata, watak alamiahnya, tidak mampu menyerupakan apa yang telah kanjeng nabi Muhammad tawarkan; wal-hasil, dia menerima dengan apa-apa yang memang telah menjadi takdirnya—keimanan itu menjadi dasaran yang kuat, setelah keimanan itu melekat dan rekat, maka mereka membuat aturan untuk mempertahankan keimanannya tersebut. Maka terjadilah keislaman.

Jika kau bertanya kepadaku, tentang penting atau prioritas: manakah yang lebih prioritas keimanan atau keislaman?

Jawabku, sebab engkau yang bertanya, maka yang menjadi prioritas adalah keimanan, tatkala keimananmu menguat, maka yang engkau lihat adalah mengabarkan tentang keislaman, didahului keimanan baru kemudian kepentingan keislaman.

Jika aku bertanya, apa yang engkau ketahui tentang keimanan?

Tentu engkau akan mudah berkata, iman kepada allah, rasul, kitab, malaikat dan hari-akhir, serta qodo dan qodar: maka menjawabnya mudah, namun penerapannya, apakah semudah itu? apakah engkau benar-benar beriman kepada tiap-tiap bulir yang ditawarkan?

Nah, zaman sekarang, banyak orang yang mampu menjawab tentang rangkaian keimanan, tapi sebenarnya, penting dipertanyakan lagi, benarkah mereka benar-benar percaya terhadap apa yang dipercayai? Yang malah terjadi, adalah mereka mempercayai sebagian dari point-point keimanan, padahal yang benar, yang penting diprioritaskan adalah iman kepada Allah;

Tatkala benar-benar iman kepada Allah, maka semua adalah milik-Nya, semua adalah kuasa-Nya, semua akan kembali kepada-Nya, oleh karenanya, manusia penting untuk menyiapkan modal kembali kepada-Nya; jika pun tidak mempercayai akan kembali kepada-Nya, maka harusnya baik kepada sesama manusia.

Baik kepada manusia yang lainnya.

Manusia itu berbeda dengan binatang.

Namun manusia mempunyai sifat-sifat yang binatang punya, bahkan sering terjadi, manusia lebih kejam dibanding dengan binatang. Manusia mampu lebih, lebih, lebih liar dibanding binatang. Begitulah tabiat manusia. Namun, manusia pun mampu menjadi manusia yang baik, karena begitulah watak dari kemanusiaan.

Dan kedatangan saya kepadamu, untuk menguatkan tentang keimananmu, tentang kepercayaanmu, tentang sesuatu yang telah engkau percayai. Yang selanjutnya, engkau penting untuk membaca literature demi literature untuk mengokohkan keimananmu.

Jika ditanya, mengapa penting untuk membaca literature?

Jawabnya, untuk mengokohkan apa yang engkau ketahui.

Dan literature utama yang penting engkau baca adalah al-quran; serta kumpulan hadist-hadist dari kitab-kitab hadist yang baik.

Jika engkau merasa terberatkan dengan apa-apa yang saya tawarkan; mohon ampunlah dengan kesungguhan kepada-Nya, bahwa engkau memang lemah, akuilah kekuranganmu, akuilah tentang kelemahanmu, sungguh di saat engkau mengakui kelemahamu, disaat itu orang-orang siap mengisi kekuranganmu dan menjadi pendukung-pendukung untuk kebersamaanmu.

Yang pasti, jangan lalaikan tentang shalat jamaah: sekali pun engkau berjamaah, tetaplah engkau meniatkan lilahita’ala.

Jika orang-orang memujimu, katakanlah, segala puji adalah milik-Nya.

Jika orang-orang menyukaimu, katakanlah, segala puji kembali kepada-Nya

Terakhir, jika keimananmu semakin menguat, maka engkau sudah pasti sangat-sangat membutuhkan orang lain untuk menguatkan keimananmu dengan wujud keislamanmu: jika orang-rang belum menolongmu atau mereka belum tergerak untuk menolongmu, maka engkau penting menawarkan diri, supaya diminta pertolongan kepada mereka.

Dan janganlah engkau malu atau sungkan mengkaui lemah imanmu, lemah kemanusiaanmu: sungguh, zaman sekarang, banyak orang yang sombong kepada orang lain, dalam arti seakan-akan tidak mebutuhkan orang; maka tetaplah engkau menyakinkan diir bahwa engkau membutuhkan orang-orang lain.

Begitu ya…

Belum ada Komentar untuk " Nasihat: Keimanan dan Keislaman "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel