Tentang Aktifkanlah Panca Indramu






Taufik, untuk apa panca-inderamu? Sudahkah engkau benar-benar mengaktifkan panca-inderamu? Sudahkah engkau benar-benar ‘mengaktifkan’ panca inderamu? Sudahkah engkau benar-benar melihat saat engkau melihat? Sudahkah engkau benar-benar mendengar apa yang engkau dengar? Sungguh, rangkaian pertanyaanku adalah untukmu, supaya engkau memahami benar-benar tentang kehidupan ini; supaya engkau ‘paham’. Ingat! Paham. Yang saya tawarkan bukanlah ‘ketahuan’ tapi kepemahaman tentang hidup yang sesungguhnya. Apakah itu hidup yang sesungguhnya? Adalah jalinan individu dengan individu yang lain; yang saling membutuhkan satu sama lain, yang saling mendukung satu sama lain, yang saling mendukung satu sama lain, tatkala satu diantara mereka sakit, maka yang lain turut merasakan, tatkala satu di antara mereka luka, maka yang lainnya ‘penting’ merasakan luka; begitulah hidup yang sesungguhnya. Dengan begitu, maka tidak akan merasa sendirian, engkau tidak merasakan kesepian; dan engkau akan merasakan tentang keramaian sahabat dan jalinan kemanusiaan.

Jika engkau bertanya, bagaimana dengan hidupku? Apakah hidupku telah menjadi sempurna?

Jawabku, engkau telah mengetahui ‘jalinan’ kehidupanku, yang lebih terkurung oleh system yang ada; hidupku ke sana- ke mari, adalah lelaki panggilan. Yang dipanggil ke sana dan ke mari: begitulah realitasku, begitulah kenyataanku, dan ingat: aku itu berbeda denganmu, jika pun ada kemiripan: fakta, kita itu berbeda. Fakta bahwa kita berada di lokasi yang berbeda. Dan tentu, saya pun berdaya diri untuk mengaktifkan panca-indraku: kau pikir aku tidak berusaha untuk lebih lagi mengaktifkan panca-inderaku? Kau pikir aku bermalas-malasan untuk belajar lagi? Jangan salah: aku kini lebih terikatkan status kepengajaran, yang tentu, senantiasa aku adalah orang yang belajar.

Dan ketahuilah, mengaktifkan panca-indera, adalah berusaha untuk sadar diri terhadap realitas yang terjadi. Begitulah realitas yang sebenarnya, begitulah makna dari akal yang sesungguhnya: yakni, berdaya diri menggunakan ‘akal’.

Engkau mengaji filsafat-barat, tentu engkau mengetahui bahwa kelemahan orang-orang barat adalah lebih cenderung mengaktifkan akal namun lalai dengan realitas yang sesungguhnya; bahwa sesungguhya hidup adalah tentang realitas, maka kesalahan orang-orang di zaman modern lebih mengunggulkan tentang akal atau ilmu, dan sibuk, tapi ilmu sekedar ilmu; ilmu tidak mengantarkan pada ‘kebahagian’, melainkan tekanan ‘kehidupan’, yang dampaknya adalah frustasi dan tekanan individual yang semakin kuat; dan tawaran islam adalah tentang realitas yang sesungguhnya: hidup adalah realitas yang sesungguhnya, hidup adalah alat untuk meraih keabadian kelak, maka bermodallah untuk hari kelak. Apakah saya mencampurkan antara realitas bersama agama? Maksudnya, sangat-sangat dogmatis (pembicaraan yang meruncing pada agama sebagai batasan): memang! Tapi maksud saya, realitas yang harus beragama. begitu saja. dengan tidak mempayahkan ‘hukum-hukum’ agama menjadi realitas.

Begitulah zaman sekarang: orang-orang sering menyibukkan tentang fikih, sementara keimanannya lemah. Ketahuilah taufik, andai keimananmu menguat dan mengokoh kuat, maka sudah pasti engkau sangat-sangat membutuhkan kefikihan, engkau sangat-sangat membutuhkan keislaman, dan tujuannya, tentu untuk mendapati kebahagiaan kamu di dunia: bahagia yang sempurna.

Itulah kata-kata yang keluar dari diriku, untukmu, Taufik. Mengabarkan kepadamu untuk mendapati kebahagiaan yang sempurna; andai aku tidak menerapkan, sungguh aku telah menyampaikan. andai aku tidak mampu melaksanakan, sungguh aku gembira kalau engkau mampu melaksanakan: dan aku tentu tidak iri dengan apa-apa yang terjadi kepadamu, karena begitulah takdir untukmu, takdirku adalah mengantarkanmu, menemanimu untuk mendapatkan bahagia: syukur-syukur aku pun mampu menerapkan apa yang kusampaikan. Syukur-syukur aku merasakan apa yang kusampaikan. Namun, saksikanlah—sebenarnya engkau telah mengetahui—bahwa aku telah menjadi orang yang menerima dari alur yang telah diberi oleh-Nya, maka dukunglah aku untuk lebih mengokohkan diri terhadap kepenerimaan tersebut.

Jika engkau semakin aktif mengeluarkan akalmu, sungguh disitulah engkau benar-benar mengetahui bagaimana kapasitas sesungguhnya dirimu. Jika engkau benar-benar aktif meggunakan akalmu; disitulah ilmu-pengetahuanmu akan diuji oleh dirimu sendiri. Pakailah akalmu; pakailah panca-inderamu. Aktifkan panca indramu:

Jangan melihat sekedar melihat, teroboslah.

Jangan mendengar sekedar mendengar, pahamilah.

Jangan berpikir sekedar berpikir, rasa dan resapilah.

Begitu ya…

2017

Belum ada Komentar untuk "Tentang Aktifkanlah Panca Indramu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel