Puisi-puisi Hidayat Tf
Selasa, 04 April 2017
Tambah Komentar
Dia Penyambungku
Aku tidak mengagungkan guruku
Dia bukanlah orang yang layak-sungguh diagungkan
Dia adalah orang yang sederhana dan aku bahagia menyaksinya
Begitulah awal aku dekat dengannya
Jika kau dekat denganku dan lidahku sering berkoar tentangnya
Kataku, jika kau dekat denganku, terimalah bahwa aku bersama dengannya
Dan ketahuilah, aku tidak mengagungkannya
Dia adalah perantara aku kepada 'aku' yang lainnya
Yang selalu melaluinya segalanya 'menjadi' mudah dan terklaim:
Bukankah kita sama-sama manusia yang berdaya pasrah?
Jika kau melihat aku gandrung dengannya dan menempel-tempelkan diri kepadanya
Kataku, ini bukan soal penilaianmu, ini kebutuhanku dan aku tidak menyuruhmu mengikuti gerak-gerikku atau mengikuti jalinan kebersamaanku
Dan ketahuilah, aku tidak mengangungkannya
Dia adalah cermin diriku, cermin sempurna 'keakuanku'
Melaluinya aku telusuri diriku, lebih dalam pada keakuanku
Yang pada-akhirnya: demikianlah 'aku'
Dan dia adalah penyambungku,
Perantaraku,
Lebih mengokohkan tentang:
Keakuanku
2017
IKATAN KATA-KATA
Aku terikat kata-kata, darinya:
Yang entah, waktu itu diakah sengaja
Atau benar-benar membaca arahku
Atau telah melihat ada dirinya pada diriku
Sehingga aku adalah korban dari pencariannya
Sehingga aku adalah alat untuk melacak kehasratannya
Lewat tubuhku, dan seluruh kedayaanku
Aku kabar-kabarkan diriku, kepadanya
--demikianlah waktu, yang terjadi;
Harus dia, selalu dia yang kuarahi—
Tentang keluh-kesah yang menghampiri
Dan selalu dia yang kukabarkan lewat kata-kata
Karena jarak menjadikan kata
Karena kata aku lebih dekat dengannya
Kalimat tanyanya, mengiang dalam benakku
Keberadaaannya, menjadikanku, selalu mengarahnya
Karena jarak menjadikan rindu
Karena itu aku datang kepadanya
Dunia-kata, menjadikanku sibuk pada kata-kata
Aku terikat dalam kata dan realita semakin apalah
Aku terikat dalam kata-kata, dan kepadanya aku teramat nyata
Karena kata aku datang kepadanya
Laksana kata-kata
Mengembalikan kata-kata
Yang dari itu, aku mendapati kata yang baru
Buat langkah-langkahku
Dan aku semakin terikat kata-kata
Lewat jari-jemariku seakan-akan darinya
Yang setiap kata seakan
Aku tidak pernah tahu bahwa lewat jariku
Aku merajut kata-kata
Dan aku semakin berkata-kata
Yang berperasaan kosong tanpa arah
Kecuali mengarah kepadanya
Masih teringat, waktu itu, saat aku bersamanya
Yang tiba-tiba, dari nyaman menjelma ketidaknyamanan
Dari cinta menjelma ‘aura’ kebencian yang tak mampu dituangkan
Dan aku keluar, dibekali kata, yang lupa caranya keluarnya
Maka jadilah rindu karena kata
Jadilah cinta karena ikatan
Jadilah aku lebih dekat denganya
Jadilah aku lebih rekat dengannya
Jadilah aku; demikianlah keakuanku!
2017
NILAI JALINAN
Jika ada yang berkata, “Diakah perduli padamu?”
Kataku, aku tidak perduli itu, yang kuperdulikan adalah diriku.
Jika ada yang berkata, “Diakah cinta kepadamu?”
Kataku, aku tidak perduli diksi itu, yang kuperdulikan adalah kecintaanku.
Jika ada yang berkata, “Diakan benar-benar gurumu?”
Kataku, aku tidak perduli diksi itu, yang kuperdulikan adalah kebodohan diriku.
Jika ada yang berkata, “Diakan rindu kepadamu?”
Kataku, aku tidak perduli diksi itu, yang kuperdulikan adalah perasaanku.
Jika ada yang berkata, “Kenapa kau kumuhi rumahnya lewat kata-katamu?”
Kataku, seberapa kamu tahu dia mengumuhi diriku, seluruh diriku?
Jika ada yang berkata, “Kenapa kau selalu membawakan namanya buat namamu?
Kataku, seberapa kamu tahu dia dalam hidupku, seluruh hidupku?
Ketahuilah, yang kau pikirkan adalah tentang penilaianmu tentangnya
Sungguh, bagiku, engkau belum layak menjadi tukang nilai.
Kataku, kenapa tidak kau sibukkan waktumu menilai dirimu?
Malah kau sibuk menilai diriku.
Sungguh, bagiku, engkau penting menilai dirimu:
Itulah yang dia ajarkan padaku, tentang kepentingan keakuanku.
2017
Pertemuan
Jika ada yang bertanya, “Bagaimana kalau kau tidak bertemu dengannya?”
Jawabku, memangnya haruskah aku bertemu dengannya?
Jika ada yang mengejar dan bertanya, “Bukankah engkau menjadi seperti ini karena engkau bertemu dengannya?”
Jawabku, “Memangnya hanyakah dia yang kutemui dalam hidupku?” batinku:
Kau menyuruhku mengakui bahwa aku sangat berpengaruh kepadanya
Padahal telah terang aku sangat terpengaruh padanya
Dan aku menjawab begitu, karena aku ingin menyampaikan kepadamu, bahwa:
Aku terpengaruh karena aku melihat diriku padanya—itulah pada akhirnya.
Yang sebenarnya, aku laksana dikenalkan dengan sosok yang tidak asing buat diriku
Yakni diriku yang lain pada sosok yang lain
Yang dalam perjalanan waktuku teramat sukar untuk mendapatkan:
“Inilah keakuanku bahwa aku laksana dia yang lain dan dia laksana aku yang lain
Aku kabar-kabarkan keakuanku kepadanya dan seakan adalah buatnya padahal buatku.”
Ringkas kata, bersamanya aku semakin menjadi tentang keakuanku.
Baru tentang ‘keakuanku’, laksana anak kecil, dipertanya: siapa namamu?
Lalu aku menjawab dengan gamblang. Itulah diriku;
Laksana ‘ashabul kahfi’ yang keluar dari goanya.
Terheran takjub, melihat ‘hidup’ yang sedemikian rupa.
Pemikiranku kacau, hatiku tidak karuan, aku kepanasan:
Penting berteduh, masuklah aku ke goa mencari pencerahan
Kepadanya aku dapatkan petujuk arah.
Jika ada yang berkata, “Mengapa engkau selalu mengikatkan diri kepadanya?”
Jawabku, “Bagaimana aku melepaskan ikatan ketika aku telah terikat padanya?”
2017
Belum ada Komentar untuk "Puisi-puisi Hidayat Tf"
Posting Komentar