Nasihat: Terimalah Godaan Yang Menghiasi Tujuan Akhirmu







Apa yang terjadi denganmu? Katakan padaku, biar aku pecah terhadap sesuatu yang memberatkan dirimu; Katakan! Jangan diam begitu. apakah yang menjadikanmu seperti ini: lesuh tubuhmu, lesuh pemikiranku, dan terlihat males dirimu, adalah karena semalam engkau menunjukan dirimu bahwa engkau termasuk orang yang sarat dengan pemikiran, sarat dengan ruang-ruang idealisme dan sarat dengan pengetahuan ‘keakuan’? atau engkau dibelai angin malam sehingga tubuhmu merasa lemas karena tidak terbiasa dengan angin-malam sekalipun bagimu menjaga malam adalah suatu hal yang biasa? Lalu bersama itu engkau rontok dan tidak melakukan apa-apa dan bagimu: itu adalah suatu masalah.

Jawabku, itu adalah manusiawi. itu adalah kemanusiawiaan dirimu.

Engkau harus cerdas menangkap mana yang manusiawi dan mana yang itu adalah kemalasan. Jangan-jangan engkau bertindak itu adalah kemalasan bukan karena rasa kemanusiwiaan; itu terjadi karena engkau lebih menawarkan tentang kemanusiwiaan dan sifat males pun bagian dari hal-hal kemanusiawiaan.

Sekarang, mengapa hal itu begitu sangat memberatkanmu? Terlebih lagi memberatkan pemikiranmu. Jangan! Jangan terkecoh akan hal-hal begitu, tetaplah engkau incar tentang tujuan akhir dari apa yang sebenarnya engkau tujukan. Kenanglah, apa-apa yang engkau tawarkan adalah tentang ecek-ecek dari tujuanmu; ingatlah sekali lagi tentang tujuanmu.

Hati-hati engkau ‘tergoda’ sesuatu yang itu adalah sampiran dari tujuan.

Hati-hati engkau ‘terjebak’ yang itu bukan tujuanmu.

Hati-hati atas sanjungan yang itu menyandar padamu.

Padahal yang engkau incar adalah tentang tujuan akhirmu dari perjalanan ini;

Jika masalah menghampirimu, maka terimalah dengan sabar.

Jika masalah ‘penampakan’ datang menghampirimu, tetaplah engkau bersabar.

Ingat, bersabar memang agaknya diksi yang mudah terucap atau terkata, namun untuk menerapkan, bukankah engkau kadang lalai; bukankah hari ini engkau merasa lalai dengan diksi-diksi itu? dan engkau merasa terberatkan, dan seakan-akan hal itu benar-benar berat buat pemikiranku.

Maka senantiasalah engkau mawas terhadap gejala-gejala kemanusiaan.

Senantiasalah mawas dengan gerak-gerik kemanusiaan dari panca-indera mereka.

Sungguh keberadaanku kepadamu adalah menawarkan kesungguhan cinta yang mendalam, cinta yang sebenarnya; bukan serta merta cinta yang berlalu-lalang, cinta sekedar kata dasar tentang suka. Bukan itu Taufik! Cinta yang saya tawarkan adalah cinta kepada yang memiliki cinta, yang menggenggam setiap alur kehidupan, cinta yang menggenggam jiwa-jiwa para pecinta.

Berwaspadalah akan sesuatu yang menampakkan—dan engkau telah tergoda.

Berwaspadalah akan sesuatu yang menjadi perhiasan—dan engkau masih tergoda.

Berwaspadahal akan sesuatu yang menjadi nilai—dan engkau masih tertipu.

Jika keimananku kuat dan lekat, menyatu dan padu; maka yang engkau lihat adalah sesuatu alur yang mesti dialurkan dan memang begitulah alur yang dialuarkan, dan engkau hanya menerima segala takdir yang telah ditakdirkan.

Upaya-upayamu adalah sekedar upaya untuk pemulusan keberadaan.

Rencana-rencanamu adalah sekedar rencana untuk hal keberadaan.

Bukankah engkau percaya bahwa semua telah ditakdir oleh-Nya? Jika hati dan akalmu masih tergoda dan tidak mampu menempatkan kata ‘takdir’ dalam dirimu; sudah berarti engkau adalah manusia yang gampang tergoda.

Maka waspdalah akan pujian yang datang kepada telingamu.

Ujian yang datang menghampiri realitasmu.

Sekarang: masihkah engkau berani menyatakan tentang keluh kesahmu kepadaku? Dan mengapa engkau menawarkan keluh-kesah kepadaku?

Apakah dengan diksi seperti itu berarti aku menolakmu untuk menyampaikan keluh-kesahmu, tentang kegelisahanmu? Tidak! Engkau adalah manusia yang berproses menjadi manusia.

Terimalah apa-apa yang terjadi denganmu.

Ingatlah diksi ‘terima’. Jangan kau anggap enteng diksi itu, Taufik: sebabnya, engkau masih mendayakan ‘akalmu’ maka disaat itulah proses penerimaan itu masih terus bergelombang dalam dirimu, dalam dirimu; dan mengapa hal itu masih terjadi?

Jawabnya, karena engkau masih menunjukan tentang karaker aslimu, engkau masih memaparkan ide-ide yang tujukan itu.

Namun, yang penting engkau cermati: janganlah engkau lalai dengan tujuan akhirmu, janganlah lalai engkau dengan tujuanmu: kataku, apa sesungguhnya tujuanmu? Tujuanmu apa, Taufik? Terapkanlah itu dalam setiap langkahmu.

Jika engkau merasa terberatkan dengan apa-apa yang menimpamu, bersabarlah.

Sungguh, hidup itu jalin yang menjalin; butuh membutuhkan, begitulah alur kehidupan, Taufik.

2017

Belum ada Komentar untuk " Nasihat: Terimalah Godaan Yang Menghiasi Tujuan Akhirmu "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel