EPISTEMOLOGY PRAKTIS






Kehidupan mengejar praktis, bahkan epistemology pun praktis.



Ketika saya mengerjakan tugas kuliah, hari ini saya terpikirkan tentang epistemology, sumber pengetahuan, maka sumber pengetahuan hari ini adalah tentang saya mendapatkan pengetahuan, yang bersumber pada teks-teks, yang itu, paling kuat terdapat pada internet, yakni data-data yang berserakan di dunia maya. Data-data yang dimasukkan oleh individu-individu ke ruang-ruang pribadi (penyebutan pribadi, bisa jadi tentang kelompok-kelompok)



Yang mana, data-data itu menyumber pada teks-teks berjenis buku. Buku yang disalin lalu dituangkan menjadi kata yang kemudian diaku menjadi miliknya dan disertai dengan rujukan, dan mengatakan:



“Saya menyumber dari buku ini. Kalau kau mau protes, maka baiknya kau protes terhadap buku ini. dan penting diketahui, buku ini pun telah lulus seleksi, telah diseleksi dan dimatai sedemikian ketat untuk menjadi seperti ini: sudah diedit, dikoreksi kevalidan, dan tetek bengek sebagainya yang itu berkaitan dengan atas nama ilmiah.”



Akhirnya, saya merangkum tentang data-data tersebut. Lalu saya printkan. Dan mengatakan:



“Ini tugas saya. Penyumberan utama saya dari internet. Sekali pun sebelum itu, saya telah membaca-baca buku yang disertakan. Artinya, saya enggan menulis menurut jariku sendiri, karena di internet itu telah ada. hasilnya, saya gunakan internet sebagai ‘pembantu’ jari-jariku merangkai kata-kata. wal-hasil, kehidupan menjadi praktis. Sumber pengetahuan menjadi praktis.”



Namun, sebenarnya, kebutuhan ilmu, itulah untuk saya, yang penting untuk dihapalkan, atau ditempelkan oleh kepalaku, teringat jelas dalam memoriku, sehingga tatkala ditanyakan, aku akan lancar menjawab itu. aku akan lancar menjawab apa-apa yang ditanyakan. 



Bukankah tujuan orang-orang dengan ilmu (proses akademik) itu menjadi seperti itu: yang agak terpenting adalah orang hapal terhadap data-datanya, entah itu dia menjalankan atau tidak, itu perkara lain, karena system menghendaki untuk hapal data-data.



System menghendaki pendapatan objek (ada bukti) untuk mendapatkan nilai, selain itu, bukti yang terhapalkan. Entah itu dijalankan atau tidak tentang apa yang didapatkan, itu perkara lain. Artinya, sejauh ini, aksiology sekedar tentang obejektifitas data, bukan tentang pelaksaan terhadap keilmuan, artinya lagi: ilmu itu terbatas pada ilmu, tidak pada pada pelaksanaan ilmu. Ilmu itu bukan menjadi sesuatu yang real, melainkan masih sebatas ilmu.



Terlepas dari itu, pada dasarnya, kebutuhan ilmu itu tentang diri sendiri. Tentang bagaimana diri untuk mempertahakan eksistensinya, mempertahakan keberadaannya: sekali pun dorongan utama berdaya diri untuk lebih memanusiakan kemanusiaan, saling menyaling tentang kemanusiaan. karena hal ringkas itu, adakalanya orang sejenak mengikuti system yang terjadi, tidak enggan ribet protes atau memikirkan tentang apa-apa yang dilakukan: kehidupannya menjadi praktis, pemikirannya menjadi praktis dan simpel. Efeknya lagi, saat saya mengerjakan tugas, yang terpenting saya mengerjakan tugas dan kemudian mendapatkan nilai. Dan tentu, yang utama, karena saya mendapatkan nilai. Soal saya melaksanakan apa yang saya tawarakan atau tidak, itu hak saya. 



Begitulah yang sering terjadi di hari ini. itulah yang seringkali terjadi hari ini: yang diutamakan tentang pelaksanaan yang sekedar melaksanakan. Lebih-lebih tentang ilmu, katanya: “Yang pasti saya menyampaikan. Saya telah mengajarkan. Saya telah melakukan apa yang penting dilakukan.”



“Hidup memang sekarang telah menjadi serba instan dan praktis, mengapa direpotkan? Mengapa tidak dipraktiskan. Kalau tidak mengikuti kepraktisan, maka tentu itu pilihanmu sendiri, karena, menurutku, zaman sekarang, serba zaman pilihan,” kata mereka yang menjalani kehidupan praktis.





2017

Belum ada Komentar untuk " EPISTEMOLOGY PRAKTIS"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel