KENYATAAN










Katamu, “Aku datang mengeluh terhadap kenyataanku dan bertanya-tanya: bagaimana seharusnya aku menjalani kehidupan ini? Aku terkesan tidak menjalani hidup sebagaimana orang-orang menjalani kehidupannya, mereka bekerja mendapatkan uang dan membeli barang-barang, menikmati keluarganya, dan mejalani kehidupan yang sarat dengan kepenerimaan terhadap hidup. Sungguh, keadaan pemikiranku hari ini teramat ‘kacau’ untuk menjalani hidup. Lihatlah rangkaian kata-kataku, seakan mbulet dan tidak jelas. Eluhanku laksana bertumpuk-tumpuk dan aku persis ‘tenggelam’ bersama kata-kata. Itulah dirku, yang sesungguhnya aku ‘lupa’ bagaimana menjalani itu semua dalam kehidupanku. Mohonlah aku diberi nasihat terhadap kenyataan tersebut: kenyataan yang membelengguiku itu. Kenyataan yang seakan memenjarakanku.”

Kataku, “Apa yang kau eluhkan sesungguhnya? Kesunguhan apa yang kau eluhkan. Itu adalah permainan pemikiran. Permainan kata-kata yang tumpang-tindih di dalam kepalamu. Kau harus membuang itu. Kau harus menyingkirkan itu dari mangkok kepalamu. Jalani kenyataan yang terjadi padamu.

Mari aku urai tentang kerumitan yang terjadi padamu. Pertama, tentang kesibukan di dalam kata-kata atau berkesibukan pada ide-ide yang terjadi di dalam kepalamu. Kedua, tentang kurang penerimaan terhadap kenyataan yang menyelimuti proses kehidupanmu. Ketiga, kau kurang menjalani terhadap sistem-sistem atau aturan yang mengikat kehidupanmu.

Tawaranku—dan aku menasihatimu, persis sebagaimana pemikiranmu—menjawab rangkaian soalmu: yang petama, bersibuk dalam kata-kata memang baik. Baik kau ketahui tentang kata-kata dasar. Baik kau mengetahui tentang ide-ide. Namun, hidup bukan saja tetang ide-ide, terlebih dirimu, dirimu membutuhkan aksi untuk menjalankan ide yang membayangi dirimu. Kau butuh aksi untuk melaksanakan idemu. Aksi yang fakta untuk menunjukan keakuanmu; setidaknya menunjukan dirimu, bahwa kau memilih ide begitu. Yang pasti, tidak menentang hokum-hukum Negara atau hokum agama. Ringkasnya: kau harus menyatakan atau memfaktakan apa-apa menjadi idemu. Kedua, terimalah proses kehidupan yang menyertai kehidupanmu, inilah zamanmu, begitulah orang-orang hidup. Begitulah keadaan orang-orang mejalani kehidupan. Begitulah kehidupan yang sedang terjadi. Kalau kau menuntut kebaikan, maka mulailah dari dirimu sendiri. Jangan paksakan orang lain untuk baik, sementara kau berkoar tidak baik. Jangan paksakan orang menjadi seperti apa yang kau pikirkan, jadilah dirimu seperti apa yang menjadi ide di dalam dirimu. Ketiga, jalanilah sistem apa yang mejadikanmu merasa ada. Kalau kau sedang tidak menjalani prioritas sistemmu, tenanglah, yang pasti, jangan kau lalaikan terhadap prioritas sistemmu. Janganlah sungkan untuk taat terhadap sistem. Kenalilah, sistem keumuman itu, biasanya mengajak untuk kebaikan, mengajak untuk kepersamaan, mengajak untuk menjadi manusia yang umum. Ikutilah gerak-geriknya. Sekali lagi, kalau kau, sejenak tidak mengikuti sistem, maka kau harus menguatkan cabang terhadap tatanan yang lain: karena itu adalah proses kenyataanmu.

Jika kau bertanya: apa itu kenyataan? Maka kau harus membedakan yang nyata dan yang tidak nyata. Mana yang fakta, mana yang maya. Kau harus memahami hal tersebut. Kau harus mampu membedakan hal tersebut. Kau harus cerdas memahami kata-kata tersebut. Kau harus cerdas menangkap hal-hal tersebut.

Jika kau mengeluh, kenyataan orang-orang menjadi sangat-sangat individualis. Jawabku, lihatlah sekali lagi dan cermati apa itu individualis: maka kau akan mengingat apa yang dikatakan Hakim Ibnu Khaldun, bahwa orang-orang bijak mengatakan: hidup itu individualis sekaligus bersosial. Apakah bisa dipahami tentang kenyataanmu? Jalanilah.”

2017

Belum ada Komentar untuk "KENYATAAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel