KEBERADAAN KATA-KATA





Sejak kapan aku mengenal kata-kata? pertama, sejak aku memikirkan perihal kata-kata. artinya, didahului oleh pengalaman. Bahasa filsafatnya, sumber pengetahuan di dasari pengalaman; empiris. Kedua, sejak aku dikabarkan atau diperdengarkan oleh kata-kata. Artinya, diberi oleh pengetahuan, lalu dituangkan oleh pengalaman orang-orang.

Sudah. Mentok di situ dulu. Kalaulah ada kasus orang yang mampu berbicara sementara dia belum pernah diperdengarkan oleh orang-orang, tentu itu kasus yang lain.

Binatang, berulang-ulang diajak untuk bicara. Namun tetap saja, ia tidka mengeluarkan suara selayaknya manusia yang mengajaknya berbicara.

Tumbuhan, berulang-ulang diajak atau disampaikan untuk berkata-kata, tetap saja, tidak mengeluarkan suara selayaknya manusia yang berbicara.

Jika ada orang yang mampu berbicara dengan binatang dan tumbuhan, tentu itu kasus lain, karena orang-orang umum tidak mendengar itu secara umum. Bila pun burung beo bisa berbicara, itu pun terbatas terhadap kata-kata yang diulang-ulangkan. Terbatas terhadap apa-apa yang dibicarakan.

Sekarang, pembicaraan tentang aku dan kata-kata atau tentang keberadaan kata-kata.

Itu terjadi karena aku memikirkan tentang kata-kata. mengingat-ingat sejak kapan aku mulai mengerti tentang kata-kata.

Menurut sejarahku, atau kronologi waktuku, maka aku mengenal itu karena dikabari orang-orang berkata-kata. atau mengikuti dunia orang-orang yang telah mempergunakan kata-kata. telah diapliksikan kata-kata.

mereka telah menjalin kehidupan, dan mereka penting berkomunikasi, dan aku kecil sekedar mengikuti atau mendengar komunikasi mereka. Hingga akhirnya, aku kecil itu menjadi anak-anak, dan mengikuti apa-apa yang mereka komunikasikan.

Anak-anak itu, aku, perlahan-lahan mulai mendengar kata-kata yang lain, seperti diajarkan kata-kata arab, teks al-quran, dan juga memperdengarkan bahasa inggris, juga bahasa Indonesia.

Maka aku mulai berkenalan dengan dunia kata-kata. lalu, diajari membedakan huruf-huruf dasar dari kata-kata tersebut.

Aku latihan mengafal huruf hijaiyah dan huruf abjad.

Aku anak-anak, awalnya, sekedar berujar yang tujuannya menyampaikan maksud, mendadak harus mengerti maksud dari apa yang dikatakan.

Berkata, atau bicara, yang awalnya adalah ilmu praktis mendadak diteorikan, di urai-uraikan, dan diperteli menjadi satu-satuan.

Berulang-ulang aku latihan menulis, lalu latihan membaca. padahal tatkala bicara aku mampu.

Nah, disitulah aku dilatih untuk memahami apa yang dibicarakan, lebih-lebih berusaha untuk ditawarkan tentang dunia yang lebih luas. Yang dunia kata-kata.

Akhirnya, aku mulai bersinggungan dengan dunia kata-kata, yakni buku-buku.

Aku menulis berada di atas buku—sekarang di laptop—lalu saat ulangan tiba, aku membaca ulang bukuku. Selain itu, karena ada buku-buku pelajaran, maka aku membaca buku-buku tersebut, dan aku melihat dunia yang lebih luas di banding kenyataanku. Aku melihat kenyataan yang lebih luas dibanding kenyataanku. Hingga akhirnya, kata-kata yang tertulis itu, laksana mengajakku untuk memasuki dunia yang lain dibanding kenyataanku. Yakni dunia tawaran kata-kata.

Maka secara otomatis, pemikiranku, mulai mengandai-andaikan apa-apa yang ada pada pemikiranku; berusaha menjalin-jalinkan hal itu, jadilah hal itu adalah pengetahuan.

Sementara kata-kata, masih juga dipergunakaan secara nyata.

Memang pada dasarnya, tujuan kata-kata adalah tentang kebutuhan manusia terhadap kenyataannya.

Sekarang, mari dikembalikan pembagiaan kata-kata—apakah pembicaraanku ini terkesan acak-acakan atau tidak tersistematis? Ah saya merangkai ini untuk refleski pemikiranku—

Kata-kata dibagi menjadi dua, kata-kata itu ada dua, yakni kata yang tertulis dan kata yang terucap.

Yang tertulis itu deretan kata-kata mewakili ujaran.

Yang terucap itu deretan yang keluar untuk menyampaikan maksud.

Agaknya, kepentingan awal adalah kata-kata yang terucap, atau ujuran untuk kehidupan. Itulah fungsi awalnya kata-kata.

Lamat-lamat, untuk menyampaikan komunikasi secara luas dan masal, maka pentingnya kata-kata itu tertulis. Maka jadilah Tulisan.

Begitu juga dengan sejarah waktuku: awalnya adalah tentang kata-kata ujaran, karena kebutuhan zaman maka dibutuhkan kata-kata tulisan.

Karena dunia telah bersyarat dengan kata-kata, maka anak-anak penting untuk memahami yang tertampang pada keberadaan dunia itu; tujuannya, tentu saling memahami terhadap keduniaan itu sendiri.

Lalu sejak kapan-kapan kata-kata itu tertuliskan? Tentu sejak dibutuhkan hal-hal untuk diumpukan.

Tulisan itu bisa jadi tentang symbol. Tidak melulu harus berkaitan dengan huruf atau angka. Melainakan symbol. Bisa tentang gambaran tentang hewan atau yang lainnya: misalnya, logo-logo bendera yang ada pada film-film kerajaan di zaman dulu, ada yang logonya kalajengking ada yang logonya singa ada yang logonya berkaitan dengan tumbuhan. Berserta dengan logo-logo tersebut, lama kelamaan mulailah terbentuk tentang tanda demi tanda, yang kemudian terkokohkan menjadi huruf demi huruf.

Begitulah, renungan atau refleksiku pada hari ini: tentang keberadaan kata-kata, yang pada akhirnya dituangkan menjadi tulisan.

2017

Belum ada Komentar untuk " KEBERADAAN KATA-KATA "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel