MENGEJAR POPULER






Bagaimana menurutmu tentang orang-orang yang mengejar populer? Atau mendekati atau menjalin kehidupan karena populer? Kataku.



Jawab, Zaman memang menjadi seperti itu, banyak orang yang mengejar tentang popularitas. Yang tujuannya pamer. Malah bahkan pamer sudah menjadi kerjaan. Begitu kan? apakah itu salah? Tentu, jawaban salah dan benar itu milik hukum. Bukan milik kita. Lebih-lebih, apakah para pekerja itu, yang disebut si pemilik pameran, benar-benar bersikap pamer. Pamer terhadap apa yang dikerjakan?



Dan kau, Taufik, saya anjurkan untuk lebih cerdas mengamati kata demi kata. Tidak terburu menghakimi (bahasa lainnya menghukumi) suatu perkara ketika kau tidak benar-benar mengerti terhadap perkara tersebut. begitu juga dengan ajang yang disebut dengan pameran itu.



Pamer atau pameran. Kau harus lebih jeli menanggapi hal tersebut. Hal semacam itu, menyangkut tentang eksistensi kehidupan, Fik. Tentang pekerjaan. Tentang sesuatu untuk mendapatkan upah. Sesuatu untuk mempertahankan kemanusiaannya. Karena ia mampunya begitu: maka itulah pekerjaannya. Atau jangan-jangan kau berambisi bahwa setiap orang kerjaannya harus menjadi guru ini (missal agama) yang mana beliau bersikap sufistik atau zuhud. Zuhud yang kau artikan sebatas tentang enggan dengan dunia. Maksudku: lebih luaslah menanggapi realitas ini, Fik. Lebih bijaklah menyikapi keadaan fik. Bukan tentang keterburuang mengambil keputusan? Artinya, dituntut untuk waspada.



Ingatlah dirimu, Fik. Kau begitu menggandeng tokoh yang sekarang ‘populer’, yakni Mbah Mun. kau sertakan di dindingmu. Kau pajang fotonya. Kau bagikan kepadaku, tujuannya apa: pamer. Sekarang, apa makna pamer bagimu, Fik? Ya, mengapa kau pamerkan hubunganmu dengannya? Mengapa kau tunjukan hubungan yang itu berkaitan dengan tokoh yang populer?



Siapa yang mengetahui tentang kesungguhan maksudmu, Fik? Hayo! Siapa yang mengerti tentang hal ini: kau menyertakan beliau karena aku bagian dari beliau. Dan aku berstatuskan murid. Yangmana, sesungguhnya kau bertanya: bagaimana perasaanmu kepada gurumu? Apakah kau seperti diriku yang menjalani proses kehidupan yang laksana terikat kuat kepada gurunya? Sesungguhnya bagaimana kedekatanmu dengan gurumu itu?



Pendek kata, kau menyertakan dirinya karena kau merasa mempunyai ikatan denganku, sementara aku mempunyai ikatan dengannya. Yang tujuanmu adalah diriku, karena diriku tidak terkenal maka kau menyertakan namanya, artinya untuk mempopulerkan dirimu: apakah begitu niatan busukmu? Alih-alih, orang akan menganggapmu, special. Hebat. Cerdas. Alim. Ulama. Wah sebuah nama yang keren kan. hehe. Karena kamu dekat dengan orang yang populer. Orang yang kesohor. Lalu kamu kecipratan hal tersebut, yakni kesohorannya, kepopulerannya. Padahal di dalam pemikiranmu, yang kau kejar adalah diriku. Selalu diriku. Hehe (Apakah aku pamer? Bukankah itu ceritamu sendiri: kepentinganku adalah tentangmu, bukan tentang gurumu. Jika pun aku hormat, maka yang kuhormati adalah dirimu. Jika kau menghormati dia, manalah mungkin saya tidak mengormati dirinya.) yang sesungguhnya: yang kau kejar adalah dirimu. Kau berusaha mencari dirimu, pada diriku. Kau mengejar kepentingamu, yang itu melalui diriku (itu juga yang sering kau paparkan pada tulisan-tulisanmu).



Namun ketahuilah Taufik, zaman memang mengarah pada popularitas, orang-orang melangkah sering bertujuan kepopulerannya. Gemruduk berkaitan dengan populer. Begitu juga dengan agama. Pengejarannya, mengejar populer. Yang didengarkan, orang yang populer. Yang dibaca, berkaitan dengan populer.



Dan aku, menyarankan kepadamu, ‘lalaikanlah’ istilah itu dalam cangkang pemikiranmu. Tulus dan iklaslah menjalani apa-pun itu: jika kau didekatkan dengan tokoh yang populer, anggap saja, itu jalan ceritamu. Jangan dibanggakan lebih tentang nama tersebut. Pokoknya (hehe saya menggunakan pokok) kamu harus ikhlas menjalani apa-pun itu. lilahita’ala. Begitu ya…



Jika kau menyangkal, “Mengapa nasihatmu seperti itu kepadaku? Ada agama islamnya juga. Menyertakan Gusti Allah lagi.”



Jawabku, “Karena kamu datang kepadaku, ya begitulah nasihatku. Ini kan nasihat, syukur kalau kamu menjalankan. Kalau tidak, ya saya bisanya menasihati. Begitu ya. Memangnya itu payah apa? Hehe”



2017

Belum ada Komentar untuk " MENGEJAR POPULER "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel