IBADAH
Selasa, 10 Oktober 2017
Tambah Komentar
Ah pertanyaanmu itu, selalu membuatku ingin menertawakan dirimu. Kau bertanya, sesungguhnya apa itu ibadah? jawabku, kesungguhan dari ibadah itu penghambaan kepada Tuhan. Seringkas itu. apakah kau sudah menghamba kepadanya secara benar? Bahkan, benar-benar menjadi hamba. Apakah kau lalai istilah hamba? Atau kau malas membukan kamus tentang ibadah, tentang hamba: atau kau malas membuka buku dan mencari jawaban atas pertanyaan ringkasmu itu:
Sesungguhnya apa itu ibadah? Yakni yang bersungguh-sungguh ibadah.
Atau jangan-jangan kau ibadah, karena ingin diaku bahwa kau adalah orang yang ahli ibadah, lalu kau tunaikan shalat jamaah yang itu berkeliling di tempat-tempat ibadah di desa, lalu kau melolongkan azan, kau berpujian, kau turut tadurasan, kau masukkan kotak amal, kau mengajak orang-orang untuk ibadah. kau mengajak orang-orang untuk menunaikan shalat, membayar zakat, berpuasa, berhaji bila mampu. Itu memang bagus, namun kau harus paham esensi dari ibadah itu apa: yakni, kau itu sendiri, Taufik. Dirimu sendiri.
Maksudnya. Kau harus menjadikan dirimu tepat menjadi hamba-Nya. Saat kau melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, itukan proses pelaksanaan ibadah. itu memang bagus, namun yang paling utama, yang penting kau pahami: kau ibadah itu, tujuan awal, untuk dirimu sendiri, Taufik. Untuk dirimu sendiri. Itulah kata kunci utama.
Cobalah matai sekali lagi, buku-buku yang berserakan di perpustkaan atau toko buku, atau bahkan yang berada di rumahmu dengan kata kunci ibadah. Pastilah kau akan menemukan kebenaran apa yang kusampaikan, bahwa sesungguhnya ibadah itu untuk dirimu sendiri. Untuk dirimu sendiri.
Saat kau menyarankan orang untuk melakukan ini-itu, itu sekedar menyarankan, Taufik. Allah itu maha perkasa. Lebih lagi, kau tahu, orang-orang yang kau ajak itu, juga orang yang beragama, Taufik. Lha mereka juga sebenarnya mengetahui hak dan kewajibannya kok. Kamu jangan risau dengan hal tersebut.
Kenanglah, agama islam, di Indonesia khususnya, di desamu tepatnya, itu sudah kokoh. Lebih-lebih keberadaan islam sudah ada sejak seribu tahun lebih yang lalu, dan pemersatu dari agama islam sumbernya masih itu-itu saja, yakni al-quran dan hadist. Maka janganlah kau ragu untuk menjadi hamba, itulah saranku, kepadamu.
Karena aku menilai, kau itu ragu menjadi hamba. Kau ragu menjadi hamba. Kau ragu menjadi hamba. Sesekali kau terlihat mengedepankan ‘kemanusiaanmu’, kau lupa bahwa Allah itu tidak tidur. Kau lalai bahwa Allah itu maha mengawasi.
Jika kau bertanya, “Lantas, sesungguhnya apa yang salah dengan diriku, sehingga saya tidak menyadari hal tersebut?”
Jawabku, “Pemikiranmu yang kurang tepat. Pemikiranmu itu yang kurang tepat.”
“Bagaimana aku menepatkan pemikiranku?”
Jawabku, “Jalanilah kehidupanmu sebagaimana mestinya, dan pikiranmu, jangan berambisi tentang semua ini: jangan banyak protes terhadap apa-apa yang terjadi, jangan banyak kontra terhadap apa-apa yang terjadi, pemikiranmu. Ya, pemikiranmu. Kenanglah, saat aku berkata tentang ‘pemikiran’, maka disaat itu juga kau harus menggandengkan dengan ‘hati’. Agaknya memang berbeda, namun sesungguhnya tidak jauh berbeda. Artinya, aku mengajakmu untuk tidak mempersoalkan lebih diantara pemikiran dan hati. Begitu.”
Hingga akhirnya, saat kau beribadah, Taufik, saran gampang bagiku, untukmu: lilahitaala. Begitu saja.
Belum ada Komentar untuk " IBADAH "
Posting Komentar