Kehidupan Praktis: Materi dan Ruh








Kebutuhan hidup itu memang materi dan ruhani. Materi yang berarti tentang kebutuhan yang berkaitan dengan materi, entah itu baju atau kecukupan untuk mendapatkan materi: ringkasnya, tentang makan. Sementara kebutuhan ruhani adalah tentang yang ada di dalam dirinya, dan sesungguhnya kau telah mengetahui itu, Taufik.



Telah mengetahui bahwa manusia pada dasarnya membutuhkan kedua hal tersebut. hanya saja, seringkali manusia mengeberatkan pada satu sisi: lebih berat pada materi, maka orang itu akan senantiasa berpikiran tentang materi, mengutamakan tentang nilai-nilai materi. Wal-hasil, mereka sangat-sangat mengungulkan tentang materi. Tentang sesuatu yang itu ada di luar dirinya, berkaitan dengan perbadaan, kecukupan tentang keberbadaan atau sejenak tentang panca-inderanya.



Ukuran panca itu sangatlah penting untuk mengatasnamakan materi, sebab, materi itu teradakan akibat dari tangkapan panca-indera.



Dengan melihat, orang tertarik dengan apa yang dilihat.

Dengan mendengar, orang tertarik dengan apa yang didengar.

Dengan merasa, orang tertarik dengan apa yang dirasakan itu.

Karena keberadaan, orang tertarik dengan sesuatu yang ada.



Dan itu ukurannya, materi. Apakah itu sah atau tidak? Tentu, itu sah-sah saja, Taufik, sebab dengan diberadakan panca-indera maka orang-orang mampu membedakan satu dengan yang lain.



Namun kehidupan bukan saja tentang panca-indera, tepatnya, ada sesuatu yang itu ada di dalam manusia. Sebut saja, ruhani. Atau yang berkaitan dengan ruh.



Sekarang, bagaimana ruh itu mampu dikatakan ruh? Jawabku, sebenarnya kau ‘agak’ mengetahui tentang hal itu: bahwa data-data yang tertangkap oleh panca-indera itu akan tertampung oleh pemikiran, dan dari pemikiran itu tersimpan di dalam diri, orang-orang sering menyebut dengan hati.



Data-data yang tersimpan di hati, itulah yang berhubungan dengan ruh-ruh. Bahkan ruh-ruh orang terdahulu. Laksana bersahut-sahutan. Ada jalinan di antara dunia ruh. Namun, di sini, saya membatasi tidak membicarakan ruh-ruh yang lain, kecuali ruh pada dirimu sendiri (atau sebenarnya ruh diriku sendiri), maka disebut ruhani (ruh diri kita sendiri).



Dan kembali ke dasar: manusia membutuhkan materi beserta ruhani (bahasa filsafatnya, seringkali ide). Orang hidup sekedar memetingkan materi, maka itu orang yang laksana tak beride (Walau sebenarnya telah menata kuat tentang kemateriannya, yakni dengan metode positif kehidupan, yang mana ukurannya adalah hal-hal praktis). Sementara, orang yang sibuk dengan mementingkan ruh belaka, maka orang itu laksana tidak membutuhkan materi. Maka, alangkah baiknya tentang keseimbangan.



Tepatnya lagi, mungkin, karena daerah kita terbiasa dengan tema keseimbangan, maka baiknya menyeimbangkan tentang keduanya, menempatkan pada posisi tengah-tengah. Sebabnya, karena alam kita, mendukung untuk proses keseimbangan.



Jika fakta sekarang, orang-orang (mungkin orang-orang disekitarmu) kurang mementingkan keseimbangan, maka tugasmu sendiri, mementingkan peran keseimbangan. Kau bekerja demi mencukupi materi, namun kau jangan lalaikan terhadap peran ruhani.



Dan itu pun menjadi kehidupan yang praktis. Kau menerima tentang gelegat zaman, namun tidak berdaya kuat untuk memiliki. Kau menerima tentang pergerakan zaman, namun kau tidak lupa akan tujuan awal terhadap ‘kehidupan’ itu sendiri. Begitu ya.

Belum ada Komentar untuk "Kehidupan Praktis: Materi dan Ruh"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel