Puisi-puisi Hidayat Tf



KEAKUAN BARU, DEMIKIANLAH REALITASKU


Bersama realitasku, maka membaralah api-keakuanku

Mengabar-kabarkan kekaburan keakuanku

Menyata-nyatakan tentang keide-ideanku

Bersama realitasku, maka membaralah api-keakuanku

Terlelahkanlah kedirianku

Dan di saat itu; terpupuklah rasa imanku

Menyuburlah rasa pengetahuanku

dan kataku: selamat datang di dunia kenyataan

selamat datang di dunia realitas

yang jalannya, tidak cepat, tidak juga lambat

selamat datang di dunia nyata

yang bertalian dengan dunia maya

atau jalinan yang menyalin bahkan orang-orang yang telah berlalu

orang-orang yang terlampau menjadi kenangan, yang kini

mulai subur di permukaan

kataku, selamat datang realitasku. Selamat datang kenyataan baru

dan engkau kukabarkan melalui sajakku:

tentang keakuan baru yang menyinggah diriku



2017


KEAKUAN BARU, DEMIKIANLAH AKUKU


Aku sampaikan kepadamu, maksud sungguhku

Demikianlah keakuanku

Yang mencari damai melaluimu

Yang mencari nyaman bersamamu

Bersamamu pada kenangan waktuku

Bersamamu pada kenangan kedamaianku



Aku melihat, zaman semakin mengaku-akukan, keakuan

Kataku, mengapa juga aku tidak turut mengaku-akukan

Menonjolkan dan mencerlangkan atas nama keakuan

--oh seakan zaman milikku, seakan ini adalah kuasaku

Padahal zaman milik aku demi aku yang lain—

Karena tanpa keakuan, bagaimana aku mempertahankan hidup!

Oh zaman yang mulai sekedar pertahanan hidup

Demi hidup aku, lalai akan adanya aku yang lain

Dan aku sampaikan kepadamu, karena aku butuh aku yang lain, ialah dirimu

Duhai yang membukakan tabir keakuan

Mengetuk luka yang dalam pada kesakitan

Demikianlah kata sungguhku menyampaikan:

Tanpamu apalah aku.

Sekedar pejalan yang sekedar berjalan

Pejalan yang tak kenal arah perjalanan

Demikianlah keakuan yang dulu;

Laksana tak bermata dan menikmati pemandangan demi pemandangan

Laksana tak bertelinga, dan menikmati segala sesuatu yang terdengar

Oh begitulah engkau melihatku dengan terang bersama keakuanku:

Maka, apalah arti sajakku, tanpamu

Sekedar kata yang dirangkai tanpa arah

Yang kini, segala sajak mengarah padamu

Yang itu membuka tabir-tabir keakuanku

Demikianlah waktu baruku, semakin menyalak tentang keakuanku

Yang itu harus menempel dan menggandeng keakuanmu



2017

Tentang Pembacaan Keakuan



Berapa banyak orang-orang yang tahu tapi tidak tahu?

Kepadamu kusampaikan pengetahuanku!

Berapa banyak orang-orang yang paham tapi tidak paham?

Kepadamu kusampaikan pembacaanku!

Berapa banyak orang-orang yang mengaku keakuannya tapi tidak paham keakuannya?

Kepadamu kusampaikan pemahamanku!

Dan aku semakin liar membaca keakuan

Yang itu melaluimu, untuk membaca keakuanku

Adalah aku, yang lalai dengan keakuannya

Demikianlah waktu, mengajariku berkata

Yang itu melaluimu, segala menjadi satu



2017


TANPAMU, APALAH AKU


Tanpamu, apalah aku—sekedar berjalan yang bingung dengan perjalanannya

Yang perduli tapi tidak benar-benar perduli,

Yang lalai pada diri, disitulah engkau berperan pasti:

Mengiringku, deras dan kencang, dan memaksa:

Akumu! Akumu! Akumu!



Jadilah aku yang mencari aku dalam diriku

Percarian ganjil pada keakuan padahal telah ditandai jelas tentang akuku

Jadilah aku sibuk mencari aku-ku pada bekas-bekas kenanganku

Jadilah aku lebih sibuk dengan akuku, yang kemudian berkata:

Tanpamu, apalah aku—pejalan sendiri yang semestinya berjalan denganmu

Mengarungi waktu dan jalinan hidup yang selalu begitu

Tentang putaran rasa dan wujud-wujud yang baru

Tanpamu, apalah arti langkah-langkahku:

Maka, jangan jadikan aku terlepas dari ikatanmu

Jangan jadikan aku menjauh dirimu, jangan!

Jangan jadikan aku kehilanganmu

Biarkan aku turut pada langkah-langkahmu

Biarkan aku serta pada terjalan waktu

Karena aku tahu, tanpamu, apalah aku:

Pejalan yang tidak tahu jalannya

Pejalan yang tidak tahu tujuan jalannya

Adalah pejalan yang lalai bahwa aku pejalan

Dan bersama sajakku, kukabarkan tentang lika-liku jalanku

Yang kudayakan selalu mengarah padamu

Yang kudayakan selalu jalan bersamamu

Karena kutahu, tanpamu aku tak beraku

2017


Bagimu, Apa Makna Zaman Demi Zaman



Bagimu, apa artinya zaman demi zaman yang berlalu

ah apalah makna dari zaman yang berlaku?

Bagimu, apa artinya kisah demi kisah yang berlalu

Oh apalah makna dari zaman yang berlaku

Sekedarkah pertahanan tentang jalinan kemanusiaan!

Atau, sekedarkah kepentingan keakuan di era keberadaan!



Bagimu, apa artinya zaman demi zaman yang berlalu

Menjadi kenangankah, menjadi bekas-bekas pengetahuankah

Atau untuk apa zaman yang berlalu, untukku, untuk kemanusiaanku!

Sekedarkah tawaran sejarah atau kenangan yang diungkit

Atau untuk kebahagiaanku, sesaat dan kemudian berubah lesat



Bagimu, apa artinya hidup di zaman seperti sekarang ini,

Demi apa yang kau tujukan tentang zaman dan arah zaman

Demi apa kau pertahankan tentang kezamananmu

Tentangkah kemanusiaanmu atau kebahagiaan dirimu



Demikianlah sajak baruku

Secara menyeluruh dan mengetuk realitasku

Tentang bekas-bekas yang teramat banyak bagi kenanganku

Dan bagimu, kusampaikan sajakku

Tentang keakuan baru, pada realitas sungguhku



2017

Belum ada Komentar untuk "Puisi-puisi Hidayat Tf"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel