Tentang Pemimpin atau Imam




Taufik, kalau engkau bukan pemimpin, maka turutilah pemimpin itu, mudahkanlah dia menjadi pemimpin, jangan dipayah-payahkan kalau memang dia benar-benar menjadi pemimpin. Begitu juda dengan shalat, dengan imam.

Janganlah engkau mendahului imammu.

Janganlah engkau membangkang dengan apa yang dikatakan pemimpinmu.

Dan tugasmu:

Percayalah sepenuh hati kepada imammu, karena engkau adalah makmumnya.

Percayalah sepenuh diri kepada imammu, karena engkau adalah makmumnya.

Bukankah engkau telah mengetahui bahwa menjadi pemimpin itu berat dan menanggung beban, maka sebagai makmum, ringankanlah beban yang ditanggung pemimpin. Sungguh, bukankah pada suatu ketika engkau menjadi pemimpin itu berat lagi payah? Terlebih lagi, jika yang engkau pimpin protes terhadapmu. Padahal engkau tidak mengharapkan menjadi pemimpin, maka untuk itu, tatkala engkau menjadi makmum, jadilah makmum yang baik.

Jangan mendahului imammu.

Siap membenarkan kalau imammu salah.

Siap menggantikan kalau imammu berhalangan.

Bukankah engkau mengerti tentang tali-islam, bahwa setiap individu dikenai tugas untuk belajar, maka tatkala engkau berdiri dibelakang imam, baiknya engkau telah siap dengan ilmu-ilmu menjadi pemimpin. Telah siap bahwa engkau harus menggantikan imam. Telah siap kalau-kalau imam itu berhalangan. Oleh karenanya, jangan lupakan tentang keilmuan, Taufik.

Latihlah keilmuan, sekali pun engkau menjadi makmum.

Latihlah keilmuan, sekali pun engkau senantiasa menjadi makmum.

Ingatlah, pada suatu masa, jika para imam tidak ada, pastilah membutuhkan pemimpin; maka disitulah kelak engkau akan berdiri menggantikannya, dari itu, persiapkan dirimu sesiap-siapnya bahwa engkau akan menjadi pemimpin. Terlebih lagi, sudahkah engkau memimpin dirimu sendiri? Sekali lagi, latihlah dirimu sendiri memimpin dirimu sendiri. Bersamaan dengan itu, maka engkau akan berusaha latihan menjadi pemimpin.

Dan percayalah kepada siapa yang memimpin.

Percayalah dengan penuh kepada imammu.

Jangan sekali-kali dalam hatimu tidak ada kepercayaan kepada imammu. Ingatlah, bahwa engkau mengikatkan diri kepada imammu, itulah dirimu.

Bahwa engkau menuruti apa-apa yang imam katakan.

Percayalah sepenuh dirimu. Dan sungguh, aku mengulang-ulangi diksi tersebut, guna engkau memperteguh tentang apa yang engkau percayai. Agaknya mudah, tapi faktanya tidak semudah itu, Taufik.

Banyak yang percaya kepada imam, tapi tidak benar-benar percaya, itu banyak. Dan aku tidak menginginkan dirimu seperti itu, tatkala engkau benar-benar percaya, maka engkau harus percaya sepenuhnya. Apalagi engkau telah mengetahui bahwa dirinya telah layak dan sangat layak menjadi imam, maka engkau harus percaya sepenuh dirimu; kalau engkau melihat dia belum layak dan kurang layak menjadi pemimpin.

Teguhkan bahwa dirinya layak menjadi pemimpin.

Yakinkan bahwa dirinya layak menjadi imam.

Dan menjadi imam pun tidak seangker apa yang ada dalam pikiranmu, jika ada orang-orang yang percaya kepadanya dan orang-orang tersebut benar-benar mendukung untuk mempercayainya; maka atas izin-Nya, akan menurunkan ilmu-Nya tanpa disangka-sangka.

Akhir kata, tetaplah engkau percaya kepada-Nya. Sungguh Dia Maha berkuasa dan telah merancang hidup dengan teramat rapinya. Dan engkau boleh percaya sungguh kepada imammu, tapi yakinlah bahwa imammu itu juga beriman kepada-Nya. Begitulah urut-uratannya, Taufik.

2017

Belum ada Komentar untuk " Tentang Pemimpin atau Imam "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel