Syukur ada NU, Tapi Banyak Yang Bangga Dengan Ke-Nu-Annya lalai dengan Tujuan NU






Mengikuti buku Ke-Nu-an, 1981, tentang tujuan NU: Tujuan NU adalah menegakkan syariat islam berhaluan ahlussunah wal jamaah dan mengusahakn berlakunya ajaran itu. Dengan berlakunya di bumi Indonesia, maka terciptalah masyarakat yang adil makmu dan diridhoi Allah SWT, yaitu masyarakat yang hidup penuh kebahagiaan sejak di dunia sampai akhirat.



Bangsa yang hidup berbahagia di dunia dan akhirat itu, sebagaimana tercermin pada pribadi-pribadi Shahabat Nabi. Yaitu dikenal dengan sebutan Khiro ummat (umat pilihan).



Allah berfirman:



Artinya, Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari mungkar, dan beriman kepada Allah… (ali-imran; 110)



Menurut ayat ini, maka cirri suatu bangsa yang telah mengikat jadi khorio ummah atau umat pilihah atau juga umat terbai, adalah:



a. Bangsa itu beriman kepada Allah sebagai Tuhan yagn Maha Esa

b. Bangsa itu penuh semangat dalam menegakkan keadilan dan menghapuskan segala bentuk kemungkaran/kelaliman.



Factor keimanan adalah factor yang paling utama. Sebab, apabila suatu bangsa tidak punya keimanan maka mustahil bisa menggiatkan amar ma’ruf Nahi Mungkar (menegakkan keadilan dan menghapus kemungkaran)



Oleh karena itu, maka dalam rangka menciptakan bangsa yang adil makmur disamping dilakukan pembangunan material, juga amat penting artinya permbangungan mental spiritual dan keimanan.





Saya mengutip buku tersebut, agak banyak, yang mungkin terlalu banyak dengan alasan, bahwa sekarang, banyak orang yang telah mengetahui tentang ke-Nu-an, tapi lalai dengan keislaman yang harus dijalankan oleh pihak yang mengaku-aku NU.



Menurut saya—tentu bolehlah saya berkata yang itu menurut saya—di zaman seperti sekaarang ini, banyak orang yang bangga dengan ke-Nu-an, namun lalai dengan Tujuan NU.



Sesungguhnya, jika diamati lebih cermat, apa yang ditujukan paling utama dari keberadaan NU untuk saat ini?

Apa tujuan NU di zaman seperti sekarang ini?

Sebuah pembicaraan atas nama organisasi NU?

Sebuah perkumpulan atas nama organisasi NU?

Atau kesibukan kumpul-kumpul ulama atas nama NU?



dan sungguh, saya tidak mengharapkan jawaban atas pertanyaan yang digelontarkan, hanya saja, sesungguhnaya, yang saya tawarkan adalah tentang pentingnya orang-orang Nu menjalankan tentang keislaman yang itu sarat dengan nilai individu; tidak sibuk-sibuk memikirkan lintasan kelas-kelas kecamatan, kabupaten, propinsi, bahkan lintasan internasioal. Sebabnya lagi, sering terjadi kumpulan-kumpulan NU, namun acapkali—saya melihat; atau mungkin penghlihatanku salah, atua mungkin pemikiranku salah. Dan amannya, saya mengaku salah—saya melihat bahwa di zaman seperti sekarang ini, orang-orang yang berstatuskan tentang ke-Nu-an, malah lebih ‘terjebak’ dengan arus-arus organisasi dibanding pelaksanaan-islamnya (Ajaran keNuan; maksudnya islam yang sesuai dengan ‘watak’ manusia Indonesia).



Atau mungkin, dengan kestatusan ke-Nu-an, berguna untuk menyangkal orang-orang yang berkata tentang sesuatu yang NU pegang: missal, seperti qunut, azan dua kali waktu shalat jumat, ziarah, yasinan, tahlilalan, dan lain sebagainya.



Bagiku—sebagai orang yang mengikuti Nu; dan kesertaan Nu karena keluarga saya mengikuti itu, ringkas kata, karena di desa saya mengikuti sesuatu yang disebut NU; yang kemudian, perjalanan waktu menggiringku untuk turut serta tentang ke-Nu-an, pernah agak-aktif (agak) menjadi IPNU di semarang; yang dari itu, mulailah bola-mataku sekilas-kilas membaca tentang ke-Nu-an. Membaca tentang tokoh-tokoh NU. Membaca tentang teks-teks yang itu berkaitan dengan NU)—di zaman seperti sekarang ini, penting lagi dipertanyakan tentang apa itu nahdatul ulama.

Penting dipertanyakan Nahdatul Ulama bagi individu-individu? Sebab, sering dan agak-faktanya, banyak yang terjebak pada ranah ‘kumpul-kumpul’ organisasi, namun kurang memasyarakat terhadap keislaman yang realistis. islam yang praktis.

Pikiranku, andaikan kata orang-orang yang mengaku ‘nahdatul-ulama’ maka dia mampu menjadi panutan terhadap keislamannya; menjadi tontonan (tubuhnya menjadi tontonan terhadap keislaman) sekaligus panutan atas nama islam, yang mana mempunyai gerakan realitas pada kenyataan yang sesungguhnya, yakni pada dirinya, keluarganya, tetangganya, dan orang-orang terdekat.

Faktanya dan seringnya, ikatan organisasi menjadi orang-orang terbiasa untuk kumpul-kumpul namun lalai membuktikan apa-apa yang islam-mau—maksud saya membuktikan; bayangkan, andaikata para ulama aktif menyampaikan keislaman, yang itu lentur, bukankah orang-orang akan taat dengan keislamanan dan banyak yang menjalankan keislaman, dan takut dengan Tuhan. Bukankah sebenarnya tujuan para si NU lebih dalam adalah menjadi pewaris kanjeng Nabi Muhammad karena dibekali dengan pengetahuan.

Sayangnya—dan menurut pengetahuan, pembacaan, serta pengamatan—seringkali orang yang tahu melanggar ketahuannya. Orang yang tahu membanggkang sendiri pengetahuannya.

Dan catatan ini, adalah keluhan murid kepada pendahulunya. Demikian.

2017

Dan buat para pendahulu yang telah wafat. Alfatihah…

Belum ada Komentar untuk " Syukur ada NU, Tapi Banyak Yang Bangga Dengan Ke-Nu-Annya lalai dengan Tujuan NU "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel