Indonesia: Bukan Tradisi Keilmuan Barat, Bukan Juga Ketimuran


Engkau telah mengetahui bagaimana tradisi keilmuan barat dan timur. Bukankah sekarang dunia begitu indah, Taufik. Kita berada di posisi yang bukan barat dan bukan juga timur. Namun kita melihat banyak orang yang berpemikiran barat, juga banyak orang yang berpimikiran timur, di negeri kita. Tidakkah bagimu negeri kita adalah negeri pertengahan, Taufik? 

Apakah kau setuju: tidak tepat kalau ada yang mengklaim negeri kita condong kepada ketimuran? 

Apakah kau setuju: tidak tepat juga kalau ada yang mengklaim negeri kita condong kepada kebaratan? 

Bahkan sampai sekarang, negeri kita masih bukan berpemikiran timur, namun ketimuran. Bukan berpemikiran barat, namun kebaratan. Kita adalah kaum pertengahan, yang mana tradisi barat dipungut, dan tradisi timur di pungut. Dan akhirnya, kita menjelma, iniloh kita. 

Saya bukan dari barat, bukan pula dari timur. Namun Indonesia. 

Memang negara kita banyak mengadopsi pemikiran barat, namun banyak juga yang mengadopsi pemikiran timur. 

Pondok pesantren adalah condong kuat mengadopsi pemikiran timur, syarat akan kereligiusan dan menggunakan perasaan, hapalan serta keakhiratan. Selanjutnya, kita juga mengadopsi barat: yakni sekolahan, atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan formal: cenderungan menggunakan metode rasional, objektif dan keilmiahan, serta keduniaan. 

Sebelum lebih lanjut, biar kukatakan, apa itu tradisi barat, dan apa itu tradisi timur? 

Tradisi barat, adalah tradisi yang berkiblat pada eropa. Sementara tradisi timur adalah tradisi yang berkiblat kepada arab. Timur bisa juga kepada cina, atau india. 

Namun karena kita berada di bumi, maka kita saling terpengaruh di antara keduanya. Karena status kita adalah status yang mempunyai stok kehidupan. Tanpa kemasukan orang timur, kita tetap hidup dan mempunyai aturan. Dan tanpa kemasukan orang barat, kita juga tetap hidup dan mempunyai aturan. 

Namun namanya urbanisasi pasti terjadi, ada pedagangan yang melancong untuk mencari nafkah, dan mereka yang dari luar indonesia membawa budayanya, karena tujuan mereka adalah untuk kehidupan, bagaimana kita bisa menolaknya, terlebih lagi, kita punya bahan dan mereka membutuhkan, wal hasil, jadilah pertukaran di antara keduanya. 

Kita sejak dulu tercukupkan akan materi, yakni pangan. Itulah yang menjadi penyebab kita menerima keduanya. Sisi timur mengarahkan kepada nilai religious. Sementara sisi barat mengarahkan pada objektifitas. Keduanya dirasa bagi kita cocok. 

Religious pun, kita tidak sepenuhnya plek dengan orang-orang timur, yang sarat dengan hapalannya. Tidak! Banyak orang-orang kita kurang mementingkan tentang hafalan itu, alasannya, karena mereka petani, karena mereka bekerja, karena ada lahan yang digunakan untuk bekerja, karena hidup membutuhkan makan. Karena dengna makan maka kehidupan akan berjalan, dan religious menawarkan untuk pengereman terhadap sesuatu yang duniawi. Saat agama hindu (dari timur) datang ke Indonesia, maka diterima dengan lapang, dan gembira, alasannya karena sepaham juga dengan pemikiran mereka. Cocok dengan pemikiran mereka. 

Bukankah engkau telah menelaah tentang ajaran hindu, laksana kaum-kaum zuhud, hidup diterima dengan lapang, dan berbuatlah kebaikan buat sesama. Selanjutnya, karena waktu, akhirnya kaum muslim datang, Para Wali menyebarkannya: konsepnya tentu tidak jauh berbeda dengan agama hindu—bukankah engkau telah mengetahui juga, bahwasanya agama hindu adalah agama kebaikan, yang kalau dipikir-pikir, keberadaan agama hindu dahulu kala disebarkan seseorang yang kita sebut dengan nabi, karena menyembah yang satu juga: dan bukankah sejauh ini engkau amati bahwa dahsyatnya agama islam karena dua hal ini: shalat dan wudhu—akhirnya masyakat menerima dengan lapang. Dan selanjutnya, sampai sekarang, islam menjadi agama mayoritas karena tawaran ajaran islam, yang mudah diterima. 

Nah, sekarang, tentang baratnya: 

Karena kita tercukupkan tentang materi, dan syarat mencukupi materi dengan bekerja, maka orientasi dalam pikiran adalah bekerja, bekerja, jangan lupa ibadah—bukankah itu yang sering kamu tangkap tatkala bertemu dengan para petani atau pertenak atau pedagang, konsep mereka bekerja, bekerja, dan jangan lupa ibadah. Bekerja itu penting, ibadah juga penting—sementara tradisi barat adalah mereka lebih menekankan akan sains, tentang kemajuan sains, oleh karenanya mereka terus menerus membuat pertambahan teknologi demi teknologi, condong pemikirannya, materi, dan orang-orang kita, cenderung malas untuk hal itu, sebabnya, karena banyaknya mikir, banyaknya membaca, sementara tradisi kita, tanpa harus membaca kita mampu mencukupi kehidupan. Kita mampu mencukupi sesuatu untuk hidup, yakni bekerja. 

Bekerja secara bertani, berkebun, berternak atau berdagang, cukup membutuhi kehidupan. Toh inti dari hidup itu juga makan. Memang kita harus bekerja, bekerja, jangan lupa ibadah. Adalah lebel yang seringkali terpapang jelas. Namun, seringkali manusia kita, tatkala sibuk bekerja, banyak juga yang lalai dengan agamanya, namun tatkala magrib tiba, atau suatu saat, missal tatkala ramadhan, atau acara keluarga, mereka pasti menjalankan sesuatu yang disebut islam. 

Karena memang juga, seruan tentang keislaman banyak. Seruan keislaman, didendangkan oleh mereka yang berkonsentrasi dengan ilmu keislaman. Konsentrasi tentang keislaman juga banyak! Mereka adalah murid-murid yang dalam hatinya, terpajang jelas tentang keimanan. Mereka sibuk dalam ilmu-ilmu islam. 

Mereka berlatih ilmu islam matang-matang, bahkan sampai ke negeri asalnya, jazirah arab, mesir mislanya. Arab Saudi. Sudan. Turki dan yang lainnya. Namun, banyak juga orang yang belajar ke negeri eropa: Amerika, Prancis, Jerman, Inggris, Belanda dan yang lainnya. 

Jika dipresentasikan mana yang lebih banyak, baratkah atau timurkah? Jawabnya, saya tidak tahu. Belum membaca survey tentang hal itu. yang pasti, kita bukan berpemikiran barat, kita juga bukan berpemikiran timur; kita ditengah-tengah keduanya. Namun, banyak orang yang berpemikiran ala barat, banyak juga yang berpemikiran ala timur, dan lalu ketemu dengan asal kita: nusantara. Bukanbarat bukantimur. 

Dan itu berlaku untuk semuanya. 

Coba direnungkan…

Belum ada Komentar untuk " Indonesia: Bukan Tradisi Keilmuan Barat, Bukan Juga Ketimuran "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel