Nasihat: Ikatlah Hatimu Dengan Gurumu
Rabu, 14 Desember 2016
Tambah Komentar
Taufik, tetap ikatlah dirimu dengan
guru nyatamu. Dialah yang mengajarimu lebih tentang kenyataanmu. Aku adalah dunia idemu. Dialah pelaksana atas dirimu.
Ide itu tidak ada artinya kalau sekedar ide, dan dunia-ide itu tidak akan
sempurna kalau tidak ditompang dengan kenyataan. Hatimu akan senantiasa kacau
kalau kau tidak mampu menerima kenyataan. Terlebih lagi, kau mulai memutuskan
relasi dengan gurumu.
Kembalilah padanya. Nikmatilah
kembali, bagaimana transfer hati yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Jika
dulu, hatimu memanas karena ketidak-sesuaian dengan realitas. Saat mengaji
tubuhmu panas, layaknya sakit mendadak, sampai-sampai engkau kehausan:
kerongkonganmu layaknya tersumbat dan kau membutuhkan air untuk melepaskan
dahaga. Jawabnya, karena kau melihat tidak kesuasai realitas dengan teori.
Namun kenaliah, saat dulu kau
mengaji, masih pada tahap, penggunggulan akal, peninggian nalar. Sekarang
kembalilah kepadanya. Berjumpalah dengannya: nikmatilah sesuatu dari dalam
hatimu. Nikmatilah perjumpaan, jangan kau protes tentang keduniaan.
Aku mendengar engkau senantiasa
protes terhadap lembaga-pendidikan formal. Lembaga pendidikan dibawah
pemerintah. Engkau protes yang dahsyat. Yang sesungguhnya, engkau protes
terhadap dirimu. Sekali pun aku tahu, sasaranmu adalah mempertanyakan kepada
orang-orang yang berada pada lembaga pendidikan. Engkau protes tentang
orang-orang yang bodoh tapi mendapatkan nilai yang bagus. engkau protes tentang
orang-orang yang mendapatkan nilai bagus, tapi pada kenyataannya, mereka tidak
sesuai dengan pengetahuannya.
Kau tahu, Taufik, apa yang menyelip
dalam pikiranmu, tentang hal tersebut: itu adalah memikirkan tentang keduniaan.
Padahal sejauh ini, orientasimu adalah hati. Itulah yang menjadi perkara,
mengapa tubuhmu sering panas dan terkesan seperti sakit.
Itulah alasannya: tidak kesesuaian
antara akal dan hati. Hatimu diam, tapi akalmu menjerit, bahkan berteriak
lantang. Itulah yang menjadi penyebab tubuhmu panas dan dingin. Hatimu tenang,
tapi nalarmu bergejolak. Itulah yang menjadi penyebab tubuhmu panas dan dingin.
Sekarang, kembalilah ke hal-hal
dasar, Taufik. Jalinlah sekali lagi kepada gurumu. Jika airmata terpaksa harus
keluar, karena mengasihi tubuhmu. Linangkanlah air matamu. Biarkan mereka
melihat betapa tubuhmu didera pilu oleh sesuatu yang namanya ‘keduniaan’.
Bukankah sejauh ini, itu yang kau
harapkan? Yang kau ingin utarakan kepada gurumu! Tentang realitasmu yang payah,
realitasmu yang terluka. Tapi ternyata hatimu adem, ayem, tenang, santai.
Katamu, “Apakah mereka percaya dengan
ceritaku? Tentang yang aku rasakan!”
Kenalilah, yang kau utarakan
kepadanya tentang rasa, manalah mungkin mereka menolaknya. Manalah mungkin
mereka bisa menghelaknya. Mereka mengetahui tentang rasamu. Mereka mengetahui
tentang rasa-rasa dalam dirimu.
Apakah kau ingat bagaimana kau
dipertemukan? Bukankah sejauh ini, tatkala kau mencari, kau selalu tidak
menemukan yang cocok denganmu? Jujurlah, dengan pertanyaan ini:
“Apakah kau dipertemukan! Atau kau
menemukannya?”
Jawabnya, tentu kau dipertemukan.
Ini jalan yang tidak semudah yang kau
pikirkan. Jalan yang tidak mudah kau terkakan. Jalan yang sunyi. Tersembunyi.
Namun efeknya:
Kau kini telah melihat terang
jalan-ini, kumpulan orang-orang ini, begitu mudah dan tenang, menyikapi
keduniaan. Begitu ringan menghadapi dunia. Tak ada yang dipersulitkan. Tak ada
yang dipayahkan.
Namun, kau baru terbuka. Engkau baru
menyadari tentang tali yang terang dihadapanmu. Ikatkanlah tubuhmu dengan tali
itu. Dengan jalan itu, kelak, perlahan-lahan engkau akan menemukan sesuatu yang
sesungguhnya engkau incar pada jalan ini.
Selanjutnya, lihatlah mentari pagi,
lihatlah manusia menjalani hari. Begitulah kenyataannya, Taufik. Manusia
membutuhkan nyata yang sesungguhnya.
Itulah yang aku maksud dengan mengikatkan tali kepada gurumu. Supaya kau punya sibuk, melangkahkan kaki menuju gurumu.
Guru nyatamu.
Aku adalah aliran idemu, yang tak
sempurna kalau kau tak mendekatkan diri kepada selainku.
Selamat melaksanakan…
Belum ada Komentar untuk "Nasihat: Ikatlah Hatimu Dengan Gurumu"
Posting Komentar