Shalat yang diamati Guru
Kamis, 29 Desember 2016
Tambah Komentar
Apa responmu kalau shalatmu dijuri oleh dua sosok guru, (1) tentang fikihmu, (2) tentang bagaimana konsentrasi makna teks-shalatmu?
Katamu, ah itu sekedar permainan imajenasi. Bicaralah tentang sesuatu yagn realistis.
Jawabku, jika kau dekat dengan gurumu, maka kau akan diamati gerak-gerikmu oleh gurumu. Karena gurumu sangat perhatian dengan perkembangan ilmumu.
Jika kau mengabaikan kalimatku, maka pengetahuan-keislamanmu, belum benar-benar menyatu dalam pemikiranmu. Tidak kau jalinkan bagaimana nahwu dan sharaf berkerja saat shalat. Tidak kau jalinkan pengetahuanmu tentang kisah yanga da di dalam al-quran tidak kerjakan. Secara otomatis, engkau adalah murid yang membodohi dirimu sendiri.
Gurumu mungkin disini, saat menjadi juri, tidak akan komentar sama sekali: Menerima kalau kau salah. Tersenyum kalau kau tidak mengetahui. Karena gurumu disini, masih kau imajenasikan beliau hadir mengawasimu.
Kau menghadirkan sosoknya untukmu, jadilah yang kau bayangkan adalah tatkala shalat tentunya diawasi gurumu. Bukan selain gurumu.
Dia akan mengetuk mejanya, tatkala bacaanmu salah, itulah guru fikih. Tandanya engkau harus mengulangi.
Dia akan mengetuk mejanya juga, tatkala bacaanmu tidak mempunyai makna, dialah guru pemahamanmu? Tanda engkau harus memperlambat bacaanmu.
Shalatmu, yang tadinya njengkang-jengking kini harus menjadi sesuatu yang lama.
Sesuatu yang sarat berpikir.
Sesuatu yang sarat jalinan pengetahuan yang telah kau dapati.
Sesuatu yang sarat konsentrasi terhadap pengetahuan yang berlimpah ada padamu.
Shalat juga penting konsentrasi. Kalau tidak berkonsentrasi, maka pikiran bisa mengantarkan kepada imajenasi-imajenasi yang tidak terkendali, karena pengetahuan yang datang kepada akal sangat cepat. Cepat sekali. Selain itu, tujuan konsentrasi tentu demi-keutuhan pengetahuanmu: pelatihan tentang pengetahuan-islammu. Lebih diperhatikan tentang pengetahuan-keislamanmu. Tidak kau anggurkan, dan kau tumpahkan tatkala di ruang-ruang diskusi. Atau pengetahuanmu sekedar kau salin dalam kertas: padahal tujuan adanya diskusi demi praktek shalat. Tujuan dari penyalinan di kertas adalah mengokohkan pada hal-hal yang bersifat realitas.
Shalat itu realitas muslim yang sesungguhnya. Pertemuan antara keyakinan dan pengetahuan. Semakin kau memahami shalatmu, semakin kau memahami tentang pengetahuanmu. Tidak kau anggurkan, kau kau tarok di lemari-pemikiranmu yang kau lupa dimana kunci lemari pemikiranmu. Telah terlalu banyak pengetahuan yang datang kepadamu, jika kau lupa membukanya, maka bisa jadi kau lupa. Dan shalat adalah upaya pengikat pengetahuanmu itu.
Oleh karenanya, para murid, di zaman ini, penting mencatat tentang teks-shalat dan dilerai tentang makna-makna-nya. Membuat tafsir shalat. Mengumpulkan dalil-dalil shalat. Sehingga shalat menjadi lebih bermakna dan benar yang sungguh-sungguh, benar. Saat pengetahuanmu melesat, tentu engkau bakal menjadi orang yang terhormat. Terhormat karena ilmu. Inilah makna dari orang yang berilmu, bakal diangkat derajatnya.
Sebab tatkala ia disuruh berbicara tentang dalil-dalil shalat, ia akan membuka dengan mudah, kitab di dalam dirinya, yakni kitab yang telah diajari sebelumnya. Yang sekarang telah mengelupas dalam benak pikirannya. Dan tujuan guru mengaasawi adalah seperti itu, guna mengecek pengetahuan yang telah didapatkan murid. Kalau belum sempurna, maka murid penting belajar sekali lagi. Lebih lama. Lebih konsentrasi dengan belajar.
Shalatnya menjadi rangkaian pengetahuan, yang terus menerus dijuri oleh gurumu. Syaratnya, kalau kau yakin bahwa gurumu mengawasi gerak-gerikmu. Gerak-gerik pertambahan pengetahuanmu.
Terakhir, shalatmu yang awalnya, jengkang jengking, perlahan, shalatmu melambat dan semakin lambat. Karena engkau sibuk dengan aktifitas-ke shalatanmu.
Demikian…
Belum ada Komentar untuk " Shalat yang diamati Guru "
Posting Komentar