SURAT BUAT GURU: Ikhlaskanlah aku Mengikutimu


Langkah apa yang hendak aku gapai? Adalah mengikuti jejakmu. Meneruskan apa-apa yang kau perjuangkan-sungguh, bukan tentang topeng-topeng realitasmu, bukan tentang kedok-kedok penampakanmu, jejak kesungguhan yang kau perjuangkan, itulah, aku mengikutimu, dan tentulah, relakanlah, aku, sekali lagi, lebih dalam, untuk mengerti maksudmu, mengerti tujuanmu. Memahami juga, apa yang engkau perjuangkan: dan aku, akan berjalan sendiri, kalau aku tidak ‘menyerahkan’ diriku kepadamu. Menyelusuri jalan-jalan yang berlimpah, dan menebak-tebak kiranya itu adalah jalan yang benar.

Aku telah melangkah, di jalan-jalan, terasa sukar, bolak-balik tanpa ada kejelasan pantai kesejukan. Aku telah lelah, sangat lelah, dengan ketidak-jelasan, juga semunya cita-cita, selain mengadu kepadamu, dan dengan caraku, aku membagi apa yang menganjal di diriku.

Dunia nyata, terlalu sempit, untuk menyatakan kesungguhan-maksudku, dengan caraku, aku mendedelkan pemikiranku.

Dunia kata, terlalu sedikit, untuk menyampaikan maksud-sungguhku, dengan caraku, aku leraikan pemikiranku.

Jangan jadikan pelajaran itu memberatkan diriku—engkau telah membaca diriku, manalah mungkin engkau memberatkanku.

Jangan jadikan pelajaran itu sukar bagiku—engkau telah mengetahui kapasitasku, manalah mungkin engkau menyukarkanku.

Jangan biarkan, aku melangkah sendiri, sekali lagi, menyesat pada belukar-belukar jalan:

ditipu baju-baju kata,

ditipu rangkaian kata-kata indah,

ditipu waktu akan jalinannya

ditipu manusia karena wujudnya

ditipu waktu karena putarannya

ditipu ilmu karena keluasannya

ditipu harta karena kecantikannya

Jangan biarkan aku, sekali lagi, tanpa adanya tujuan.

Dan maafkanlah, atas lancangnya, kata-kataku, tentu bukan itu maksud-sungguhku. Tiada lain, maksudku adalah menyerahkan-pola-pemikiranku, kalaulah engkau katakan: kerancuan pola-pikirku, tentulah aku terima. Karena itu perkataanmu, dan aku berharap, tentu, engkau membenahi kesalahku.

Sejak kapan aku menentang kalimatmu? Adalah penampakan, yang sungguh pun hatiku diam tak berkata. Dan jika, aku diam tak berkata, kau diam tanpa ada tanda-tanda, kenalilah, bahwa aku merasa kehilangan ikatan. Aku merasa jauh darimu. Aku merasa tak ada ikatan darimu. Karena kutahu—sepengetahuanku—

Engkau melesat lebih lesat dari yang pernah kutahu

Engkau melejit lebih lejit dari yang pernah kutahu

Engkau meninggi lebih tinggi dari yang pernah kutahu

Dan aku, selalu, merasa, bahwa aku masih seperti dulu, tanpa-ilmu, sedikit ilmu, adalah penyaksi atas pundi-pundi peningkatanmu, dan aku sekedar penyaksi yang jauh dari harapanku, yakni lebih dekat kepadamu. Aku pikir, sejauh ini, aku semakin menjauh darimu, malah selalu seperti itu, walau engkau, senantiasa ada dalam benakku (senantiasa adalah bahwa kau sering teringat dalam benak pikirku, dan sering juga lepas: dan engkau kuingat, tak sepenuh waktu teringat, namun ketahuilah, bahwa engkaulah yang teristimewa dalam benakku: lihatlah, bahwa kata-kataku seringkali bersarat-makna, padahal bukan itu maksudku sesungguhnya).

Maka relakanlah, aku lebih dekat kepadamu. Relakanlah salah-salahku yang kutunjukan kepadamu. Relakanlah diriku dengan seluruh diriku. Biarkan aku lebih dekat denganmu, lebih akrab, dengan maksud-sungguhmu, yang sesungguhnya, bukan tentang kedok-kata, bukan tentang tipu-daya, namun sesuatu, yang benar-benar engkau tuju sungguh. Biarkan aku, menuju kepada apa yang engkau tuju.

Apakah aku meminta lebih dari batas kemampuanku? Sungguh, bukan itu maksud-sungguhnya: inilah maksud dari kedatanganku kepadamu: sekedar menyatakan, biarkanlah aku menyertai langkah-sungguhmu. Itulah maksudku.

Hormat saya, murid.

Belum ada Komentar untuk " SURAT BUAT GURU: Ikhlaskanlah aku Mengikutimu "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel