Surat buat guru: Tentang Struktur Para Penyampai Pengetahuan Islam di Indonesia: Alip-bak-tak!
Sabtu, 24 Desember 2016
Tambah Komentar
Ada beberapa golongan yang bisa ditarik dari penyampai islam di Indonesia.
Pertama kiai kampong, sekedar menjalani kekiaan kampungnya. Kedua, kiai yang mempunyai pondok pesantren, masih juga mengikuti aktifitas kekiaian kampungnya. Lalu ada pendatang yang asing, yakni memperkuat kiai kampong, mereka menetap di rumah kiai kampong dan kerjaannya mulang kepada orang-orang yang dirasa mampu mendalami keilmuan islam. Dan mereka juga membawa keluarganya, lalu digarapi lahan-lahan, mereka juga bercocok tanam. Sekedarnya saja, nantinya para santri yang mengerjakannya.
Dari santri-santri itu, yang mencar-mencar itu, tatkala islam telah mampan, disaat mereka-mereka tidak mempunyai orang yang mampu mengajari ilmu agama, mereka di sebut kiai kampong. Mereka mengulang ngaji. Mengajar alip-bak-tak. Mengajar tajdiw. Lalu mengajar tentang tata-bahasa arab. Selain itu, sesekali kalimat-kalimatnya menggelontar tentang nasihat, nasihat itu didapat dari hadist-hadist yang dimiliki. Entah itu sedikit atau banyak, yang pasti, dengan kitab yang dimiliki oleh bekas santri itu.
kalau sudah mulai bisa membaca alip-bak-tak, selanjutnya, anak-didik itu, naik kelas, maka anak itu, boleh menyentuh al-quran, boleh membaca al-quran, dengan syarat harus wudhu, dilarang menyentuh al-quran kalau tidak suci, kalau tidak wudhu. Maka anak itu wudhu, secara continue, sampai-sampai di selesai membaca al-quran. Diulangnya perlahan-lahan, yang pasti, seluruh al-quran disimak oleh guru, yang mantan santri itu.
sampai beberapa tahun, akhirnya selesai. Tamat. Maka untuk merayakan ketamatan itu, untuk mensyukuri atas tamat itu, diadakan ketamatan, yakni khataman.
Anak-itu diarak, di dandani, dibedaki, dipakaikan sorban, dan nanti naik panggung, sambil membaca surat-surat pendek, atau juz amma. Orangtua anak itu, sibuk di dapur, sibuk masak-masak. Sibuk mempersiapkan acara itu. acara gedean. Acara yang bakal ditonton orang sekampung. Karena telah disiarkan, bakal dilangsungkan kataman, dan orang-orang disuruh untuk menghadiri acara.
Orang-orang yang dekat dengan rumah kiai itu, yang mantan santri itu, turut membantu mempersiapkan acara itu, mempersiapkan bangku-bangku, merias supaya rapi, dan persiapan-persiapan lainnya. Orang-orang gotak dan semangat karena laksana ada kumpul-kumpul acara.
Sementara, anak-anak itu telah dilatih untuk membaca juz amma, tujuannya supaya membacanya enak didengar oleh khalayak ramai. Saat dia naik panggung, setelah selesai, maka dilanjutkan oleh acara yang lain, yakni pengajian, semportan rohani dari kiai yang lain. Tujuannya, sebagai pengingat tentang keagamaan.
Selanjutnya, anak-didiknya itu, yang hatinya dikaruniai untuk nyemplung dalam agama, disuruh meneruskan belajar agama di ruang yang lebih besar, dan referensi kitab yang besar-besar. Maka anak-didik itu dikirim ke pondok pesantren.
Di pondok pesantren, anak-didik itu, kini berstatus santri, seorang pelajar tentang kitab suci, di sana santri baru itu, bertemu dengan santri-santri yang lain, mereka bertukar pengalaman dan tetek-bengek tentang keadaanya.
Ringkas cerita, tatkala usia santri itu menua, cukup umur untuk menikah, maka santri itu menikah. Menjalani hidup sebagaimana manusia pada yang lainnya, jika daerah yang ditempati tidak ada ahli agama, atau jarang, lalu santri itu akan mengajari anak-anaknya tentang pengetahuan islam, mulainya dari dini, caranya membaca: alip-bak-tak.
Selain itu, semakin zaman maju. semakin Indonesia terkenal dengan banyaknya umat islam, kaum muslimin. Maka datang juga ulama-ulama yang lain, yang bermukim di Indonesia, tujuannya macam-macem:
Ada yang mencari uang dengan cara berceramah.
Ada yang menompang hidup dengan kiai lalu mengajar.
Ada yang membawa islam, ala dirinya.
Ada yang protes dengan islam di indonsia.
Ada yang mengajak menjadi Negara islam.
Ada yang memilih ikut saja dengan tradisi islam di Indonesia.
Namun, tetap saja, keberagaman islam Indonesia tidak terlepas dari unsure dasar manusia Indonesia: apakah unsure dasar manusia Indonesia? Yakni kaum pekerja. Namun berjalannya waktu, unsure itu berganti.
Banyak anak-anak yang sejak dini, terlepas dari kalimat-pekerjaan, mereka tidak bertani. Mereka sibuk dengan keilmuan islam. Mereka asyik menelusuri keilmuan islam, berkutat ketat pada teks-teks islam. hapalan-hapalan.
Wal-hasil, ada golongan baru dalam kategori para penyampai islam di Indonesia, yakni, penyampai murni tentang keislaman. Tatkala ceramah, bisa jadi, bahasanya kaku, karena pembicaraannya adalah murni tentang agama islam. islam yang kokoh dalam epistemology islamnya.
Dari golongan ini, lahirlah golongan yang lebih serius dan kaku: kekakuan mereka karena mengikuti atasannya itu. mereka mengupayakan orang-orang lebih serius menjalankan keagamaan dan lebih serius mementingkan akhirat, dunia adalah alat.
Selanjutnya, ada golongan yang lama, yakni yang mengerti kondisi masyarkatnya, karena melihat masyakat bekerja-bekerja dan ibadah, maka para penyampai lebih memilih bergaya woles atau becanda tapi serius. Alasannya, karena pekerja itu capek. Karena penyampai itu memahami psikologi umat, maka memilih becanda yang serius dan serius yang bencanda. Wal-hasil, orang yang ngantuk jadi tertawa. Yang berefek, entah tahu atau tidak, besok diberitahu lagi.
Dari golongan ini, lahirlah golongan yang lebih woles dan becanda, serius memang ada, dan titik tekannya adalah penyampaian yang banyak bencanda, kelak dikenal dengan kiai-bencanda.
Pokoknya kalau dia, pasti terhibur. Tidak ngantuk. Dan banyak umat yang suka dengan tipikal ini, walau banyak juga yang suka dengan tipikal serius.
Menurut saya, begitulah alur sturtur pengetahuan islam di Indonesia. Tujuan saya menuliskan ini adalah supaya saya lebih mengetahui asal-usul segala sesuatu tentang islam di Indonesia dan bagaimana pola-polanya, dan sekarang, dengan memudarnya tradisi khataman, maka mengapa saya resah! Tatkala memudarnya tradisi tadarusan, maka mengapa saya resah. Pikirku, tak perlu diresahkan. Kalau mau tadaruslah. Tidak dilarang. Kalau tidak mau, pintu taubat masih dibuka, Taufik.
Mohon doa dan restunya…
Belum ada Komentar untuk "Surat buat guru: Tentang Struktur Para Penyampai Pengetahuan Islam di Indonesia: Alip-bak-tak! "
Posting Komentar