Nasihat: Status Pengetahuan Zaman Informasi
Selasa, 27 Desember 2016
Tambah Komentar
Taufik, janganlah engkau ragu terhadap status pengetahuan di zaman informasi. Kenalilah, pengetahuan itu adalah hafalan data pengetahuan. Selanjutnya, diproses menjadi pemahaman lalu dijalankan.
Begitulah status pengetahuan.
Sejak dulu juga seperti itu: pengetahuan itu dari orang-orang yang telah mendahului, lalu diketahui, lalu dipahami, dan dijalankan. Atau setelah diketahui, di jalankan, bersamaan dengan itu, lalu dipahami: begitulah status pengetahuan.
Sekali pun zamannya penuh dengan informasi. Harusnya dengan itu, lebih mudah untuk lebih giat lagi lebih rajin untuk mengumpulkan pundi-pundi pengetahuan. Pungutlah data demi data tentang sesuatu yang engkau incar, ambillah yang perlu engkau ambil, tinggalkanlah apa yang tidak perlu engkau ambil. Jangan semuanya engkau ambil.
Kenapa begitu? Karena apa yang hendak engkau raih berbeda dengan apa yang mereka rangkai secara keseluruhan. Oleh karenanya, janganlah ragu untuk memungut data-data itu, hapalkan, hubungkan dengan pengetahuan dasarmu. Kelak, itu akan berbeda pendapatan akhirnya. Akan berbeda hasilnya. Sekali pun prosesnya agaka mirip, nah proses yang agak mirip itu, disebut dengan teori.
Kenanglah orang-orang yang hebat ceramah, maka dia statusnya adalah menghfalkan, lalu dipahami, selanjutnya dijalankan. Atau dihafalkan, lalu dijalankan, selanjutnya dipahami.
Kenanglah bagaimana pengetahuan yang melanda dirimu. Pengetahuan yang menyelimuti dirimu.
Pertama, awalnya engkau perkenalan dengan suatu bidang ilmu pengetahuan.
Kedua, engkau mulai mengetahui tentang ilmu pengetahuan tersebut.
Ketiga, engkau berusaha untuk lebih mengetahui tentang pengetahuan tersebut.
Keempat, engkau ternging-ngiang dengan pengetahuan tersebut
Kelima, engkau mulai membagikan pengetahuan tersebut secara acak, dengan maksud supaya engkau lebih mengerti apa yang engkau sampaikan.
Keenam, engkau mulai memahami secara perlahan-lahan tentang pengetahuan tersebut,
Ketujuh, engkau mulai paham dengan pengetahuan tersebut.
Begitulah status-pengetahuanmu. Kumpulkanlah apa-apa yang membuatmu tertarik dengan pengetahun. Sebanyak-banyaknya, dan hubungkan dengan dasar pengetahuanmu. Apa itu dasar pengetahuanmu? Yakni pengetahuan yang telah engkau miliki.
Percayalah bahwa engkau telah banyak mempunyai pengetahuan. Telah banyak mengetahui banyak data. Telah banyak. Pergunakanlah ‘akalmu’! Jangan takut diklaim bahwa kamu mendewakan rasio, jangan takut. Zaman sekarang, memang seperti itu, kadang manusia salah tanggap dengan klaim pendewaan rasio. Banyak yang salah tanggap dengan istilah tersebut.
Seakan istilah tersebut adalah sesuatu yang ganjil, sesuatu yang salah. Apalagi berkaitan dengan keagamaan: seakan-akan bernada negatif, padahal, engkau juga telah mengetahui, bahwa pengetahuan-pengetahuan agama, sarat menggunakan rasio.
Ilmu kalam, sarat menggunakan rasio, walau kajiannya terpusat pada Al-quran.
Ilmu fikih, sarat menggunakan rasio, yang orientasi utama kajiannya dari Al-Quran.
Ilmu Ushul Fikih, sarat menggunakan rasio, yang orientasi untuk mengindentifikasi Fikih.
Ilmu Tafsir, sarat menggunakan rasio, yang orinetasinya, seorang mufasir akalnya harus cukup, akal yang dimaksud, tentu pendayaan rasio.
Dan masih banyak lainnya. Kenanglah keilmuan-keilmuan islam. Sarat dengan rasio, taufik. Oleh karenanya, jangan ragu terhadap apa-apa yang kau butuhkan.
Kumpulkan pundi-pundi pengetahuan yang itu sesuai dengan seleramu. Jadikanlah pengetahuan laksana makanan, yang kamu merasa lezat tatkala makan. Yang kamu mampu menikmati di restoran-restoran yang serba-mahal. Tanpa harus membayar mahal—sebenarnya, engkau telah membayar mahal, karena kamu mempunyai pengetahuan: bandingkan dengan orang-orang yang sibuknya dengan bekerja secara realitas, orang-orang kuli bangunan, kuli angkat, dia tidak sempat untuk membaca karena baginya, membaca adalah sesuatu yang melelahkan, dan itu bagi orang-orang pandai: setidaknya, dari itu engkau telah dianggap orang pandai, sekali pun, di atasmu masih banyak orang yang lebih pandai—kumpulkanlah makanan-makanan itu, kelak, setelah engkau lebih banyak, lebih banyak, engkau akan paham. Tatkala paham. Tentulah engkau dikatakan manusia yang berpengetahuan.
Apakah proses pengetahuan telah berhenti sampai di situ?
Tidak, taufik. Proses pengetahuan akan terus menerus menambah. Kenanglah perkataan Kanjeng Nabi tentang ilmu pengetahuan. Kenanglah, ilmu itu tidak akan habis-habisnya kalau dicari.
Selamat berpetualangan dan beranilah...
Begitulah status pengetahuan.
Sejak dulu juga seperti itu: pengetahuan itu dari orang-orang yang telah mendahului, lalu diketahui, lalu dipahami, dan dijalankan. Atau setelah diketahui, di jalankan, bersamaan dengan itu, lalu dipahami: begitulah status pengetahuan.
Sekali pun zamannya penuh dengan informasi. Harusnya dengan itu, lebih mudah untuk lebih giat lagi lebih rajin untuk mengumpulkan pundi-pundi pengetahuan. Pungutlah data demi data tentang sesuatu yang engkau incar, ambillah yang perlu engkau ambil, tinggalkanlah apa yang tidak perlu engkau ambil. Jangan semuanya engkau ambil.
Kenapa begitu? Karena apa yang hendak engkau raih berbeda dengan apa yang mereka rangkai secara keseluruhan. Oleh karenanya, janganlah ragu untuk memungut data-data itu, hapalkan, hubungkan dengan pengetahuan dasarmu. Kelak, itu akan berbeda pendapatan akhirnya. Akan berbeda hasilnya. Sekali pun prosesnya agaka mirip, nah proses yang agak mirip itu, disebut dengan teori.
Kenanglah orang-orang yang hebat ceramah, maka dia statusnya adalah menghfalkan, lalu dipahami, selanjutnya dijalankan. Atau dihafalkan, lalu dijalankan, selanjutnya dipahami.
Kenanglah bagaimana pengetahuan yang melanda dirimu. Pengetahuan yang menyelimuti dirimu.
Pertama, awalnya engkau perkenalan dengan suatu bidang ilmu pengetahuan.
Kedua, engkau mulai mengetahui tentang ilmu pengetahuan tersebut.
Ketiga, engkau berusaha untuk lebih mengetahui tentang pengetahuan tersebut.
Keempat, engkau ternging-ngiang dengan pengetahuan tersebut
Kelima, engkau mulai membagikan pengetahuan tersebut secara acak, dengan maksud supaya engkau lebih mengerti apa yang engkau sampaikan.
Keenam, engkau mulai memahami secara perlahan-lahan tentang pengetahuan tersebut,
Ketujuh, engkau mulai paham dengan pengetahuan tersebut.
Begitulah status-pengetahuanmu. Kumpulkanlah apa-apa yang membuatmu tertarik dengan pengetahun. Sebanyak-banyaknya, dan hubungkan dengan dasar pengetahuanmu. Apa itu dasar pengetahuanmu? Yakni pengetahuan yang telah engkau miliki.
Percayalah bahwa engkau telah banyak mempunyai pengetahuan. Telah banyak mengetahui banyak data. Telah banyak. Pergunakanlah ‘akalmu’! Jangan takut diklaim bahwa kamu mendewakan rasio, jangan takut. Zaman sekarang, memang seperti itu, kadang manusia salah tanggap dengan klaim pendewaan rasio. Banyak yang salah tanggap dengan istilah tersebut.
Seakan istilah tersebut adalah sesuatu yang ganjil, sesuatu yang salah. Apalagi berkaitan dengan keagamaan: seakan-akan bernada negatif, padahal, engkau juga telah mengetahui, bahwa pengetahuan-pengetahuan agama, sarat menggunakan rasio.
Ilmu kalam, sarat menggunakan rasio, walau kajiannya terpusat pada Al-quran.
Ilmu fikih, sarat menggunakan rasio, yang orientasi utama kajiannya dari Al-Quran.
Ilmu Ushul Fikih, sarat menggunakan rasio, yang orientasi untuk mengindentifikasi Fikih.
Ilmu Tafsir, sarat menggunakan rasio, yang orinetasinya, seorang mufasir akalnya harus cukup, akal yang dimaksud, tentu pendayaan rasio.
Dan masih banyak lainnya. Kenanglah keilmuan-keilmuan islam. Sarat dengan rasio, taufik. Oleh karenanya, jangan ragu terhadap apa-apa yang kau butuhkan.
Kumpulkan pundi-pundi pengetahuan yang itu sesuai dengan seleramu. Jadikanlah pengetahuan laksana makanan, yang kamu merasa lezat tatkala makan. Yang kamu mampu menikmati di restoran-restoran yang serba-mahal. Tanpa harus membayar mahal—sebenarnya, engkau telah membayar mahal, karena kamu mempunyai pengetahuan: bandingkan dengan orang-orang yang sibuknya dengan bekerja secara realitas, orang-orang kuli bangunan, kuli angkat, dia tidak sempat untuk membaca karena baginya, membaca adalah sesuatu yang melelahkan, dan itu bagi orang-orang pandai: setidaknya, dari itu engkau telah dianggap orang pandai, sekali pun, di atasmu masih banyak orang yang lebih pandai—kumpulkanlah makanan-makanan itu, kelak, setelah engkau lebih banyak, lebih banyak, engkau akan paham. Tatkala paham. Tentulah engkau dikatakan manusia yang berpengetahuan.
Apakah proses pengetahuan telah berhenti sampai di situ?
Tidak, taufik. Proses pengetahuan akan terus menerus menambah. Kenanglah perkataan Kanjeng Nabi tentang ilmu pengetahuan. Kenanglah, ilmu itu tidak akan habis-habisnya kalau dicari.
Selamat berpetualangan dan beranilah...
Belum ada Komentar untuk " Nasihat: Status Pengetahuan Zaman Informasi "
Posting Komentar