Tentang Negeri Pencarian Jati Diri


Telah saya sebutkan, sebelumnya, ada tahap yang tersedia alasan mencari jati-dirinya. Sekarang, tatkala orang mencari jati dirinya, akan terkungkung di negeri yang dibangun oleh dirinya sendiri:

Tiba-tiba, saya berada di negeri yang saya tidak ketahui, jelas sekali ini bukan negeri indonesia, bukan arab, bukan eropa, melainkan negeri yang tidak jelas sama sekali: negeri yang sarat dengan tanda-tanda, kode, kata-kata, kenangan, nama demi nama, namun sayangnya semua adalah hampa, kecuali saya sendiri.

Saya lupa mengingat bagaimana saya berada di sini. Memori saya terlalu payah, untuk dikenang, mengapa saya sampai di negeri ini.

dan saya melihat orang-orang lain, menjalani hidup dengan normal, berinteraksi, melakukan hubungan sosial, menikah, mempunyai anak, sibuk dengan keluarganya, sibuk dengan teman-temannya, agaknya mereka sangat mengenal dirinya. Saya yang salah mengapa saya tidak yakin dengan jawaban saya sendiri, bahwa saya adalah taufik.

Yakinilah Taufik, bahwa saya adalah Taufik. Yakinilah.

Tiba-tiba, saya tersesat ke negeri yang entah berantah lagi, negeri yang itu bukan negeriku, jelas sekali bukan indonesia, jelas sekali bukan arab, jelas sekali bukan eropa, melainkan negeri gabungan di antara semua itu. negeri yang aku tidak bisa keluar dengan mudah, dan saya persis berada di tengah lautan, mau berenangan ke tepian. Menuju pulau. Tapi tidak terlihat jelas, pulau apa itu.

Saya menyadari bahwa realitas saya tetap menjadi realitas sebagaimana mestinya.

Namun disini, tatkala aku belum menemukan sendiri, tentu saya tidak akan mengerti siapa tuhanku, tidak akan mengerti. Tidak akan mengerti. Tidak akan kenal.

Di sini saya mulai menyadari, bahwa pencarianku selama ini adalah upaya untuk mengenal Tuhanku, untuk mengenal tuhan. Siapa dia? Mengapa Dia menciptakan? Mengapa Dia menghendaki apa-apa terjadi, dan menciptakan perbedaan-perbedaan?

Pertanyaan itu mendadak melesat dalam pikiranku.

Saya mencari jawaban lewat kitab-kitab, tidak ketemu. Sekali pun saya menemukan: Tuhan itu dekat. Sayangnya saya tidak puas diri. Saya tidak puas dengan jawaban yang ada.

Kataku, mengapa aku bisa tidak puas dengan jawaban yang ada? Mengapa tidak mudah menerima jawaban yang ringkas itu: sebenarnya apa yang hendak saya cari demi kepuasan ini? Apa! Apa!

Dari mana asal-usul kata Tuhan? Mengapa orang-orang menggunakan istilah itu? mengapa orang-orang dengan lanyah menggunakan istilah itu: apakah mereka telah menemukan Tuhan? Bagaimana tuhan yang mereka temukan itu? atau setidaknya, bagaimana tentang Tuhan itu?

Pertanyaan itu meleset ringan dalam pikiranku.

Saya tidak mampu menahan pertanyaan itu datang kepadaku. saya tidak mampu mencegat pertanyaan itu menghampiri: seperti tiba-tiba (karena saya lupa asal-usulnya, mendadak juga saya lupa kronologi pencarian ini) kalimat-kalimat itu mendarat dalam diriku. Karena saya lupa akan kenanganku, maka saya mencari kronologi tentang pencarian ini:

Mengapa saya harus mencari, dan alasan apa saya harus mencari. Setelah berpikir lama, setelah mengingat-ingatnya: ternyata saya belum kenalan dengan diriku, saya belum benar-benar memahami diriku, oleh karenanya saya harus mencari. Hingga pada akhirnya, saya menemukan kalimat-kalimat tentang pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa disangka-sangka: yakni mempertanyakan istilah yang sebenarnya sangat umum: yakni Tuhan.

Sementara realitas saya masih berjalan normal, hanya sesekali nyeletuk tentang kegalauan diri. Sesekali nyeletuk. Sesekali keluar.

Lamat-lamat, saya tanggalkan pertanyaan itu, dalam pikiran saya, tidak bisa. Tidak mudah terlepas dari rantai pencarian aku. Tidak mudah terlepas dari tali: pencarian ini. Sekali pun begitu, sekali pun belum ketemu, saya harus menjalani hidup.

Saya tidak menanggalkan pertanyaan itu, namun biarlah waktu yang menjawabnya. Tidak! Biarkan diriku sendiri yang menemukan keakuan. Tidak! Saya belum terpuaskan juga dengan pencarian.

Saya buka buku demi buku. Saya amati lembar demi lembar. Cari mencari-cari. Tidak ketemu-ketemu juga, apa yang membuatku puas. Akhir kata, saya masih mencari jalan keluar: yang sebenarnya ada pada diriku. Semangatlah, oh diriku.

**

Kataku, benar kau tidak akan menemukan lewat lembar-lembar buku, namun kalau kau tidak melalui jalan itu, kau akan merasa semakin kesukaran untuk mendapatkan jawaban itu. namun, kalau dalam lembar buku terlalu sukar: carilah di dalam dirimu. jika susah? Wajar. Dalam sejarahnya, memang tidak mudah menemukan keakuan, karena kelak, tatkala menemukan, akan merasakan lezatnya pertemuan. Bersabarlah: orang lain hanya memberi arahan, keputusan ada pada dirimu.

Bersabarlah...

#berita lain tentang pencarian diri:

Belum ada Komentar untuk " Tentang Negeri Pencarian Jati Diri "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel