Nasihat: Tentang Tradisi Cedekiawan Muslim
Kamis, 15 Desember 2016
Tambah Komentar
jitunews.com
Kalau kamu bukan keturunan Kiai, tentu kamu akan kurang pengetahuanmu tentang islam. Kalau kamu keturunan Kiai, tentu kamu akan berpikir tentang kekiaian.
Pahamilah kalimat di atas. Hal itu akan lebih menyadarkan kepada dirimu bagaimana tentang keislamanmu.
Sebabnya tradisi kiai adalah orang-orang yang menyukai keilmuan. Selalu seperti itu. selalu, karena kiai sendiri menyukai keilmuan.
Tentu kiai akan mendidik anaknya tentang keislaman. Sekali pun missal, Bapaknya sibuk mengajar dan mengisi ceramah dari tempat ke tempat lain. Namun, ibunya, bakal sedikitnya membelajari anaknya, entah itu moralnya, atau pembicaraan tentang agama.
Ukuran utama orang-orang kiai bukanlah tentang dunia materi, namun lebih condong menekankan akhlak, karena memang islam itu lebih cenderung kepada akhlak. Kebiasaan anak-anak kiai lalu akan mengirimkan anak-anaknya untuk belajar agama. Apakah kebiasaan ini umum? Cenderungnya begitu.
Namun, adakalanya sesorang yang bukan dari kalangan kiai, di dalam dirinya tertakdirkan untuk menjadi bagian-bagian kiai, telah digariskan menjadi bagian-bagian tradisi Kiai. Mereka rajin untuk belajar tentang agama islam. Rajinnya itu, kelak, akan menjadikan dirinya dianggap kiai, karena mereka mengikuti tradisi kiai. Kalau ditanyakan bagaimana kualitas ilmunya: yakni hafalan tentang keilmuannya, tentu berbeda dengan tradisi keturunan orang-orang kiai.
Tradisi kiai, dia mempunyai pondok. Anak-anak kiai berada di dalam lingkungan pondok. Engkau telah melihat apa-apa yang dilakukan orang-orang pondok, hafalan, mengaji kitab, menggunakan pakaian-pakaian alim. Dan sesuatu itu meresap kepada anak-anak kiai.
Kedua, tradisi pondok adalah tentang bacaan. Maka anak-anak kiai akan secara otomatis menyukai tentang membaca. Karena hari-harinya secara tidak langsung mendengar santri-santi membaca, lalu di dalam dirin anak-kiai ada keinginan mengetahui apa yang sebenarnya dibaca oleh santri.
Ketiga, tradisi pondok adalah orang-orang yang mencari ilmu, maka secara tidak langsung, anak-anak berhubungan dengan orang-orang pencari ilmu. Dan bahasa-bahasa yang anak-kiai dengar adalah hikmah-hikmah dari apa yang santri pelajari. Atau kesimpulan-kesimpulan yang santri dapatkan. Karena orang yang belajar, maka secara tidak langsung, lidahnya akan mengeluarkan yang dia pelajari. Hal itu mempengaruhi pola piker anak-kiai. Yakni kedewasaan berpikir. Karena anak-kiai berhubungan tidak hanya kepada anak-anak seusianya, namun kepada anak-anak yang lebih dewasa dan anak-kiai disegani lagi dihormati.
Keempat, anak-kiai disayang santri. Di segani. Sebabnya karena anak-kiai adalah anak dari guru santri tersebut. Maka anak akan disayangi, dengan itu, maka akan tumbuh tradisi kasih-sayang, selain itu, anak-kiai akan terpikirkan tentang upaya menambahkan ilmu, karena merasa menjadi anak-kiai.
Kelima, anak-kiai focus terhadap pendidikan. Sebab mereka kecukupan akan materi. Anak-kiai tidak harus memikirkan: apakah besok bisa makan? Apakah besok mau main kemana? Tidak! Anak kiai makan secara gratis. Anak kiai tidak kepusingan memikirkan itu. tidak kepusingan akan jalan-jalan. Kalaulah ingin jalan-jalan, maka dia bisa ikut abahnya. Atau kalau tidak seperti itu, mereka akan diajak-ajak.
Begitulah gambaran manusia tradisi kiai, Taufik.
Namun ada juga, manusia yang bukan dari tradisi kiai, namun dia sayang sarat dengan keilmuan kiai, hal itu bisa jadi karena ibunya alim dan ayahnya alim. Keluarganya membimbingnya menjadi manusia sederhana, lalu saat dewasa tatkala dia bertemu dengan guru, maka dia, anak-itu, akan menambah kealimannya.
Allah memberi pengetahuan kepada siapa yang ingin diberi-Nya.
Dan kamu, janganlah khawatir, laksanakanlah sebagaimana tugasmu. Kalau kamu mencintai agama islam, tetap cintakanlah itu. Jangan kaku-kaku terhadap agama islam. Lentur saja. Senantiasa hormatilah kiai. Kiai apa-pun alirannya. Kiai apa-pun itu. Yang pasti mereka mencintai islam.
Jangan tergoda dengan islam ini, islam itu, tapi tetaplah cinta kepada islam: islam seperti apa? Islam ya islam titik. Oleh karenanya, saya tidak puas-puasnya menyarankan kepadamu:
Islamkanlah dirimu, sekali lagi, lebih lama. Sekali lagi, lebih dalam. Perhatikan islammu, sekali lagi, lebih lama. Jagalah islammu, sekali lagi, lebih dalam. Oke.
Selamat melaksanakan…
Kalau kamu bukan keturunan Kiai, tentu kamu akan kurang pengetahuanmu tentang islam. Kalau kamu keturunan Kiai, tentu kamu akan berpikir tentang kekiaian.
Pahamilah kalimat di atas. Hal itu akan lebih menyadarkan kepada dirimu bagaimana tentang keislamanmu.
Sebabnya tradisi kiai adalah orang-orang yang menyukai keilmuan. Selalu seperti itu. selalu, karena kiai sendiri menyukai keilmuan.
Tentu kiai akan mendidik anaknya tentang keislaman. Sekali pun missal, Bapaknya sibuk mengajar dan mengisi ceramah dari tempat ke tempat lain. Namun, ibunya, bakal sedikitnya membelajari anaknya, entah itu moralnya, atau pembicaraan tentang agama.
Ukuran utama orang-orang kiai bukanlah tentang dunia materi, namun lebih condong menekankan akhlak, karena memang islam itu lebih cenderung kepada akhlak. Kebiasaan anak-anak kiai lalu akan mengirimkan anak-anaknya untuk belajar agama. Apakah kebiasaan ini umum? Cenderungnya begitu.
Namun, adakalanya sesorang yang bukan dari kalangan kiai, di dalam dirinya tertakdirkan untuk menjadi bagian-bagian kiai, telah digariskan menjadi bagian-bagian tradisi Kiai. Mereka rajin untuk belajar tentang agama islam. Rajinnya itu, kelak, akan menjadikan dirinya dianggap kiai, karena mereka mengikuti tradisi kiai. Kalau ditanyakan bagaimana kualitas ilmunya: yakni hafalan tentang keilmuannya, tentu berbeda dengan tradisi keturunan orang-orang kiai.
Tradisi kiai, dia mempunyai pondok. Anak-anak kiai berada di dalam lingkungan pondok. Engkau telah melihat apa-apa yang dilakukan orang-orang pondok, hafalan, mengaji kitab, menggunakan pakaian-pakaian alim. Dan sesuatu itu meresap kepada anak-anak kiai.
Kedua, tradisi pondok adalah tentang bacaan. Maka anak-anak kiai akan secara otomatis menyukai tentang membaca. Karena hari-harinya secara tidak langsung mendengar santri-santi membaca, lalu di dalam dirin anak-kiai ada keinginan mengetahui apa yang sebenarnya dibaca oleh santri.
Ketiga, tradisi pondok adalah orang-orang yang mencari ilmu, maka secara tidak langsung, anak-anak berhubungan dengan orang-orang pencari ilmu. Dan bahasa-bahasa yang anak-kiai dengar adalah hikmah-hikmah dari apa yang santri pelajari. Atau kesimpulan-kesimpulan yang santri dapatkan. Karena orang yang belajar, maka secara tidak langsung, lidahnya akan mengeluarkan yang dia pelajari. Hal itu mempengaruhi pola piker anak-kiai. Yakni kedewasaan berpikir. Karena anak-kiai berhubungan tidak hanya kepada anak-anak seusianya, namun kepada anak-anak yang lebih dewasa dan anak-kiai disegani lagi dihormati.
Keempat, anak-kiai disayang santri. Di segani. Sebabnya karena anak-kiai adalah anak dari guru santri tersebut. Maka anak akan disayangi, dengan itu, maka akan tumbuh tradisi kasih-sayang, selain itu, anak-kiai akan terpikirkan tentang upaya menambahkan ilmu, karena merasa menjadi anak-kiai.
Kelima, anak-kiai focus terhadap pendidikan. Sebab mereka kecukupan akan materi. Anak-kiai tidak harus memikirkan: apakah besok bisa makan? Apakah besok mau main kemana? Tidak! Anak kiai makan secara gratis. Anak kiai tidak kepusingan memikirkan itu. tidak kepusingan akan jalan-jalan. Kalaulah ingin jalan-jalan, maka dia bisa ikut abahnya. Atau kalau tidak seperti itu, mereka akan diajak-ajak.
Begitulah gambaran manusia tradisi kiai, Taufik.
Namun ada juga, manusia yang bukan dari tradisi kiai, namun dia sayang sarat dengan keilmuan kiai, hal itu bisa jadi karena ibunya alim dan ayahnya alim. Keluarganya membimbingnya menjadi manusia sederhana, lalu saat dewasa tatkala dia bertemu dengan guru, maka dia, anak-itu, akan menambah kealimannya.
Allah memberi pengetahuan kepada siapa yang ingin diberi-Nya.
Dan kamu, janganlah khawatir, laksanakanlah sebagaimana tugasmu. Kalau kamu mencintai agama islam, tetap cintakanlah itu. Jangan kaku-kaku terhadap agama islam. Lentur saja. Senantiasa hormatilah kiai. Kiai apa-pun alirannya. Kiai apa-pun itu. Yang pasti mereka mencintai islam.
Jangan tergoda dengan islam ini, islam itu, tapi tetaplah cinta kepada islam: islam seperti apa? Islam ya islam titik. Oleh karenanya, saya tidak puas-puasnya menyarankan kepadamu:
Islamkanlah dirimu, sekali lagi, lebih lama. Sekali lagi, lebih dalam. Perhatikan islammu, sekali lagi, lebih lama. Jagalah islammu, sekali lagi, lebih dalam. Oke.
Selamat melaksanakan…
Belum ada Komentar untuk "Nasihat: Tentang Tradisi Cedekiawan Muslim"
Posting Komentar